Mendam Berahi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Surijeal (bicara | kontrib)
→‎Historiografi dan keaslian: Perkiraan oleh Yaapar tidak dapat dipertanggungjawabkan, ia tidak berdasar apapun.
Baris 56:
Catatan mengenai kapal ini hanya terdapat dalam [[Hikayat Hang Tuah]], catatan Melayu lain seperti [[Sejarah Melayu]] tidak mencatatnya.<ref name=":0">Manguin, Pierre-Yves (2012). Lancaran, Ghurab and Ghali. In G. Wade & L. Tana (Eds.), ''Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past'' (pp. 146-182). Singapore: ISEAS Publishing.</ref>{{Rp|166}} Malah catatan Portugis tidak mencatat Mendam Berahi, meskipun rujukan kepada satu kapal besar dapat dilihat dalam [[Suma Oriental]] karya [[Tome Pires|Tomé Pires]], di mana beliau menyebut tentang "flagship" (kapal utama) Melaka yang membawa banyak [[bombard]]. Kapal ini, bagaimanapun, tidak mesti Mendam Berahi, bisa jadi ia adalah kapal lain.<ref>{{Cite book|url=https://archive.org/details/McGillLibrary-136388-15666/page/n41/mode/2up?q|title=The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515 volume II|last=Cortesão|first=Armando|publisher=The Hakluyt Society|year=1944|isbn=|location=London}} {{PD-notice}}</ref>{{Rp|255-256}}<ref group="Catatan">Kesultanan Melaka memiliki kapal lain yang bernama ''Kota Segara'' (berarti benteng lautan), yang dibangun setelah ''Mendam Berahi'' kembali dari Majapahit dan digunakan mengantar rombongan kerajaan Melaka untuk menikahi putri Majapahit. Kapal ini dirancang dengan desain khusus untuk dapat membawa beberapa meriam. Lihat Schap (2010), h. 126–127 dan Salleh (2013), h. 264–265.</ref> Hikayat Hang Tuah mencatat bahwa kisah Hang Tuah berada dalam garis waktu yang sama dengan Raden Inu dari [[Kerajaan Janggala]] (1042–1135) dan menyebut bahwa Sultan Melaka ingin menikah dengan Raden Galuh Cendera Kirana. Kisah ini sejatinya diadaptasi dari [[cerita Panji]] Jawa, dan cerita Hikayat Hang Tuah dapat disimpulkan mitos belaka.{{sfn|Schap|2010|p=44, 64}}{{sfn|Salleh|2013|p=121}}{{sfn|Adam|2016|p=88, 150, 179}}
 
Karena Mendam Berahi merupakan kapal yang cukup besar, ia sering dijadikan bukti keahlian orang Melayu dalam pembuatan kapal oleh sarjana dan politisi [[Malaysia]] modern.<ref>{{sfnCite journal|last=Yaapar|first=Md. Salleh|date=2019|ptitle=Malay Navigation and Maritime Trade: A Journey Through Anthropology and History|url=|journal=IIUM Journal of Religion and Civilisational Studies|volume=2|pages=53-72|via=}}</ref>{{Rp|61}} Namun, pengecekan terhadap bukti yang ada menunjukkan bahwa anggapan itu salah: Kapal ini adalah kapal fiksi, dan kapal-kapal besar Nusantara tidak dibangun oleh orang Melayu atau Kesultanan Melaka. Melaka hanya memproduksi kapal kecil, bukan kapal besar. Industri pembuatan kapal besar tidak ada di Melaka. Orang-orang Melaka membeli kapal besar ([[Djong (kapal)|jong]]) dari daerah lain di Nusantara, yakni dari Jawa dan Pegu, mereka tidak memproduksinya.{{sfn|Halimi|1999|p=224}}<ref name=":3" /><ref name=":1" />{{Rp|150-154}}
 
Hikayat Hang Tuah dikarang setelah abad ke-17, lebih dari 100 tahun setelah kejatuhan Melaka.{{sfn|Salleh|2013|p=17, 39}} Meskipun Hikayat Hang Tuah mengisahkan cerita berlatar kesultanan Melaka (1400–1511), ia sebenarnya merefleksikan kejadian yang terjadi pada [[kesultanan Johor]] pada abad ke-17, lebih rincinya berdasar pada masa keemasan Johor pada 1640-an hingga 1670-an. Tokoh utamanya, Hang Tuah, adalah tokoh fiktif, namun sebagian kisahnya ditulis berdasarkan kisah nyata Laksamana Abd al-Jamil dari Johor.<ref>{{Cite journal|last=Braginsky|first=V.I.|date=1990|title=Hikayat Hang Tuah; Malay epic and muslim mirror; Some considerations on its date, meaning and structure|url=http://dx.doi.org/10.1163/22134379-90003207|journal=Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia|volume=146|issue=4|pages=399–412|doi=10.1163/22134379-90003207|issn=0006-2294}}</ref> Kisah pelayaran utusan Melaka ke Rum (Turki Usmani) untuk membeli meriam jelas tidak pernah terjadi, ia sebenarnya didasarkan pada beberapa pengiriman duta-duta Aceh ke Turki Ustmani pada abad ke-16.<ref>{{Cite journal|last=Braginsky|first=Vladimir|date=2012-12-08|title=Co-opting the Rival Ca(n)non the Turkish Episode of Hikayat Hang Tuah|url=https://www.academia.edu/en/70569424/Co_Opting_the_Rival_Ca_N_Non_The_Turkish|journal=Malay Literature|volume=25|issue=2|pages=229–260|doi=10.37052/ml.25(2)no5|issn=0128-1186}}</ref>
 
