Khawarij: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
BurningHill (bicara | kontrib) |
Syahramadan (bicara | kontrib) |
||
Baris 77:
Kegiatan dakwah Ibadi cukup sukses di Afrika Utara.{{Sfn|Lewicki|1971|p=653}} Pada tahun 757, orang-orang Ibadi merebut [[Tripoli, Libya|Tripoli]] dan merebut Kairouan tahun berikutnya. Diusir oleh tentara Abbasiyah pada tahun 761 M, para pemimpin Ibadi mendirikan sebuah negara yang kemudian dikenal sebagai [[Dinasti Rustam]], di [[Tahart]]. Dinasti tersebut pada akhirnya digulingkan pada 909 M oleh Fatimiyah. Komunitas Ibadi terus ada sampai sekarang di [[Pegunungan Nafusa|Pegunungan Nafusah]] di Libya barat laut, pulau [[Djerba]] di Tunisia dan lembah [[M'zab]] di Aljazair.{{Sfn|Hoffman|2012|pp=13 –14}} Di Afrika Timur, mereka ditemukan di [[Zanzibar]].{{Sfn|Lewicki|1971|p=653}} Kegiatan dakwah Ibadi juga mencapai Persia, India, Mesir, Sudan, Spanyol dan Sisilia, meskipun komunitas Ibadi di wilayah ini menghilang seiring waktu.{{Sfn|Lewicki|1971|pp=653, 656–657}} Jumlah total orang Ibadi di Oman diperkirakan mencapai 2,5 juta orang dan di Afrika diperkirakan sekitar 200.000 orang.{{Sfn|Vikør |2018|p=968}}
==Keyakinan dan praktik==
Kaum Khawarij tidak memiliki seperangkat doktrin yang seragam dan koheren. Setiap sekte dan individu yang berbeda sering kali memiliki pandangan yang berbeda pula. Berdasarkan perbedaan ini, para heresiografer telah membuat daftar lebih dari selusin sekte kecil Khawarij, selain empat sekte utama yang telah disebutkan di atas.{{Sfn|Della Vida|1978|p=1076}}{{Efn|1=Dari sekte-sekte kecil ini, Hamziyah, kemungkinan merupakan pecahan dari Ajaridah yang bertahan melawan Abbasiyah selama sekitar tiga puluh tahun. Di bawah kepemimpinan Hamzah bin Adarak, seorang Khawarij setempat, mereka memberontak pada {{Sekitar|797}} M di Sistan, yang telah melihat aktivitas Khawarij sejak zaman Umayyah, dan sering menyerbu kota-kota di Khurasan. Bani Abbasiyah tidak mampu mengalahkan mereka dan pemberontakan berakhir hanya ketika Hamzah meninggal pada tahun 828. Aktivitas Khawarij di Sistan, Khurasan, dan bagian lain Persia bertahan hingga akhir abad kesembilan.{{Sfn|Bosworth|2009}}}}
===Pemerintahan===
Selain terkenal karena menuntut pembentukan hukum sesuai dengan Al-Qur'an,{{Sfn|Wilkinson|2010|pp=138–139}} pandangan umum untuk semua kelompok Khawarij adalah bahwa setiap Muslim yang memenuhi syarat dapat menjadi khalifah, terlepas dari latar belakang, asalkan dia memiliki kepribadian yang saleh. Mereka menolak keturunan [[Quraisy]] atau kekerabatan dekat dengan Muhammad sebagai prasyarat untuk menjadi khalifah, pandangan yang dianut oleh sebagian besar Muslim saat itu.{{Sfn|Demichelis|2015|p=108}}{{Efn|1= Semua penguasa diambil secara eksklusif dari Quraisy selama seluruh periode keberadaan Khawarij.{{Sfn|Marsham|2009|p=7}}}} Ini berbeda dari posisi kedua Sunni yang menerima kepemimpinan dari mereka yang berkuasa asalkan mereka orang Quraisy, dan Syiah, yang menegaskan bahwa kepemimpinan ada di tangan Ali dan keturunannya.