Sriwijaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 85:
[[File:Srivijayan Expansion.gif|thumb|250px|Peta wilayah kekuasaan kadatuan Sriwijaya, bermula di [[Minanga|Minang]] pada tahun 600-an, kemudian meluas ke sebagian besar wilayah [[Sumatra]] lainya, kemudian melakukan ekspansi hingga wilayah [[Jawa]], [[Kepulauan Riau]], [[Bangka Belitung]], [[Singapura]], [[Semenanjung Kra]] (berpusat di [[Thailand Selatan]]), [[Kamboja]], [[Vietnam Selatan]], [[Kalimantan]], [[Sarawak]], [[Brunei]], [[Sabah]], dan berakhir sebagai entitas baru yakni [[Kerajaan Melayu]] di [[Jambi]] pada abad ke-13.]]
Kedatuan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan [[I Tsing]] yang tinggal di sana selama 6 bulan saat belajar tata bahasa [[Bahasa Sanskerta|Sansekerta]] atau ''[[Sastra Sanskerta|Sabdavidya]]''. Dari [[prasasti Kedukan Bukit]] pada tanggal 23 April 682 Masehi diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan [[Sri Jayanasa|Dapunta Hyang]]. Dia berangkat melakukan ''manalap{{efn|Manalap diperkirakan merupakan kata "mangalap" yang merupakan turunan dari kata alap "mengambil", yang ada dalam bahasa [[Jawa Kuna]] dan Bahasa Sunda yang memiliki makna pergi mengambil, mencari, mendapatkan".<ref>|reference={{Cite book|last=John|first=Guy|date=2014-04-07|url=https://books.google.co.id/books?id=vO_-AgAAQBAJ&pg=PA31&dq=671+Yijing+six+month&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjHyO7xk5-HAxVC4zgGHfEzCAcQ6AF6BAgJEAI|title=Lost Kingdoms: Hindu-Buddhist Sculpture of Early Southeast Asia|publisher=Metropolitan Museum of Art|isbn=978-1-58839-524-5|pages=31|language=en|url-status=live}}</ref>}}'' ''siddhayatra'' {{Efn|Menurut Coedès, ''siddhayatra'' merujuk kepada "ramuan ajaib". Sebuah terjemahan alternatif: [[Petrus Josephus Zoetmulder|Zoetmulder]]'s ''Kamus Jawa Kuno'' (1995) menerjemahkan istilah ini sebagai "perjalanan yang makmur".}}menggunakan perahu. Dia memimpin 20.000 tentara dan 312 orang di kapal dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan menuju [[Jambi]] dan [[Palembang]].
 
 
Menurut Coedès, ''siddhayatra'' merujuk kepada "ramuan ajaib". Sebuah terjemahan alternatif: [[Petrus Josephus Zoetmulder|Zoetmulder]]'s ''Kamus Jawa Kuno'' (1995) menerjemahkan istilah ini sebagai "perjalanan yang makmur".}}''<ref>{{Cite book|last=Cœdès|first=George|last2=Damais|first2=Louis-Charles|date=1989|url=https://books.google.co.id/books/about/Kedatuan_Sriwijaya.html?id=BnEyAAAAIAAJ&redir_esc=y|title=Kedatuan Sriwijaya: penelitian tentang Sriwijaya|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=978-979-8041-12-9|pages=95|language=id|url-status=live}}</ref> ''siddhayatra'' menggunakan perahu. Dia memimpin 20.000 tentara dan 312 orang di kapal dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan menuju [[Jambi]] dan [[Palembang]].
 
There are many compounds with siddha, 'successful, perfect' etc., such as Siddhayoga, the name of a sanctuary mentioned in the Muncang inscription of king Sindok dated A.D. 944 (O.J.O. LI, lines A-12, A-23, A-28 etc.), but the most curious and often discussed compound siddha- yatra occurs in the old Malay inscription of Kědukan Bukit (A.D. 683), where Coedès (1930: 34 and 59), following Huber (1919: 299-301), trans- lated the term as 'puissance magique'. Chhabra (1965: 24-6) compared a number of occurrences of the term in Sanskrit texts and concluded that the term means an accomplished or successful journey. It is therefore likely that siddhayātra indicates some kind of ceremony carried out to ensure a successful and safe journey. The most satisfactory explanation is probably that offered by Van Ronkel (1924: 19 ff.), who compared Arabic barakat and translated siddhayātra by 'blessing'.