Perang Diponegoro: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan teks pertama (oleh 180.246.25.150) setelah revisi 6544082 oleh Fransisko Anggriawan |
|||
Baris 38:
[[Berkas:Mataram Baru 1830.png|thumb|Peta Mataram Baru setelah Perang Diponegoro pada tahun 1830]]
[[Berkas:Sentot, opperbevelhebber der rebellen.jpg|thumb|right|220px|Alibasah Sentot ]]
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan [[infantri]], [[kavaleri]] dan [[artileri]] (yang sejak [[perang Napoleon]] menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal) di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan [[kota]] dan [[desa]] di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur [[
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan [[hujan|penghujan]]; para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam sebagai "senjata" tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha-usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit [[malaria]], [[disentri]], dan sebagainya merupakan "musuh yang tak tampak", melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan [[provokator]] mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando Pangeran Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
|