Perang Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kanzcech (bicara | kontrib)
penangkapan dan pengasingan Diponegoro
Kanzcech (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 41:
 
=== Mulainya perang ===
Pada pertengahan bulan [[Mei]] [[1825]], Smissaert memutuskan untuk memperbaiki jalan-jalan kecil di sekitar Yogyakarta. Namun, pembangunan jalan yang awalnya dari [[Yogyakarta]] ke [[Magelang]] melewati [[Muntilan]] dibelokkan melewati pagar sebelah timur Tegalrejo. Pada salah satu sektor, patok-patok jalan yang dipasang orang-orang kepatihan melintasi makam leluhur Pangeran Diponegoro. Patih Danurejo tidak memberitahu keputusan Smissaert sehingga Diponegoro baru mengetahui setelahPemasangan patok-patok dipasang.menyebabkan Perseteruanketidaknyamanan terjadibagi antaraDiponegoro paradan petanimengganggu penggarap lahan dengan anak buah Patih Danurejo sehingga memuncak pada bulan Juli. Patokorang-patokorang yang telahbekerja dicabutdi kembalitanah dipasang sehingga Pangeran Diponegoro menyuruh mengganti patok-patok dengan tombak sebagai pernyataan perangmiliknya.<ref name{{Sfn|Carey|2017|p=carey/>292}}
 
Patih [[Danurejo IV (III)|Danurejo IV]] tidak memberitahu keputusan Smissaert sehingga Diponegoro baru mengetahui setelah patok-patok dipasang. Perseteruan terjadi antara para petani penggarap lahan dengan anak buah Patih Danurejo sehingga memuncak pada bulan Juli. Patok-patok yang telah dicabut kembali dipasang sehingga Pangeran Diponegoro menyuruh mengganti patok-patok dengan tombak sebagai pernyataan perang.<ref name="carey" /> Diponegoro lalu mengungsikan keluarga dan para pekerja yang lebih tua dan membekali mereka dengan uang dan barang barharga untuk membiayai perang. Diponegoro juga mulai membawa keris kesayangannya, Kiai Abijoyo.{{Sfn|Carey|2017|p=293}}
Pada hari Rabu, [[20 Juli]] [[1825]], pihak istana mengutus dua bupati keraton senior Raden Tumenggung Sindunegoro II dan Mas Ario Manduro yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo sebelum perang pecah, pasukan ini diperkuat dengan satu pasukan keraton gabungan Belanda dan Jawa berupa 50 pasukan berkuda (25 ''dragonder'' dari keraton dan 25 ''hussar'') serta 50 serdadu infanteri yang dibentuk oleh Asisten Residen Chevallier. Tampaknya, Chevallier berharap dapat memenjarakan Diponegoro maupun Mangkubumi dan dengan demikian dapat mengakhiri pergolakan yang siap pecah dengan kata lain mengakhiri Perang Jawa yang bahkan belum dimulai. Tibanya pasukan itu memicu perkelahian sengit, permukiman Pangeran jatuh ke tangan pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Chevallier dan Letnan Kavaleri Jean Nicolaas de Thierry, lalu langsung dibakar. Meskipun kediaman Diponegoro jatuh dan dibakar, pangeran dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos karena lebih mengenal medan di Tegalrejo. Mereka beranggapan pangeran berhasil lolos bersama sebagian besar pendukung mereka dengan mengambil jalan setapak sawah-sawah yang senantiasa berisi air, mereka dengan cepat mendahului pasukan yang mengejar. Selain itu pengerahan pasukan oleh pasukan gabungan ternyata telah diketahui oleh sang Pangeran karena telah diperingatkan sebelumnya oleh para pandai besi di Yogyakarta yang telah membantu memasang ladam kuda-kuda kavaleri dan persiapan senjata.<ref name=":0">{{Cite book|last=Carey|first=Peter|date=2022|title=Percakapan Dengan Diponegoro|location=Jakarta|publisher=KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)|pages=61|url-status=live}}</ref> Pelukis Belgia , Antoine Auguste Joseph Payen, menerima laporan lengkap tentang operasi mliter yang gagal itu dari kawan sekaligus teman sebangsanya dari Walloon (pasca-1830, Belgia) De Thierry:
 
Pada hari Rabu, [[20 Juli]] [[1825]], pihak istana mengutus dua bupati keraton senior Raden Tumenggung Sindunegoro II dan Mas Ario Manduro yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo sebelum perang pecah, pasukan ini diperkuat dengan satu pasukan keraton gabungan Belanda dan Jawa berupa 50 pasukan berkuda (25 ''dragonder'' dari keraton dan 25 ''hussar'') serta 50 serdadu infanteri yang dibentuk oleh Asisten Residen Chevallier. Tampaknya, Chevallier berharap dapat memenjarakan Diponegoro maupun Mangkubumi dan dengan demikian dapat mengakhiri pergolakan yang siap pecah dengan kata lain mengakhiri Perang Jawa yang bahkan belum dimulai.{{Sfn|Carey|2017|p=294}}
 
Pada hari Rabu, [[20 Juli]] [[1825]], pihak istana mengutus dua bupati keraton senior Raden Tumenggung Sindunegoro II dan Mas Ario Manduro yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo sebelum perang pecah, pasukan ini diperkuat dengan satu pasukan keraton gabungan Belanda dan Jawa berupa 50 pasukan berkuda (25 ''dragonder'' dari keraton dan 25 ''hussar'') serta 50 serdadu infanteri yang dibentuk oleh Asisten Residen Chevallier. Tampaknya, Chevallier berharap dapat memenjarakan Diponegoro maupun Mangkubumi dan dengan demikian dapat mengakhiri pergolakan yang siap pecah dengan kata lain mengakhiri Perang Jawa yang bahkan belum dimulai. Tibanya pasukan itu memicu perkelahian sengit, permukiman Pangeran jatuh ke tangan pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Chevallier dan Letnan Kavaleri Jean Nicolaas de Thierry, lalu langsung dibakar. Meskipun kediaman Diponegoro jatuh dan dibakar, pangeran dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos karena lebih mengenal medan di Tegalrejo. Mereka beranggapan pangeran berhasil lolos bersama sebagian besar pendukung mereka dengan mengambil jalan setapak sawah-sawah yang senantiasa berisi air, mereka dengan cepat mendahului pasukan yang mengejar. Selain itu pengerahan pasukan oleh pasukan gabungan ternyata telah diketahui oleh sang Pangeran karena telah diperingatkan sebelumnya oleh para pandai besi di Yogyakarta yang telah membantu memasang ladam kuda-kuda kavaleri dan persiapan senjata.<ref name=":0">{{Cite book|last=Carey|first=Peter|date=2022|title=Percakapan Dengan Diponegoro|location=Jakarta|publisher=KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)|pages=61|url-status=live}}</ref> Pelukis Belgia , Antoine Auguste Joseph Payen, menerima laporan lengkap tentang operasi mliter yang gagal itu dari kawan sekaligus teman sebangsanya dari Walloon (pasca-1830, Belgia) De Thierry:
{{Cquote
|Dengan kavaleri di satu sisi dan bergerak mengitari desa yang mencakup pemukiman Tegalrejo. Mereka dapat melihat para pemberontak mundur pelan-pelan melewati sawah-sawah. Pangeran Diponegoro berada tidak jauh menunggang seekor kuda hitam gagah (Kiai Gitayu) dengan perlengkapan sangat bagus. Dia berpakaian putih seluruhnya gaya Arab. Ujung serbannya melambai diterpa angin selagi dia membuat kudanya berjingkrak. Tali kekang diikatkan ke sabuknya, dia tampak bagai menari-nari tandak di tengah pasukan kawalnya yang menyandang tombak.}}