Khawarij: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Syahramadan (bicara | kontrib) |
Syahramadan (bicara | kontrib) |
||
Baris 115:
Menurut [[Rudolf Ernst Brünnow]] (1858–1917), sejarawan akademis pertama yang mempelajari kaum Khawarij secara sistematis,{{Sfn|Hagemann|2021|p=9}} orang-orang {{transliterasi|ar|qurra}} mendukung usul arbitrase karena sebagai orang yang beriman kepada Al-Qur'an, mereka merasa berkewajiban untuk menanggapi seruan yang menjadikan Al-Qur'an sebagai hukum. Orang-orang yang menolak hasil perjanjian arbitrase tersebut adalah orang Arab Badui yang terpisah dari orang-orang {{transliterasi|ar|qurra}} yang menetap di Kufah dan Basrah pasca penaklukan Irak. Orang-orang Arab Badui menganggap diri mereka telah mengabdikan diri untuk tujuan Islam dan berpendapat bahwa arbitrase oleh Ali dan Muawiyah sebagai kezaliman yang akut. Hal itulah yang mendorong mereka untuk memisahkan diri dan kemudian melakukan pemberontakan terbuka.{{Sfn|Brünnow|1884|pp=15–17}}
[[
Menurut Donner, orang-orang {{transliterasi|ar|qurra}} mungkin dimotivasi oleh ketakutan bahwa arbitrase dapat mengakibatkan mereka dimintai pertanggungjawaban atas keterlibatan mereka dalam pembunuhan Utsman.{{Sfn|Donner|2010|p=162}} Menganalisis puisi Khawarij awal, Donner lebih jauh menyatakan bahwa Khawarij adalah orang beriman yang saleh yang sering memperlihatkan kesalehan mereka dalam aktivisme militan.{{Sfn|Donner|1997|p=14}} Pandangan dunia keagamaan mereka didasarkan pada nilai-nilai Al-Qur'an, dan mereka mungkin adalah "orang-orang beriman sejati" dan "perwakilan otentik dari komunitas paling awal" Muslim, bukan sekte yang berbeda seperti yang ditulis oleh sumber-sumber sejarah.{{Sfn|Donner|1997|p=16}} Militansi mereka mungkin saja disebabkan oleh pengharapan hari akhir yang akan segera terjadi, tetapi tingkat kekerasan dalam pemberontakan mereka dan kerinduan ekstrem mereka untuk mati syahid tidak dapat dijelaskan semata-mata atas dasar kepercayaan pada akhirat. Dalam pandangan Donner, perilaku mereka yang seperti itu lebih menyiratkan tingkat kedaruratan daripada hanya semata karena akhirat.{{Sfn|Donner|1997|pp=17–18}}{{Sfn|Donner|2010|p=164}}
Baris 130:
Menurut Della Vida, terlepas dari pandangan tentang Khawarij yang populer, gerakan Khawarij tidak semata-mata ada tanpa dasar intelektual.{{Sfn|Della Vida|1978|p=1077}} Wellhausen berpendapat bahwa dogmatisme Khawarij memengaruhi perkembangan teologi Muslim arus utama, khususnya perdebatan mereka dalam kaitannya dengan iman dan amal, serta kepemimpinan yang sah.{{Sfn|Wellhausen|1901|p=17}} Dalam pandangan Della Vida, [[Muktazilah]], aliran pemikiran rasionalis pada awal Islam yang berasal pada abad kedelapan memiliki kemungkinan dipengaruhi oleh Khawarij. Pengaruh terhadap dogma arus utama bisa jadi merupakan adaptasi langsung dari beberapa gagasan Khawarij, atau bahwa pandangan Khawarij mengkonfrontasi para teolog arus utama dengan pertanyaan seputar iman.{{Sfn|Della Vida|1978|p=1077}}
Pada abad kedelapan dan kesembilan, Khawarij, khususnya Ibadi, mendorong para teolog berkontribusi pada perdebatan mengenai masalah [[Tauhid|kesatuan ilahi]] versus kejamakan sifat-sifat ilahi, dan [[predestinasi]] versus [[kehendak bebas]].{{Sfn|Madelung|1979|pp=127–129}} Mengenai sifat-sifat ketuhanan, orang Ibadi sependapat dengan Mu'tazilah bahwa sifat-sifat hakikat (sifat-sifat yang harus dimiliki Tuhan; mis. pengetahuan dan kekuasaan) berbeda dengan sifat-sifat perbuatan (yang ada di luar dirinya; seperti ciptaan dan ucapan),{{Sfn|Madelung|1979|pp=121, 127}} tetapi orang Ibadi juga berpendapat bahwa kehendak ilahi adalah sifat dari hakikat. Dengan demikian Tuhan berkehendak dari kekekalan, yang berarti bahwa segala sesuatu telah ditentukan sebelumnya. Akibatnya, orang Ibadi menolak doktrin kehendak bebas manusia. Menurut [[Wilferd Madelung]], kemungkinan besar kelompok Ibadi adalah kelompok pertama yang memegang pandangan tentang kehendak Tuhan sebagai atribut esensi yang akhirnya diadopsi oleh para teolog Sunni. Para teolog Khawarij juga menolak [[mujassimah]] (penyerupaan Tuhan dengan makhluk)
Khawarij adalah kelompok pertama yang mendeklarasikan Muslim selain dirinya sebagai {{transliterasi|ar|kuffar}}, yang mana sebutan tersebut sebelumnya diperuntukkan bagi non-Muslim. Pengaruh ini menyebabkan transformasi konsep {{transliterasi|ar|kufur}} dalam teologi Sunni selanjutnya. Selain kafir, {{transliterasi|ar|kufur}} juga dimaknai sebagai kesesatan dan bid'ah.{{Sfn|Kenney|2006|p=34}} Dalam pandangan Watt, kaum Khawarij bersikeras pada aturan menurut Al-Qur'an dan mencegah negara Muslim awal berubah menjadi negara Arab yang murni sekuler. Umat Islam lainnya akhirnya mengadopsi pandangan ini bahwa semua kehidupan politik dan sosial umat Islam harus didasarkan pada hukum ilahi ([[Syariah]]) yang berasal dari Al-Qur'an, meskipun mereka menambahkan {{transliterasi|| ar|[[Sunnah|sunah]]}} Nabi Muhammad.{{Sfn|Watt|1985|p=12}}
|