Kurnianingrat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Karir awal dan kegiatan masa perang: Perbaikan terjemahan |
|||
Baris 40:
Pada tahun 1938, Kurnianingrat memulai karirnya dengan mengajar kelas tiga di sebuah [[Hollandsch Chineesche School|sekolah dasar Tionghoa-Belanda]] di [[Glodok]], sebuah [[pecinan]] di ibu kota Hindia Belanda, [[Batavia, Hindia Belanda|Batavia]] (sekarang [[Jakarta]]).{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=168}} Seorang kolega asal [[Sumatra]] yang mengajar kelas enam, [[Dahlan Abdullah]], kemudian memperkenalkan Kurnianingrat dengan [[Kebangkitan Nasional Indonesia|gerakan nasionalis Indonesia]] yang melawan pemerintahan kolonial. Berkat Dahlan, Kurnianingrat menjadi sadar akan ketidakadilan yang diterapkan oleh Belanda dan mendapati bahwa sebagian besar [[pribumi Indonesia]] tidak diizinkan untuk masuk ke sekolah dasar Eropa seperti dirinya.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=169}} Atas permintaan ayahnya, Kurnianingrat lalu dipindahkan oleh Kementerian Pendidikan ke [[Purwakarta]] untuk mengajar di sebuah sekolah dasar Eropa.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=170}} Karena sekolah tersebut lebih dekat dengan rumahnya, adiknya dan sejumlah keponakannya pun disekolahkan di sekolah tersebut dan diajar oleh Kurnianingrat.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=171}}
Perang kemudian pecah di Eropa, dan karena [[invasi Belanda oleh Jerman|Jerman mulai menginvasi Belanda]], kepala dari sekolah tersebut pun kembali ke Belanda untuk ikut berperang. Kurnianingrat, sebagai staf pengajar yang paling berkualifikasi, lalu menggantikannya sebagai kepala sekolah, walaupun guru-guru lain dan para petinggi kolonial lokal tidak senang dengan keputusan tersebut. Namun, dengan makin besarnya peluang [[kampanye Hindia Belanda|invasi Jepang ke Hindia Belanda]] usai [[serangan Pearl Harbor]] pada tahun 1941, sekolah tersebut akhirnya ditutup ketika keluarga-keluarga Belanda mulai kabur ke Australia dan ke wilayah-wilayah lainnya.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=171}} Kurnianingrat juga dievakuasi ke pedesaan bersama keluarganya
Di Yogyakarta, Kurnianingrat mengamati bahwa para penduduk terbiasa berbicara dalam [[bahasa Indonesia]] alih-alih bahasa asing.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=175}} Sebagai pemakai bahasa Belanda yang handal, ia sangat sedikit mengetahui bahasa Indonesia, karena bahasa tersebut menjadi [[bahasa pengantar]] utama di sekolah tempat ia mengajar. Seorang kolga telah menerjemahkan pelajaran-pelajarannya ke dalam bahasa Indonesia, dan ia akan mengajarkannya di kelas-kelas.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=176}} Ketika ekonomi memburuk pada masa [[pendudukan Hindia Belanda oleh Jepang|pendudukan Jepang]], Kurnianingrat membarter pakaian [[batik]] dan menjual perhiasannya untuk mendukung pendidikan para anggota keluarganya.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=176}} Ia berlibur dengan keluarganya di Purwakarta saat kabar [[menyerahnya Jepang]] kepada [[Sekutu Perang Dunia II|Sekutu]] barat pada 1945 mencapai Hindia Belanda. Berharohari kemudian, kabar pemimpin kemerdekaan [[Sukarno]] dan [[Mohammad Hatta]] [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|memproklamasikan kemerdekaan Indonesia]] mencapai [[Yogyakarta]] melalui siaran radio Australia.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=177}} Pasukan Sekutu datang pada September untuk mengembalikan kekuasaan Belanda, membuat pemerintahan republik yang baru dibentuk untuk berpindah ke Yogyakarta, beserta dengan para pejabat pemerintah, panglima militer, pejabat asing dan wartawan.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=178}}{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=179}} Pada 1946, Kurnianingrat mulai mengahar bahasa Inggris di SMA dan juga membaca siaran-siaran berbahasa Inggris untuk stasiun radio [[Voice of Free Indonesia]].{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=118}} Ia dan guru sejawatnya, [[Utami Soerjadarma]], ditugaskan untuk ikut serta dalam banyak kegiatan makan malam kenegaraan di [[Gedung Agung]] karena tak banyak orang indonesia yang dapat berbahasa Inggris dengan tetamu asing pada masa itu.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=179}} Ia berharap agar, dengan menghadiri makan malam tersebut, "Aku dapat membantu membuat citra rakyat indonesia tak dipandang sebelah mata."{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=181}}
|