Ngalaksa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ~ref
k clean up
Baris 26:
* '''''Pembukaan''''', acara ini didahului oleh sambutan sesepuh atau ''saéhu'' sebagai [[pemimpin]] dimulainya ''mera.''
* '''''Ngajiad Menyan'' dan ''Ijab Kabul''''', setelah pembukaan, lalu juru ijab atau salah seorang sesepuh atau ''saéhu'' membakar [[kemenyan]] dan mengucapkan [[ijab kabul]] yang isinya adalah bersyukur pada [[Tuhan]], memberi [[salawat]] dan salam pada para [[Nabi]], para [[wali]], para [[leluhur]], dan meminta [[ijin]] akan dilaksanakan ''mera'' demi keancaran upacara ''ngalaksa''.
 
* '''''Membagi Bahan''''',hasil dari ''ngiringan'' masyarakat setempat yang sudah terkumpul tadi kemudian dibagi menjadi [[lima]] bagian. Pembagian [[bahan]] dilakukan demikian, misalnya dari ''ngiringan'' terkumpul satu [[kuintal]] beras atau padi, maka hasil satu kuintal tersebut dibagi dengan cara di[[timbang]] untuk keperluan bahan membuat laksa, [[belanja]] untuk berbagai keperluan [[sesaji]] dan upacara, [[makan]] dan [[minum]] selama upacara berlangsung, dan [[upah]] untuk para pangrawit, pendukung, atau [[pembantu]], dan [[biaya]] tak terduga.
* '''''Nginebkeun''''', setelah jelas pembagiannya, misalnya padi untuk membuat laksa terkumpul 45 ''gédéng'' atau ''gundu,'' lalu padi itu diserahkan kepada orang yang bertugas mengurusnya. Para [[petugas]] itu kemudian menyimpan padi di lumbung atau goah untuk ''diinebkeun'' (disimpan) hingga pada waktunya ''dilungsurkeun'' (diturunkan) ketika hari [[1 (angka)|pertama]] upacara ''ngalaksa'' berlangsung.
Baris 54 ⟶ 53:
* '''''Turun Jimat''''', laksa yang diangkat dari perebusan inilah yang disebut '''''laksa bongkok.''''' Setelah laksa-laksa itu diangkat dan ditiriskan, saatnya turun [[jimat]] atau membagikan laksa sebagai ''pamulang sambung'' (kembalian), terutama kepada mereka yang ''ngiringan,'' para [[ketua]] rurukan, [[aparat]] [[desa]], para pendukung, dan masyarakat. Pada turun jimat ini diyakini beberapa hal oleh masyarakat setempat, yaitu apabila laksa dikeringkan dan disimpan di ''goah'' atau di lumbung, maka Nyai Pohaci akan [[senang]] dan hasil pertanian akan [[bagus]], apabila laksa dimakan, maka orang yang memakannya akan terhindar dari berbagai macam [[musibah]], apabila air bekas men[[cuci]] ''jambangan'' (alat untuk membuat laksa ''gencét'') dipakai mencuci pada [[wajah]], maka akan awet [[muda]], dan apabila air bekas mencuci ''jambangan'' disiramkan pada sawah dan ladang maka tumbuhannya akan subur. Demikian juga bila diminumkan pada [[binatang]] [[ternak]], maka akan beranak pinak.
* '''''Numbuk Cikal''''', tahap seterusnya adalah numbuk cikal, bila rurukan akan melaksanakan membuat '''''laksa gencét'''''. Pelaksanaannya adalah semua laksa bongkok yang sudah matang dari padi cikal dibuka dari daun pembungkusnya, lalu disatukan. Setelah itu ditumbuk sampai merata di dalam dulang (tempat menumbuk terbuat dari kayu).
 
