Kyokushin kaikan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (12)
Baris 18:
== Sejarah ==
=== Asal mula ===
Masutatsu Oyama, pendiri aliran Kyokushin, lahir sebagai seorang [[Korea]] yang bernama Choi Hyung Yee. Sewaktu kecil di Korea, beliaudia mempelajari seni bela diri Korea yang bernama ''[[Chabee]]''. ''Chabee'' mendapat pengaruh dari seni bela diri [[Tiongkok]] "Seni 18 Telapak Tangan" yang dikembangkan lebih lanjut oleh orang Korea menjadi ''Chabee''. Sejak kecil, Choi Hyung Yee bukanlah seorang anak yang diam saja dan bersabar kalau diganggu. Ia sering terlibat dalam perkelahian, apalagi bila ia atau teman-temannya diganggu. Kepribadian yang agresif inilah yang ia wariskan ke Kyokushin menjadi sebuah aliran yang menekankan ''offense'', dan pentingnya menjatuhkan lawan secepat mungkin.
 
Pada masa [[Perang Dunia 2]], Choi Hyung Yee pindah ke [[Jepang]] dan mendaftarkan diri sebagai mekanik pesawat tempur. Di Jepang, ia tinggal bersama keluarga perantuan dari Korea dan mengadopsi nama keluarga mereka, Oyama. Pada saat itu banyak orang perantauan yang mengadopsi nama Jepang agar mudah berbaur dan diterima masyarakat Jepang. Setelah perang usai pada tahun [[1945]], beliaudia mempelajari karate [[Shotokan]] dari guru besar [[Gichin Funakoshi]]. Pada saat yang bersamaan, beliaudia bertemu dengan sesama perantauan dari Korea bernama So Nei Chu. So Nei Chu mewarisi Goju-Ryu dari Gogen Yamaguchi, dan Mas Oyama mempelajari Goju-Ryu dari So Nei Chu.
 
Sewaktu di Jepang, kepribadian yang agresif dan tidak mau kalah masih melekat kuat pada diri Oyama muda. Di Tokyo, ia sering terlibat perkelahian dengan para gangster Jepang maupun tentara Amerika yang bertugas di Jepang. Ia pernah secara tidak sengaja membunuh seorang gangster Jepang yang terkenal ahli menggunakan pisau (Akhirnya beliaudia dibebaskan dari tahanan dengan alasan membela diri). Oyama juga dijuluki "Superman dari Timur" oleh masyarakat setempat karena sering membela orang-orang lokal dari tentara Amerika yang berbuat onar. Setelah beberapa saat, Tokyo menjadi tidak aman lagi bagi Mas Oyama, karena beliaudia dicari oleh banyak pihak yang ingin membalas perbuatannya. Atas saran So Nei Chu, Mas Oyama akhirnya mengasingkan diri ke sebuah gunung untuk merenungkan tujuan hidupnya.
 
Selama dalam pengasingan, beliaudia hidup sebagai layaknya seorang ''Yamabushi'' (Prajurit Biksu). Menghadapi kerasnya tempaan alam, ia banyak mendapat inspirasi dari kisah hidup Miyamoto Musashi, seorang ahli pedang tersohor di Jepang. Setiap hari beliaudia berlatih mendalami ilmu bela diri serta bermeditasi untuk merenungkan hidupnya. Setelah beberapa saat, beliaudia merasa latihan di gunung sudah cukup dan memutuskan untuk turun ke kota.
 
Mas Oyama mengikuti kejuaraan karate dan menjadi juara. Akan tetapi, ia masih merasa kecewa dengan kemampuan yang dimilikinya. Merasa masih belum mampu menerapkan apa yang telah dipelajarinya pada pertarungan yang sesungguhnya, Mas Oyama mencukur habis rambutnya dan sekali lagi naik ke gunung untuk berlatih.
 
Setelah lebih dari setahun di gunung, Mas Oyama akhirnya turun untuk menguji hasil dari latihannya. Di sebuah desa, ada seekor banteng yang akan dijagal. Ia meminta izin untuk menjatuhkan banteng tersebut dengan tangan kosongnya. Akan tetapi, beliaudia gagal pada usaha pertamanya. Setelah dipukul, banteng tersebut marah dan mengobrak-abrik kerumunan orang-orang di sekitarnya. Mas Oyama tidak menyerah. Ia berhari-hari mempelajari banteng-banteng tersebut. Setelah itu, beliaudia mencobanya lagi. Banteng tersebut jatuh dengan sekali pukul ke arah kepalanya. Berita tentang seorang karateka menjatuhan banteng dengan kepalan tangannya menyebar dengan cepat. Selain itu, beliaudia juga mengadakan perjalanan keliling Asia Tenggara mengadakan demo dan menantang banyak aliran di dalam maupun luar Jepang. Hal ini menimbulkan banyak sensasi dan memopulerkan Karate di dunia internasional.
 