== Deskripsi ==
Kapal ''Mendam Berahi'' panjangnya 60 ''[[gaz]]'' (180 kaki atau 54,9 m)<ref group="Catatan">1 ''gaz'' Melayu sama dengan 33–35 inci atau 3 kaki. Lihat {{cite dictionary|title=gaz|url=http://prpm.dbp.gov.my/Cari1?keyword=gaz|dictionary=Kamus Dewan|publisher=Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia|date=2017|edition=ke-4|page=383}}</ref> dan lebar 6 [[depa]] (36 kaki atau 11 m).<ref>Musa, Hashim (2019). ''[http://eprints.um.edu.my/23029/1/Conference%20paper%20-%20Hashim%20Musa.pdf Teknologi perkapalan Melayu tradisional: Jong dan Ghali meredah tujuh lautan].'' Dalam: Persidangan Antarabangsa Manuskrip Melayu 2019, 15-17 Oktober 2019, Auditorium, Pepustakaan Negara Malaysia. m/s. 18.</ref> Menurut kajian Rohaidah Kamaruddin, penukaran satuan yang disebutkan dalam manuskrip Melayu lama akan menghasilkan panjang 50,292 m dan lebar 10,9728 m.<ref name=":2" /> Menurut Irawan Djoko Nugroho, panjangnya ialah 50 m dan lebarnya 12 meter,<ref name=":1">{{Cite book|title=Majapahit Peradaban Maritim|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|publisher=Suluh Nuswantara Bakti|year=2011|isbn=978-602-9346-00-8}}</ref>{{Rp|298}} manakala Pierre-Yves Manguin memperkirakan 67 m panjang dan 11 m lebar, dengan rasio panjang dan lebar yang biasa terdapat di kapal galai yaitu kira-kira 7:1.<ref name=":0" />{{Rp|166}} Kapal ini dipersenjatai dengan 7 buah meriam.<ref>''[[Hikayat Hang Tuah]]'', VIII: 165. Transkripsi: ''Maka Mendam Berahi pun di-suroh dayong ka-laut. Maka Laksamana memasang meriam tujoh kali. Maka kenaikan pun belayar lalu menarek layar''.</ref><ref name=":1" />{{rp|299}}<ref>{{Cite book|title=The Epic of Hang Tuah|last=Robson-McKillop|first=Rosemary|publisher=ITBM|year=2010|url=https://books.google.co.id/books?id=vEQ5ZxXv73kC&q=mendam+berahi&redir_esc=y#v=snippet&q=mendam%20berahi&f=false|isbn=9789830687100|location=|pages=}}</ref>{{Rp|180}} Menurut Md. Salleh Yaapar, ghali ini memiliki 3 tiang, 100 dayung dan dapat membawa 400 orang,<ref>{{Cite journal|last=Yaapar|first=Md. Salleh|date=2019|title=Malay Navigation and Maritime Trade: A Journey Through Anthropology and History|url=|journal=IIUM Journal of Religion and Civilisational Studies|volume=2|pages=53-72|via=}}</ref>{{Rp|61}} namun keterangan ini hanyalah perkiraan, ia tidak dijumpai pada manuskrip Hikayat Hang Tuah yang ada.<ref>Sebagai pembanding, keterangan mengenai kapal tersebut dapat dibaca pada Salleh, 2013: 226-227 dan Schap, 2010: 105.</ref>
 
Kapal ini dibuat dengan kerangka yang kuat, dindingnya dibuat sangat indah dengan diberi lis (bingkai) dari kayu, dan ditutupi oleh kain beledu berwarna kuning, merah, dan hijau.{{sfn|Salleh|2013|p=226}} Atapnya (kemungkinan disini bermaksud atap dari kabin belakangnya) terbuat dari kaca kuning dan merah, dengan beberapa pola yang menggambarkan awan dan petir. Hiasan lain pada kapal itu adalah kain kuning kerajaan dan sebuah kursi singgasana.{{sfn|Salleh|2013|p=227}}