Tuanku Imam Bonjol: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot melakukan perubahan kosmetika
VoteITP (bicara | kontrib)
k merapikan
Baris 15:
|religion = [[Islam]]
}}
'''Tuanku Imam Bonjol''' (lahir di [[Bonjol, Pasaman|Bonjol]], [[Kabupaten Pasaman|Pasaman]], [[Sumatra Barat]] [[1772]] - wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di [[Lotak]], Pineleng, [[Kabupaten Minahasa|Minahasa]], [[6 November]] [[1864]]), adalah salah seorang [[ulama]], pemimpin dan pejuang yang berperang melawan [[Belanda]], dalam peperangan ituyang dikenal dengan nama [[Perang Padri]] di tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal [[6 November]] [[1973 ]]<ref>[http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/i/imam-bonjol/index.shtml/ Tokoh Indonesia]</ref>.
 
== Nama dan gelar ==
Baris 22:
== Riwayat perjuangan ==
{{utama|Perang Padri}}
Tak dapat dimungkiri, [[Perang Padri]] meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 2018 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berbunuhanberperang adalah sesama orang [[suku Minangkabau|Minang]] dan [[suku Mandailing|Mandailing]] atau [[suku Batak|Batak]] umumnya.
 
Pada awalnya timbulnya peperangan ini didasari keinginan dikalangan pemimpin ulama di [[Kerajaan Pagaruyung]] untuk menerapkan dan menjalan syariat Islam sesuai dengan [[Mazhab Wahabi]] yang waktu itu berkembang di tanah Arab ([[Arab Saudi]] sekarang). Kemudian pemimpin ulama yang tergabung dalam ''Harimau nan Salapan'' meminta [[Tuanku Lintau]] untuk mengajak Raja Pagaruyung [[Sultan Muning Alamsyah]] beserta [[Kaum Adat]] untuk meninggalkan beberapa kebiasaan yang tidak sesuai dengan Islam.
Baris 28:
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara [[Kaum Padri]] (penamaan bagi kaum ulama) dengan ''Kaum Adat''. Seiring itu dibeberapa [[nagari]] dalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak, dan sampai akhirnya ''Kaum Padri'' dibawah pimpinan [[Tuanku Pasaman]] menyerang [[Pagaruyung, Tanjung Emas, Tanah Datar|Pagaruyung]] pada tahun 1815, dan pecah pertempuran di [[Koto Tangah, Tanjung Emas, Tanah Datar|Koto Tangah]] dekat [[Batu Sangkar]]. [[Sultan Muning Alamsyah]] terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.
 
Pada [[21 Februari]] [[1821]], kaum Adat secara resmi menyerahkanbekerja wilayahsama dengan pemerintah [[darekHindia-Belanda]] (pedalamanberperang Minangkabau)melawan kepadakaum [[Belanda]]Padri dalam perjanjian yang ditekenditandatangani di Padang, sebagai kompensasi kepada [[Belanda]] yangmendapat bersediahak membantuakses melawandan kaumpenguasaan Padriatas wilayah darek (pedalaman Minangkabau)<ref>G. Kepper, (1900), ''Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900'', M.M. Cuvee, Den Haag.</ref>. Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga Dinasti [[Kerajaan Pagaruyung]] di bawah pimpinan [[Bagagarsyah dari Pagaruyung|Sultan Tangkal Alam Bagagar]] yang selamatsudah dariberada pembunuhandi oleh[[kota pasukanPadang|Padang]] Padriwaktu itu.
 
Campur tangan [[Belanda]] dalam perang itu ditandai dengan penyerangan [[Simawang, Rambatan, Tanah Datar|Simawang]] dan [[Sulit Air, X Koto Diatas, Solok|Sulit Air]] oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di [[Padang]]. Dalam hal ini ''Kompeni'' melibatkan diri dalam perang karena "diundang" oleh kaum Adat.