* '''''Ngaléér''''', setelah lumat semua, adonan dikeluarkan untuk ''diléér'' di atas [[papan]] ukuran 150x40x2 cm. Papan tersebut dialasi daun [[pisang]] supaya licin dan mudah diuleni, diolesi minyak kelapa sebelumnya. Setelah itu, lalu adonan ''diléér'' atau diratakan dengan bambu ''kuluntungan'' sampai beberapa kali. Orang yang ''ngeléér'' harus sampai ber[[keringat]] dan be[[kerja]] keras sampai adonan benar-benar lembut. Setelah itu lalu dibentuk lonjong sekitar 100x20x7 cm dan dipotong-potong menjadi enam bagian.
* '''''Membuat Orok''''', lima bagian potongan ulenan kemudian dibentuk ''orok.'' Satu bagian disisihkan untuk menjadi ''saksi.'' Ulenan itu dibuat menyerupai bayi, kepalanya lengkap dengan anggota tubuhnya ([[mata]], [[hidung]], [[telinga]], [[bibir]]), tangannya, tubuhnya, kakinya. Para Ibu mengerjakannya dengan khidmat dan penuh perasaan bahkan banyak pula yang menangis terharu.
Baris 201 ⟶ 199:
'''Pertunjukan tarawangsa'''
[[Berkas:Tarawangsa.png|jmpl|Pertunjukan Tarawangsa dalam upacara ngalaksa.]]
Tarawangsa adalah seni [[pusaka]] yang sangat dihormati di [[Desa]] [[Rancakalong]], sehingga dijuluki seni ''ormatan''. Tarawangsa sendiri memiliki [[arti]] dan dimaknai sebagai ''tatabeuhan rakyat wali nu salapan'' (alat [[musik]] [[Sembilan]] [[Wali]]) atau merupakan [[akronim]] dari ''narawang ka nu Maha Kawasa'' (menerawang pada Tuhan Yang Maha Esa).<ref>{{Cite web|url=http://gigipriadji.net/tarawangsa/|title=Tarawangsa Rancakalong – Gigi Priadji|language=en-US|access-date=2019-04-12}}</ref> Tarawangsa juga memiliki fungsi khusus sebagai alat musik untuk menghormati ''Nyai Nu Geulis'', sebuah sebutan yang dituturkan [[orang]]-orang tua pada [[zaman]] dahulu di Tatar Sunda untuk makanan, khususnya beras dan [[nasi]].<ref>http://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/download/277/103</ref> Alat musik yang dipakai dalam pertunjukan ini terdiri dari dua [[waditra]], yaitu waditra ''jentreng'' (sejenis [[kecapi]]) dan ''ngek-ngek'' (sejenis [[rebab]]). ''Jentreng'' bentuknya mirip dengan [[perahu]] yang berukuran panjang 75 &nbsp;cm sampai dengan 104 &nbsp;cm, lebarnya 12 sampai 14 &nbsp;cm. Terdiri dari ''ruruma, geulang, inang, paksi'', lubang [[suara]] dan [[kawat]] atau [[dawai]] berjumlah 7 buah.<ref name=":5">{{Cite journal|last=Yulaeliah|first=Ela|date=2006|title=TARAWANGSA DAN JENTRENG DALAM UPACARA NGALAKSA DI RANCAKALONG SUMEDANG JAWA BARAT (Sebagai Sarana Komunikasi Warga)|url=http://journal.isi.ac.id/index.php/selonding/article/view/5|journal=SELONDING|language=en|volume=3|issue=1|doi=10.24821/selonding.v3i1.5}}</ref> Sedangkan ''ngek-ngek'' adalah alat musik [[gesek]] beresonansi dari [[kayu]], memiliki [[leher]] panjang dan dua buah kawat. Peranannya selain berfungsi sebagai [[melodi]] juga bisa menjadi [[goong]] untuk memperkuat [[aksen]] petikan pada akhir ketukan [[lagu]].<ref name=":1" /> Pertunjukan ini disajikan dalam bentuk [[Grup musik|ansambel]] [[kecil]] yang hanya dimainkan oleh dua orang yang terdiri dari satu orang [[pemain]] kecapi dan satu orang pemain rebab. Kecapi dalam tarawangsa memiliki tujuh dawai, sedangkan rebab nya memiliki dua dawai. Baik ''jentreng'' maupun ''ngek-ngek'', kedua istilahnya diambil dari masing-masing [[imitasi]] [[bunyi]] waditranya. ''Jentreng'' berasal dari bunyi yang di petik menghasilkan bunyi ''treng'' dan ''ngek-ngek'' berasal dari bunyi rebab yang di gesek menghasilkan bunyi ''ngek''. Dalam membunyikan waditra ''ngek-ngek'' terdapat berbagai keunikan di dalamnya, selain bunyi suaranya yang khas, cara memainkannya juga sangat berbeda dengan memainkan rebab. Dalam memainkan rebab sunda dawai ditekan menggunakan ujung [[jari]], sedangkan bila memainkan ''ngek-ngek'' dawai ditekan menggunakan [[sendi]] setiap jari-jari [[tangan]]. Waditra ''ngek-ngek'' hanya digunakan untuk memainkan lagu-lagu tarawangsa, karena fungsinya hanya sebagai pembawa melodi dari lagu tarawangsa tersebut. Berbeda dengan waditra rebab sunda yang dapat digunakan untuk mengiringi semua lagu-lagu sunda.<ref>{{Cite journal|last=Ismail|first=M. Taufik|date=2017-06-16|title=ORNAMENTASI WADITRA NGEK-NGEK GAYA ABUN DALAM LAGU REUNDEU PADA KESENIAN TARAWANGSA RANCAKALONG SUMEDANG|url=http://repository.upi.edu/|language=en|publisher=Universitas Pendidikan Indonesia}}</ref> Dalam pertunjukan Tarawangsa, [[penduduk]] menari sambil diiringi musik semalam suntuk, tak sedikit orang yang menari mengalami kerasukan [[ruh]] para [[leluhur]]. Pertujukan ini diawali oleh para para [[tokoh]] dan sesepuh dengan memanjatkan [[puji]] kepada Tuhan dan menghaturkan [[salawat]] kepada [[Nabi]] Muhammad Saw.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/tarawangsa-menghormati-dewi-sri-sampai-hilang-kesadaran-cQcu|title=Tarawangsa: Menghormati Dewi Sri sampai Hilang Kesadaran|last=Teguh|first=Irfan|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-04-12}}</ref>
 
