Pemerintahan Darurat Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dedi A (bicara | kontrib)
Dedi A (bicara | kontrib)
Baris 6:
Tidak lama setelah ibukota RI di [[Yogyakarta]] dikuasai [[Belanda]] dalam [[Agresi Militer Belanda II]], mereka berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar. Karena para pemimpinnya, seperti [[Soekarno]], [[Hatta]] dan [[Syahrir]] sudah menyerah dan ditahan.
 
Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki Ibukota [[Yogyakarta]] dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Mr. [[Syafruddin Prawiranegara]] bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera, mengunjungi Mr. T. Mohammad Hassan, Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan [[Bukittinggi]] menuju [[Halaban]], perkebunan teh 15 Km di selatan kota [[Payakumbuh]].
 
Sejumlah tokoh pimpinan Republik yang berada di Sumatera Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada [[22 Desember]] 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. [[T. M. Hassan]], Mr. [[Sutan Mohammad Rasjid]], Kolonel Hidayat, Mr. [[Lukman Hakim]], Ir. [[Indracahya]], Ir. [[Mananti Sitompul]], [[Maryono Danubroto]], Direktur BNI Mr. [[A. Karim]], [[Rusli Rahim]] dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat Presiden Sukarno[[Soekarno]] belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:
* Mr. [[Syafruddin Prawiranegara]], Ketua PDRI/Menteri Pertahanan/ Menteri Penerangan/Menteri Luar Negeri ''ad interim''
* Mr. [[T. M. Hassan]], Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama,