Wayang Menak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambahkan referensi utama
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Menambah referensi penting
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 17:
 
== Asal Cerita Menak ==
Cerita Menak disadur dari kepustakaan [[Persia]], judulnya [[Qissai Emr Hamza]]. Kitab ini dibuat pada zaman pemerintahan Sultan [[Harun Ar-Rasyid|Harun Al-Rasyid]] (766 – 809). Sebelum sampai pada saduran bahasa Jawanya, kitab ini lebih dulu dikenal dalam kesusastraan Melayu, dengan judul [[Hikayat Amir Hamzah]]. VersiWali bahasa JawanyaSongo, isikhususnya kitab[[Sunan ituGiri]] sudahdan berbaur[[Sunan denganBonang]] cerita-ceritapunya Panjiperan besar dalam menyusun Serat Menak versi Jawa.
 
Secara populer, Serat Menak sudah beredar di [[Jawa|Pulau Jawa]] sejak abad ke- 17 M. Pada awal abad ke-17 M, terdapat naskah Menak (Jawa) dalam bentuk lontar sebanyak 119 lembar. Pada 1627 M, Andrew James menyerahkan naskah lontar itu ke [[Bodleian Library]]. Artinya, sekitar satu abad sebelum Para Pujangga Surakarta menulisnya, Serat Menak sastra Amir Hamzah telah masuk dan beredar luas di Jawa (Ricklefs & Voohoeve, 1977:43, dikutip Sedyawati dkk, 2001:319).
Serat Menak gubahan pujangga besar Surakarta, [[Yasadipura I]] (1729 – 1802) dari Surakarta, sebenarnya bukan hanya berupa penerjemahan dari [[Bahasa Persia|bahasa Arab Parsi]] ke [[bahasa Jawa]], juga mengubah filsafat cerita itu sehingga lebih mudah dicerna oleh ma-syarakat Jawa. Lagi pula Yasadipura I bukan mener-jemahkannya langsung dari [[bahasa Melayu]] aslinya — melainkan menggubah kembali dari Kitab Menak hasil terjemahan pujangga sebelumnya, yakni dari zaman Kartasura. Pujangga penerjemah aslinya, tidak tercatat namanya.
 
Pada periode-periode berikutnya, Serat Menak mengalami bermacam modifikasi. Serat Menak gubahan pujangga besar Surakarta, [[Yasadipura I]] (1729 – 1802) dari Surakarta, sebenarnya bukan hanya berupa penerjemahan dari [[Bahasa Persia|bahasa Arab Parsi]] ke [[bahasa Jawa]], juga mengubah filsafat cerita itu sehingga lebih mudah dicerna oleh ma-syarakat Jawa. Lagi pula Yasadipura I bukan mener-jemahkannya langsung dari [[bahasa Melayu]] aslinya — melainkan menggubah kembali dari Kitab Menak hasil terjemahan pujangga sebelumnya, yakni dari zaman Kartasura. Pujangga penerjemah aslinya, tidak tercatat namanya.
 
Serat Menak Kartasura masih dekat sekali dengan Hikayat Amir Hamzah. Karya itu berbahasa Melayu yang ditengarai masih adanya kata-kata Melayu, di antaranya temen sira nora kasih, tumpesen donemu (=olehmu), sang nata dhateng turut dan Ambyah kang dipun beri (Poerbatjaraka, 1940:2). Naskah Menak Kartasura dikelola oleh Perpustakaan Nasional RI, dengan nomor koleksi BG 613, ditulis pada dluwang ukuran 24×35 cm sebanyak 1.188 halaman, dalam bentuk tembang dan aksara Jawa corak keraton pada masa itu (Poerbatjaraka, 1940:9).