Pertunjukan seni tarawangsa biasanya dilaksanakan pada malam hari mulai pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 04.00 WIB dini hari. Khusus dalam upacara adat Ngalaksa dilakukan selama satu minggu siang dan malam secara berturut-turut. Hal ini terjadi karena tarawangsa dijadikan pengiring upacara yang senantiasa harus dipagelarkan selama upacara berlangsung. Para pemain seni tarawangsa terdiri dari penari perempuan berjumlah 5,7, sampai 9 orang yang ber[[usia]] lanjut, nayaga (pemain musik), [[saksi]], dan Kuncen ([[juru kunci]]). Pertunjukannya dibagi ke dalam beberapa acara yaitu, ''tatalu'' (pembukaan), ''ngukus'' (membakar kemenyan), ''ijab kabul'' ([[ikrar]] serah terima), ''ngalungsurkeun'' (menurunkan)'', nema, nyumpingkeun'' (mendatangkan) ''dan nginebkeun'' (menyimpan). Lagu-lagu yang biasa dibawakan dari awal sampai akhir pertunjukan adalah ''Pamapag, Mataraman, Iring-iringan, Jemplang, Panimang, Sirna Galih, Dengdo, Angin-angin, Pangapungan, Buncis, Badud, dan Degung.'' [[Sesaji]] dalam seni tarawangsa memiliki ciri khas sebagai sebuah seni tradisi yang dianggap [[sakral]]. Makna-makna yang bisa diambil hikmahnya dari pertunjukan tarawangsa yaitu wujudan [[rasa]] [[syukur]] kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu ingat bahwa setiap tindakan harus ''mipit kudu amit ngala kudu menta'' (mengambil itu harus minta ijin terlebih dahulu). Selain itu, [[manusia]] harus memperlakukan padi (Dewi Sri) dengan tertib, teliti, dan hati-hati.<ref>https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/dashboard/media/Buku%20Penetapan%20WBTb%202018.pdf</ref> Sedangkan gambaran [[media]] yang digunakan adalah manusia hidup di alam dunia ini terdiri dari empat [[unsur]] yang dilambangkan dengan daun hanjuang (kehidupan), kendi (unsur [[bumi]]), hihid (unsur [[angin]] atau [[udara]]), dan air mengalir (unsur [[darah]]).<ref name=":1" />
Baris 208 ⟶ 206:
 
'''Seni Rengkong'''
[[Berkas:Seni Rengkong Ciptagelar.jpg|jmpl|Seni rengkong. ]]
Peralatan seni rengkong sangat [[sederhana]]. Alat tersebut adalah [[bambu]] [[gombong]], [[tali]] [[ijuk]], [[minyak tanah]], dan kumpulan padi yang sudah diikat. Bambu gombong berfungsi untuk memikul. Tali ijuk digunakan sebagai pengikat padi yang digantung pada pikulan. Padi yang memiliki beratn 10 sampai 20 [[kilogram]] sebagai beban yang dipikul. Sedangkan minyak tanah untuk pengesat gesekan antara tali dan pikulan sehingga menghasilkan suara yang [[nyaring]]. Selain itu, ada [[dogdog]] dan [[angklung buncis]] sebagai alat musik pengiring. ''Hatong'' juga berperan sebagai [[instrumen]] tambahan. ''Hatong'' adalah alat [[tiup]] yang terbuat dari bambu. Suara yang dihasilkan musik rengkong sangat khas seperti suara [[katak]] bernyanyi dengan [[kompak]]. Pemain rengkong biasanya mengenakan [[celana]] [[pangsi]], [[baju]] kampret, [[iket]], tanpa menggunakan alas [[kaki]]. Pemainnya terdiri dari lima atau enam orang dengan lama bermain kurang lebih satu [[jam]]. Pertunjukan rengkong harus digelar di tempat terbuka. Cara memainkannya adalah pikulan yang berisi padi diletakkan di [[bahu]] sebelah [[kanan]]. Si pemikul mengayunkan ke [[kiri]] dan ke kanan dengan [[irama]] yang teratur. Tali ijuk yang menggantung pada badan bambu pun akan ikut bergerak-gerak, gesekan tali ijuk tersebut akan menghasilkan suara nyaring.<ref name=":2" />
 
Baris 219 ⟶ 217:
* [https://www.youtube.com/watch?v=9m6IvnkuGMo Upacara Adat Ngalaksa]
* [https://www.youtube.com/watch?v=xBeCSd0eRms Pertunjukan Tarawangsa dalam Upacara Ngalaksa]
{{Sunda-stub}}
 
[[Kategori:Budaya Sunda]]
Baris 226 ⟶ 223:
[[Kategori:Kabupaten Sumedang]]
[[Kategori:Rancakalong, Sumedang]]
 
 
{{Sunda-stub}}