Sulaman Koto Gadang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k Perbarui referensi situs berita Indonesia
k clean up
Baris 18:
 
== Peralatan dan bahan ==
Teknologi pembuatan sulaman Koto Gadang masih menggunakan [[teknologi tradisional]].{{sfn|Ernatip|2012|pp=79}} Peralatan utama untuk menyulam dikenal dengan nama ''pamedangan.'' Ukurannya yakni 200 x 60  cm. ''Pamedangan'' terbuat dari kayu pada bagian kerangkanya. Keempat kayu dirangkaikan menjadi empat persegi panjang dengan paku. Tinggi ''pamedangan'' yakni sekitar 30  cm mengikuti ukuran standar yang memudahkan bagi penyulam untuk duduk bersimpuh ataupun meluruskan kakinya di bawah ''pamedangan'' pada saat menyulam.{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=12}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=94}}
 
Untuk menyulam kain yang berukuran kecil, seperti [[saputangan]], bunga baju, dan sarung bantal maka digunakan alat bernama ''ram''.{{sfn|Ernatip|2012|pp=93}} Ram berbentuk bundar dengan diameter berkisar 20  cm sampai 50  cm. Ram terbuat dari dua buah besi ataupun kayu yang dibentuk melingkar dengan menggunakan alat pengunci.{{sfn|Ernatip|2012|pp=97}}
 
Peralatan utama dalam menyulam berikutnya yakni kelos. Kelos berfungsi untuk menggulung benang. Kelos terbuat dari batang kulit manis dengan panjang berkisar 15  cm sampai 20  cm. Jumlah kelos bergantung pada banyak warna benang yang akan digunakan.{{sfn|Ernatip|2012|pp=101}}
 
Adapun alat bantu dalam membuat sulaman yakni karton manila atau kertas minyak untuk membuat pola, kertas karbon untuk memindahkan pola, jarum jahit untuk membuat aneka tusukan pada kain, dan gunting untuk memutus benang. Kesederhaan peralatan membuat proses pembuatan sulaman Koto Gadang menjadi lama dan rumit serta membutuhkan kepiawaian atau keahlian dari penyulam karena semata-mata mengandalkan pekerjaan tangan dan bukan mesin.{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=12}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=107}}
 
Sementara itu, bahan-bahan yang digunakan untuk menyulam yakni kain dan benang. Kain yang digunakan yakni semua jenis kain seperti [[katun]], [[linen]], [[sutra]], atau [[wol]].{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=12}} Ukuran kain yang standar adalah dua meter untuk panjang dan lebar yang bervariasi dari 50  cm hingga 75  cm, tetapi ukuran lebar yang standar adalah 50  cm.{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=8}} Adapun benang sulam dapat berupa benang mauline dan benang katun.{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=6}}
 
== Pengerjaan ==
Pekerjaan membuat sulaman melalui beberapa tahap yakni membuat pola, memindahkan pola, memasang kain pada ''pamedangan'', membuat sulaman, membuat renda, dan memasang renda. Setiap tahap dikerjakan oleh masing-masing orang karena orang yang ahli membuat sulaman kadang kurang mahir membuat renda. Oleh karena itu, pengerjaan sulam jarang sekali yang dilakukan oleh satu orang saja. Untuk selendang, pengerjaannya bisa melibatkan dua atau tiga orang.{{sfn|Ernatip|2012|pp=106}}
 
Pola dibuat di atas karton manila atau kertas minyak menggunakan pensil atau pena. Biasanya, karton manila lebih sering digunakan karena karena dapat digunakan berulang-ulang dibandingkan kertas minyak. Ukuran kertas yang digunakan untuk pola yakni mengikuti ukuran kain untuk memudahkan proses pemindahan pola ke dasar kain. Namun, secara umum, pola yang dibuat hanya untuk setengah kain. Jika kain yang akan disulam berukuran 200 x 60  cm, berarti ukuran pola dibuat yakni sepanjang 100 x 60  cm dan yang setengahnya lagi dijiplak dari pola yang sudah jadi. Lamanya proses pembuatan pola bergantung pada kepiawaian perancang pola.{{sfn|Ernatip|2012|pp=108}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=109}}
 
Motif-motif yang dibuat umumnya motif flora seperti [[bunga matahari]], [[Mawar|bunga mawar]], [[Melati|bunga melati]], dan sebagainya.{{sfn|Ernatip|2012|pp=107}} Selain motif-motif flora, terdapat motif yang berasal dari fauna yang telah digubah atau distilirisasi, seperti burung dan sejenisnya, tetapi cenderung tidak digunakan saat sekarang.{{sfn|Ernatip|2012|pp=107}} Sebagaimana kerajinan Minangkabau pada umumnya, bentuk motif makhluk hidup tidak digambar secara utuh. Hal ini berkaitan dengan keyakinan masyarakat Minangkabau terhadap ketentuan agama Islam, yakni akan dianggap berdosa apabila menggambar makhluk hidup.{{sfn|Ranelis|Washinton|2016|pp=24}}
Baris 37:
Setelah rancangan pola selesai, tahap berikutnya yakni meminahkan pola ke kain dengan [[kertas karbon]] berwarna mengikuti warna kain. Kertas karbon diletakkan di antara pola dan kain.{{sfn|Sri Mindayani|2017|pp=18}} Di sekeliling pola yang sudah diletakan di atas kain, dipasangi jarum pentul kain agar posisi pola terhadap kain maupun karbon tidak bergesar saat dilakukan penindisan. Penindisan dilakukan dengan menggunakan alat rader. Jika kain yang digunakan berbahan tipis dan berwama terang, pola dapat dijiplak langsung di atas kain dengan menempelkan pola ke kain menggunakan jarum pentul.{{sfn|Ernatip|2012|pp=109}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=110}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=111}}
 
Sebelum memasang kain pada ''pamedangan'', sekeliling kain bahan disambungkan dengan kain perca.{{sfn|Ernatip|2012|pp=111}} Kain perca dilipat dan pertemuan lipatan tersebut disambungkan ke kain bahan yang telah digambar pola sehingga membentuk sebuah rongga. Bagian rongga kain perca berfungsi untuk memasukkan kayu atau bilah bambu sehingga kain bahan dapat diregangkan.{{sfn|Sri Mindayani|2017|pp=18}} Tepi kain perca diikat ke kerangka ''pamedangan'' dengan tali atau kain pengikat. Ketika mengikat, kayu atau bilah bambu di tepi kain diregang sekuat-kuatnya agar kain bahan terentang rapi sehingga memudahkan ketika menyulam. Jarak satu tali ke tali yang lain sekitar 30  cm. Tali pengikat diikat mati agar tidak mudah lepas saat menyulam.{{sfn|Ernatip|2012|pp=95}}
 
== Teknik sulaman ==