{{Sfn|Della Vida|1978|p=1076}} Orang Khawarij berpendapat bahwa [[Rashidun|empat khalifah pertama]] tidak dipilih karena mereka keturunan Quraisy atau hubungan kekerabatan dengan Muhammad, tetapi karena mereka termasuk Muslim yang paling terkemuka dan memenuhi syarat untuk posisi itu, dan karenanya semuanya adalah khalifah yang sah. Secara khusus, mereka sangat menghormati [[Abu Bakar]] dan [[Umar]], karena menurut mereka, kedua orang tersebut telah memerintah dengan adil.{{Sfn|Della Vida|1978|p=1076}} Utsman, di sisi lain, telah menyimpang dari jalan keadilan dan kebenaran di paruh kedua kekhalifahannya dan dengan demikian Utsman dapat dibunuh atau digulingkan, sedangkan Ali melakukan dosa besar ketika dia menyetujui arbitrasi dengan Muawiyah.{{Sfn|Watt |1973|p=14}} Berbeda dengan gagasan Bani Umayyah bahwa pemerintahan mereka ditetapkan oleh Tuhan, gagasan kepemimpinan Khawarij tidak memiliki motif keilahian, hanya sebatas sikap dan kesalehan yang benar yang diberikan pemimpin otoritas atas masyarakat.{{Sfn|Gaiser|2010|pp=125–126}} Jika pemimpin melakukan dosa dan menyimpang dari jalan yang benar atau gagal mengelola urusan umat Islam melalui keadilan dan musyawarah, dia berkewajiban untuk mengakui kesalahannya dan bertobat, atau dia kehilangan haknya untuk memerintah dan tunduk pada penggulingan.{{Sfn|Della Vida|1978|p=1076}}{{Sfn|Kenney|2006|pp= 23–33}} Dalam pandangan Azariqah dan Najdah, umat Islam memiliki kewajiban untuk memberontak melawan penguasa yang zalim tersebut.{{Sfn|Wellhausen|1901|pp=13–14}}
Hampir semua golongan Khawarij menganggap jabatan pemimpin (imam) itu perlu ada. Banyak pemimpin Khawarij mengadopsi gelar {{transliterasi|ar|amirul mu'minin}}, yang biasanya diperuntukkan bagi khalifah.{{Sfn|Gaiser|2010|pp=129–130}} Najdah merupakan pengecualian karena mereka menganggap bahwa jabatan kepemimpinan itu tidak diwajibkan. Setelah kekalahan mereka pada tahun 692 M, orang-orang Najdah menghapus persyaratan perang melawan kaum non-Khawarij dan jabatan imamah sebagai sarana untuk bertahan hidup.{{Sfn|Crone|1998|pp=56, 76}}{{Sfn|Gaiser|2010|pp=130–131}} Sejarawan [[Patricia Crone]] menggambarkan filosofi Najdah sebagai bentuk awal dari [[anarkisme]].{{Sfn|Crone|2000|pp=24–26}}
===Doktrin lain===
Kaum Khawarij juga menegaskan bahwa iman tanpa disertai perbuatan adalah sia-sia, dan bahwa siapa pun yang melakukan dosa besar adalah kafir dan harus bertobat untuk mengembalikan iman yang benar. Namun, gagasan Khawarij tentang kekafiran berbeda dari definisi Muslim arus utama, yang memahami bahwa yang termasuk ke dalam kategori kafir adalah non-Muslim. Bagi kaum Khawarij, kekafiran dapat mencakup menyiratkan Muslim yang fasik, atau Muslim semu yang menolak Islam sejati.{{Sfn|Kenney|2006|pp=34–35}} Penganut Azariqah memiliki posisi yang lebih ekstrem bahwa orang Muslim fasik yang kafir tersebut sebenarnya adalah [[syirik]] dan [[Kemurtadan dalam Islam|murtad]] sehingga tidak dapat masuk kembali ke Islam dan dapat dibunuh bersama dengan wanita dan anak-anak mereka.