Dengan modal ketenaran inilah, Mas Oyama lalu mendirikan sebuah dojo karate di Tokyo. Karate di dojo ini menekankan pentingnya latihan ''full-contact'' kumite (latih-tanding tanpa pelindung). Menurutnya, ''full contact'' kumite merupakan hal yang penting untuk mengasah semangat dan ketrampilan berkelahi. Hal ini sempat menimbulkan ketegangan dengan tetua-tetua dari aliran karate lain yang berpendapat bahwa praktek aplikasi karate secara langsung itu berbahaya dan tidak perlu.
Baris 34:
Puncak ketegangan ini muncul pada tahun 1960-an. Pada waktu itu, petinju Muay Thai menyatakan bahwa [[Thai Boxing]] adalah seni bela diri yang terkuat, dan ia telah mengalahkan banyak wakil aliran bela diri, termasuk karate Jepang (Pada waktu itu, karate sedang populer di dunia internasional, dan petinju Muay Thai ini ingin memanfaatkan kesempatan untuk mencari nama). Petinju Muay Thai tersebut meminta wakil resmi dari Jepang untuk menjawab tantangannya. Sikap resmi dari aliran-aliran Karate di Jepang adalah untuk tidak melayani tantangan tersebut, karena ''tujuan dari Karate adalah untuk membina mental dan salah satu dari perwujudan penempaan mental tersebut adalah untuk menghindarkan dari perkelahian yang tidak perlu''. Akan tetapi, Mas Oyama berpendapat bahwa "Karate memang bukan untuk mencari masalah. Tetapi apabila masalah itu datang dengan sendirinya, lari dari masalah adalah tindakan pengecut". Ia mengirim 3 murid terbaiknya ke Thailand untuk bertanding dengan aturan Muay Thai. Dua dari tiga muridnya tersebut menang dan mereka kembali ke Jepang dielu-elukan sebagai pahlawan yang mengangkat harga diri Jepang. Hal ini menambah ketegangan antara aliran Oyama ini dengan aliran-aliran Karate yang lain, sehingga banyak aliran lain yang menjuluki aliran Oyama sebagai "bukan Karate" dan "ilmunya para berandalan".
 
Mas Oyama tidak ambil pusing atas tanggapan tersebut. Ia secara resmi mendirikan ''Kyokushin'' yang berarti ''kebenaran tertinggi'' yang beliaudia yakini sebagaimana Karate seharusnya diajarkan dan dipelajari. Ia mengadakan turnamen-turnamennya sendiri merespon dilarangnya Kyokushin mengikuti pertandingan-pertandingan Karate. Meski di-'anak-tiri'-kan, Kyokushin berkembang pesat di dalam maupun di luar Jepang, terutama karena beberapa generasi pertama Kyokushin banyak menantang berbagai aliran bela diri di Asia maupun di negara-negara Barat.
 
=== 1964 hingga 1994 ===
Baris 110:
Kumite (''sparring'') digunakan untuk melatih aplikasi berbagai gerakan dalam situasi pertarungan yang sesungguhnya. Kumite merupakan bagian penting dalam latihan Kyokushin, terutama bagi mereka yang sudah bertingkat tinggi.
 
Dalam kyokushin, baik pembina maupun warga (murid) harus melakukan kumite dengan keras agar mereka siap menghadapi pertarungan yang sesungguhnya. Tidak seperti jenis karate lain pada umumnya, Kyokushin menekankan pentingnya latihan full contact, tanpa menggunakan sarung tangan, pelindung badan, atau pelindung kepala (kecuali pelindung kemaluan bagi laki-laki). Beberapa perguruan mewajibkan penggunaan pelindung untuk warga yang masih berumur belia (kecil).
 
Dahulu, kumite dalam Kyokushin benar-benar dibuat menyerupai pertarungan nyata, serangan ke kepala boleh dilakukan baik dengan pukulan maupun tendangan. Namun ternyata hal ini membuat banyak murid cedera, disebabkan terutama akibat diperbolehkannya pukulan ke arah kepala. Akhirnya sekarang baik pada kumite maupun kejuaraan, pukulan ke arah muka dilarang, namun tendangan dan serangan lutut ke kepala dan leher tetap diperbolehkan.