Sejarah homoseksualitas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 33:
 
Di [[Thailand]], [[Kathoey]], atau "ladyboy," telah menjadi corak masyarakat Thailand selama berabad-abad, dan raja-raja Thailand memiliki pasangan baik laki-laki maupun perempuan. Meski kathoey meliputi kebancian atau kekedian, tapi secara umum keberadaan mereka diterima dalam [[budaya Thailand]] sebagai [[gender ketiga]]. Mereka umumnya diterima oleh masyarakat, dan negara tidak pernah memiliki hukum yang melarang homoseksualitas atau perilaku homoseksual.
 
== Eropa ==
[[Berkas:Warren Cup BM GR 1999.4-26.1 n1.jpg|thumb|Laki-laki Romawi berhubungan seks dengan seorang muda (kemungkinan budak) pada pertengahan abad ke-1. Pialad itemukan di Bittir, dekat [[Yerusalem]]]]
Dokumen pertama dari Barat (dalam bentuk karya sastra, obyek seni, dan [[mitologi Yunani|materi mitografik]]) yang menceritakan hubungan sesama jenis, berasal dari [[Yunani Kuno]].
 
Dalam dokumen-dokumen tersebut, homoseksualitas laki-laki digambarkan dalam sebuah dunia tempat hubungan dengan perempuan dan dengan para pemuda adalah fondasi penting kehidupan cinta seorang laki-laki. Hubungan sesama jenis dipandang sebagai bangunan institusi sosial yang berbeda dari waktu ke waktu dan antara satu kota dengan yang lainnya. Praktik formal homoseksualitas, seringkali berupa hubungan erotis (juga seringkali ditekan) antara laki-laki dewasa dan remaja lajang. Praktik ini dinilai atas keuntungan pedagogisnya dan sebagai alat kontrol populasi, meski kadang-kadang disalahkan karena menyebabkan gangguan. [[Plato]] sempat memuji manfaat hubungan homoseksual dalam tulisan-tulisan awalnya<ref name=plato1>[[Plato]], Phaedrus dalam ''[[Symposium]]''</ref> tetapi dalam karya-karya terakhirnya, ia mengusulkan pelarangan terhadap praktik hubungan homoseksual.<ref name=plato2>Plato, Laws, 636D & 835E</ref> Dalam Simposium (182B-D), Plato menyamakan penerimaan homoseksualitas dengan demokrasi, dan penindasan terhadapnya dengan despotisme, "..homoseksualitas seperti halnya filsafat dipandang sebagai aib yang memalukan bagi kaum barbar di bawah pemerintahannya yang lalim, karena tampaknya bukan merupakan kepentingan bagi beberapa penguasa pemerintahan untuk memiliki pemikiran besar yang diangkat dalam bidang-bidang mereka (hal-hal yang mereka pelajari mereka), atau pada persahabatan yang kuat atau pernikahan sipil, seperti kebanyakan cenderung dilakukan oleh kaum homoseksual ".<ref name=boswell1/> Dalam karyanya ''Politik'', [[Aristoteles]] menolak ide-ide Plato tentang penghapusan homoseksualitas (2,4); Ia menjelaskan bahwa kaum barbar seperti bangsa [[Keltik]] menempatkan kalangan homoseksual secara terhormat (2.6.6), sedangkan bangsa [[Kreta]] menggunakan homoseksualitas sebagai alat untuk mengatur populasi (2.7.5).<ref name=boswell1/>
 
== Catatan kaki ==