{{Sfn|Kenney|2006|pp=34– 35}}{{Sfn|Hoffman|2012|p=28}} Perkawinan campur antara Khawarij dan orang-orang "kafir" tersebut dilarang dalam doktrin Azariqah.{{Sfn|Lewinstein|2008}} Najdah mengizinkan pernikahan dengan non-Khawarij.{{ Sfn|Gaiser|2020}} Dari kalangan moderat seperti Sufriyah dan Baihasiyah{{Efn|1=Pengikut [[Abu Baihas]], yang dikatakan mengkritik Azariqah karena bertindak terlalu jauh dengan melegitimasi pembunuhan Muslim non-Khawarij dan keluarga mereka, dan mengkritik Ibadiyah karena tidak menganggap Muslim non-Khawarij sebagai kafir. Hampir dapat dipastikan bahwa sekte ini juga berkembang di kemudian hari dan tidak eksis di saat perang saudara kedua seperti yang dinyatakan oleh sumber-sumber tersebut.{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997|p=766}}}} menganggap semua Muslim non-Khawarij sebagai kafir, tetapi juga kedua sekte tersebut menolak untuk memerangi non-Khawarij, kecuali diperlukan, dan diperbolehkan kawin campur dengan mereka.{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997|p=766}} [[Ibadi|Ibadiyah]], di sisi lain, tidak menyatakan Muslim non-Khawarij sebagai musyrik atau kafir, tetapi sebagai [[Munafiq|munafik]] ({{transliterasi|ar|kuffar bil-nifaq}}), atau sebagai orang yang tidak bersyukur atas nikmat Allah ({{transliterasi|ar|kuffar bil-ni'mah}}).{{Sfn|Hoffman|2012|p=28}} Orang-orang Ibadi juga mengizinkan pernikahan di luar sekte Ibadi sendiri.{{Sfn|Demichelis|2015|p=108}}
Azariqah dan Najdah berpendapat bahwa karena para penguasa Bani Umayyah dan semua Muslim non-Khawarij pada umumnya adalah kafir, maka memilih untuk hidup di bawah kekuasaan mereka yang kafir ({{transliterasi|ar|darul kuffar}}) dianggap melanggar hukum karena itu merupakan tindakan kemusyrikan. Oleh karena itu, orang-orang Khawarij diwajibkan untuk pindah, meniru konsep [[Hijrah]]-nya Muhammad ke Madinah, dan mendirikan kekuasaan mereka sendiri yang sah ({{transliterasi|ar|[[darul hijrah]]}}).{{ Sfn|Crone|2004|p=56}} Azariqah melarang praktik penyesatan keyakinan mereka dan mencap Khawarij yang non-aktivis (yaitu Khawarij yang tidak beremigrasi ke negara mereka) sebagai orang yang tidak beriman.{{Sfn|Kenney|2006|pp=34–35}}{{Sfn|Hoffman|2012|p=28}}{{Sfn|Lewinstein|2008}} Najdah mengizinkan orang-orang Khawarij non-aktivisme yang pasif, tetapi melabeli orang-orang tersebut sebagai orang munafik.{{Sfn|Gaiser|2020}} [[Orientalis]] [[W. Montgomery Watt|Montgomery Watt]] mengaitkan moderasi pendirian Najdah ini dengan kebutuhan praktis yang mereka temui saat memerintah Arab, karena administrasi wilayah yang luas membutuhkan fleksibilitas dan kelonggaran untuk ketidaksempurnaan manusia.{{Sfn|Watt|1961|pp=220 –221}} Sufriyah dan Ibadiyah berpendapat bahwa pembentukan kekuasaan yang sah adalah sesuatu yang masih diperlukan, mereka menganggap sah juga jika penganut Khawarij melakukan {{transliterasi|ar|kitman}} dan terus hidup di antara orang-orang non-Khawarij jika pemberontakan tidak memungkinkan.{{ Sfn|Crone|2004|p=56}}
==Catatan==
|