Borobudur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pidopram (bicara | kontrib)
Melakukan koreksi ejaan
Pidopram (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 175:
=== Borobudur diterlantarkan ===
[[Berkas:Borobudur Stupa Merapi.jpg|ka|jmpl|Meletusnya [[Gunung Merapi]] diduga sebagai penyebab utama diterlantarkannya Borobudur]]
Borobudur tersembunyi dan telantarterlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja [[Mpu Sindok]] memindahkan ibu kota kerajaan [[Medang]] ke kawasan [[Jawa Timur]] setelah serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini.<ref name="Soekmono4" /><ref name="Murwanto" /> Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh [[Mpu Prapanca]] dalam naskahnya ''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis pada masa kerajaan [[Majapahit]]. Ia menyebutkan adanya "Wihara di Budur". Selain itu Soekmono (1976) juga mengajukan pendapat populer bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan kepada Islam pada abad ke-15.<ref name="Soekmono4" />
 
Monumen ini tidak sepenuhnya dilupakan, melalui dongeng rakyat Borobudur beralih dari sebagai bukti kejayaan masa lampau menjadi kisah yang lebih bersifat tahayul yang dikaitkan dengan kesialan, kemalangan dan penderitaan. Dua Babad Jawa yang ditulis abad ke-18 menyebutkan nasib buruk yang dikaitkan dengan monumen ini. Menurut ''Babad Tanah Jawi'' (Sejarah Jawa), monumen ini merupakan faktor fatal bagi Mas Dana, pembangkang yang memberontak kepada Pakubuwono I, raja [[Kesultanan Mataram]] pada 1709.<ref name="Soekmono4"/> Disebutkan bahwa bukit "Redi Borobudur" dikepung dan para pemberontak dikalahkan dan dihukum mati oleh raja. Dalam ''Babad Mataram'' (Sejarah Kerajaan Mataram), monumen ini dikaitkan dengan kesialan putra mahkota [[Kesultanan Yogyakarta]] yang mengunjungi monumen ini pada 1757.<ref name="p5">Soekmono (1976), halaman 5.</ref> Meskipun terdapat tabu yang melarang orang untuk mengunjungi monumen ini, "Sang Pangeran datang mengunjungi'' satria yang terpenjara di dalam kurungan ''(arca buddha yang terdapat di dalam stupa berterawang)". Setelah kembali ke keraton, sang Pangeran jatuh sakit dan meninggal dunia sehari kemudian. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap ''wingit'' (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti [[demam berdarah]] atau [[malaria]].