Petruk: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tjmoel (bicara | kontrib)
k {{wikify}}
Maoneid (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{wikify}}
[[Berkas:Petruk.jpg|right|thumb|Petruk.]]
'''Petruk''' adalah [[punakawan]] (jawa) di pihak keturunan/trah witaradya. Petruk tidak disebutkan dalam kitab [[mahabarata]]. Jadi jelas bahwa kehadirannya dalam dunia pewayangan merupakan gubahan asli [[jawa]].
 
[[Dasanama]] :
 
* Dawala
Baris 10:
* Pentungpinanggul
 
Menurut [[pedalangan]] ia adalah anak pendeta raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang Pecrukpanyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya. Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Suksdadi daeri pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi sangat lama, berhantam, bergumul, tarik menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud asalnya yang tampan. Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh [[Smarasanta]] dan [[Bagong]] yang mengiring [[Batara Ismaya]]. Mereka diberi fatwa dan nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada Smara/Semar dan mengabdi kepada [[Sanghyang Ismaya]]. Demikianlah peristiwa tersebut diceritakan dalam lakon "Batara Ismaya Krama".
 
Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama :
Baris 28:
# Bagong: anak ketiga/bungsu
 
Petruk mempuyai isteri bernama [[Dewi Ambarawati]], putrid [[Prabu Ambarasraya]] raja [[Negara Pandansurat]] yang didapatnya melalui perang tanding. Para pelamarnya antara lain: Kalagumarang, Prabu Kalawahana raja raksasa di Guwaseluman.Petruk harus menghadapi mereka dengan perang tanding dan akhirnya ia dapat mengalahkan mereka dan keluar sebagai pemenang. Dewi Ambarawati kemudian diboyong ke Girisarangan dan Resi Pariknan yang memangku perkawinannya. Dalam perkawinan ini mereka mempunyai anak seorang priya dan diberi nama Lengkungkusuma.
 
Oleh karena Petruk merupakan tokoh pelawak/dagelan (jawa), kemudian oleh seorang dalang digubah suatu lakon khusus yang penuh dengan lelucon-leluon dan kemudian diikuti dalang-dalang lainnya, sehingga terdapat banyak sekali lakon-lakon yang menceritakan kisah-kisah Petruk yang menggelikan, antara lain: lakon ”Petruk Ilang Petele” menceritakan pada waktu Petruk kehilangan kapak/petel-nya. Didalam kisah ”Ambangan Candi Spataharga/Saptaraga”, Dewi Mustakaweni, putri dari negara Imantaka, berhasil mencuri pusaka kalimasada dengan jalan menyamar sebagai kerabat Pandawa (Gatotkaca), sehingga dengan mudah ia dapat membawa lari pusaka tersebut. Kalimasada kemudan menjadi bahan perebutan antara kedua negara itu. Di dalam kekeruhan dan kekacauan yang timbul tersebut, Petruk mengambil kesempatan menyembunyikan Kalimasada, sehingga karena kekuatan dan pengaruhnya yang ampuh, Petruk dapat menjadi raja menduduki singgasana kerajaan Lojitengara dan bergelar Prabu Welgeduwelbeh (Wel Edel Bey); sanggitan/gubahannya sangat penuh dengan kelucuan-kelucuan yang mengasyikan. Lakon ini meripakan sindiran/pasemon (jawa) betapa penjajah Belanda memerintah rakyat Indonesia pada jaman Mataram; dengan sekehendak hatinya mereka menguasai tanah, hasil bumi, hasil tambang, pajak-pajak, wanita dan jiwa rakyat semuanya untuk kepentingan dirinya (penjajah). Lakon ini terkenal dengan judul ”Petruk Dadi Ratu”. Prabu Welgeduwelbeh/Petruk dengan kesaktiannya dapat membuka rahasia Prabu Pandupragola, raja negara Tracanggribig, yang tiada lain adalah kakaknya sendiri , yaitu Nala Gareng. Dan sebaliknya Bagong-lah yang menurunkan Prabu Welgeduwelbeh dari tahta kerajaan Lojitengara dan badar/terbongkar rahasianya menjadi Petruk kembali. Kalimasada kemudian kembali kepada Pandawa.
 
Petruk dan panakawan yang lain: [[Semar]], [[Gareng]] dan [[Bagong]] selalu hidup di dalam suasan kerukunan sebagai satu keluarga. Bila tidak ada kepentingan yang istimewa, mereka tidak pernah berpisah satu sama lain.Mengenai panakawan, panakawan berarti ”kawan yang menyaksikan” atau pengiring. Saksi dianggap sah, apabila terdiri dari dua orang, yang terbaik apabila saksi tersebut terdiri dari orang-orang yang bukan sekeluarga. Sebagai saksi seseorang harus dekat dan mengetahui sesuatu yang harus disaksikannya. Di dalam pedalangan, saksi atau panakawan itu memang hanya terdiri dari dua orang, yaitu Semar dan Bagong bagi trah witaradya.
Sebelum Snghyang Ismaya menuksma (jawa)/menjelma dalam diri cucunya yang bernama Smarasanta/Smara, kecuali Semar/Smara dengan Bagong yang tercipta dari bayangannya, mereka kemudian mendapatkan Gareng/Bambang Sukskadi dan Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah Batara Ismaya manuksma kepada janggan Smarasanta menjadi Semar, maka Gareng dan Petruk tetap menggabungkan diri kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat mulai adanya panakawan yang terdiri dari empat orang dan kemudian mendapat sebutan dengan nana ”parepat/prepat”.