Maskulinitas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Muhammad Afif (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Muhammad Afif (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 16:
Sejarah perkembangan peran gender ini seringkali menjadi masalah yang ditangani oleh ahli genetika, [[psikologi evolusioner]], ekologi manusia, [[antropologi]] dan sosiologi. Dalam setiap budaya manusia, peran gender sangat ditampilkan dalam sastra, pakaian dan nyanyian. Seperti dalam sastra Epos [[Homeros]], cerita Hengist dan Horsa dan komentar normatif dari [[Kong Hu Cu (filsuf)|Konfusius]]. Perlakuan maskulinitas lainnya dapat ditemukan dalam ''[[Bhagawadgita|Bhagavad Gita]]'' dan [[Bushido|bushidō]] dari ''Hagakure''.
 
=== Pembentukan Gender ===
Salah satu cara untuk membahas isu laki-laki dalam masyarakat patriarkis adalah dengan membedah atau melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi terhadap konsep maskulinitas, dan mengkaitkan konstruksi sosial baru tersebut dengan perubahan sosial yang lebih menyeluruh, yaitu proses pelembagaan hubungan sosial yang egalitarian. Maskulinitas adalah suatu stereotype tentang laki-laki yang dapat dipertentangkan dengan feminimitas sebagai stereotype perempuan. Maskulin dan feminim adalah dua kutub sifat yang berlawanan dan membentuk suatu garis lurus yang setiap titiknya menggambarkan derajat kelaki-lakian (maskulinitas) atau keperempuanan (feminimitas). Seorang laki-laki yang memiliki karakteristik yang identik dengan stereotype maskulin disebut laki-laki maskulin, jika karakteristik berlebihan disebut laki-laki super maskulin, jika kurang disebut laki-laki kurang maskulin atau laki-laki feminim. Demikian sebaliknya, jika dibaca variasi sifat seorang perempuan. Stereotype maskulinitas dan feminimitas mencakup berbagai aspek karakteristik individu, seperti karakter atau kepribadian, perilaku peranan, okupasi, penampakan fisik, ataupun orientasi seksual.<ref>Brod, Harry (ed), Tha Making of Masculinities, The New Men’s Studies, Boston: Allen & Unwin, 1987.</ref>
 
Dalam hubungan individu laki-laki diakui maskulinitasnya jika terlayani oleh perempuan, sementara perempuan terpuaskan feminitasnya jika dapat melayani laki-laki. Dalam hal okupasi pekerjaan yang mengandalkan kekuatan dan keberanian seperti tentara, sopir, petinju, dsb, disebut sebagai pekerjaan maskulin, sementara pekerjaan yang memerlukan kehalusan, ketelitian, dan perasaan seperti salon kecantikan, juru masak, menjahit, dsb, dinamakan pekerjaan feminim. Stereotype inilah yang pada gilirannya menciptakan hubungan yang bias antara laki-laki dan perempuan, dimana hegemoni laki-laki atas perempuan dianggap sesuatu yang kodrati. Menjadi jelas pula disini bahwa tanpa melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi terhadap konsep maskulinitas, disamping sudah barang tentu dekonstruksi konsep feminimitas, hubungan laki-laki dan perempuan yang egalitarian sulit terwujud.<ref>Gallagher, Saly K. & Christian Smith, “Symbolic Tradisionalism & Pragmatic Egalitarianism; Contemporary Evangelians, Families, and Gender, “Gender and Society,” Vol. 13, No. 2, April 1999: 211-233.</ref>
 
Awal mula pembentukan gender masih diperdebatkan antara gender terbentuk secara alami atau rekonstruksi budaya. Bagaimana seorang anak mengembangkan [[identitas gender]] juga diperdebatkan. Beberapa percaya bahwa maskulinitas dikaitkan dengan tubuh laki-laki; Dalam pandangan ini, maskulinitas dikaitkan dengan [[Penis manusia|alat kelamin laki-laki]].{{Sfnp}} Pendapat lain menyarankan bahwa meskipun maskulinitas dapat dipengaruhi secara biologis, sifat maskulin merupakan konstruksi budaya. Penelitian terbaru tentang hubungan maskulinitas seseorang dengan hormon [[testosteron]] pada alat kelamin menunjukkan bahwa tingkat testosteron tidak memprediksi bagaimana seseorang akan memiliki perasaan maskulin atau feminin.<ref name="Pletzer 2015">{{Cite journal|last=Pletzer|first=Belinda|last2=Petasis|first2=Ourania|last3=Ortner|first3=Tuulia M.|last4=Cahill|first4=Larry|date=2015|title=Intereactive effects of culture and sex hormones on the role of self concept|url=https://dx.doi.org/10.3389/fnins.2015.00240|journal=Neuroendocrine Science|publisher=[[Frontiers Media]]|volume=9|issue=240|pages=1–10|doi=10.3389/fnins.2015.00240|pmc=4500910|pmid=26236181|postscript=.|ref=harv}}</ref> Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa wanita dapat menjadi pria secara hormonal dan fisik dan banyak aspek maskulinitas yang dianggap alami ternyata merupakan bentukan budaya.{{Sfnp}}<ref>{{Cite journal|last=Mills|first=Sara|date=2003|title=Third wave feminist linguistics and the analysis of sexism|url=http://extra.shu.ac.uk/daol/articles/closed/2003/001/mills2003001-paper.html|journal=Discourse Analysis Online|publisher=[[Sheffield Hallam University]]|volume=2|issue=1|postscript=.|ref=harv}}</ref>
 
Baris 51 ⟶ 55:
Pada awal abad ke-20, sebuah keluarga tradisional terdiri dari ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Ciri khas maskulinitas masa kini adalah kesediaan pria untuk melawan stereotip. Terlepas dari usia atau kebangsaan, pria lebih menginginkan kesehatan yang lebih baik, kehidupan keluarga yang harmonis dan hubungan baik dengan pasangan sama pentingnya dengan kualitas hidup mereka.<ref>{{cite press release|date=26 August 2008|title=Research and insights from Indiana University|url=http://newsinfo.iu.edu/tips/page/normal/8690.html|location=|publisher=[[Indiana University]]|access-date=13 March 2017}}
</ref>
=== Penelitian psikologis ===
Menurut sebuah makalah yang diajukan oleh Tracy Tylka kepada [[American Psychological Association]], "Alih-alih melihat penurunan objektivitas perempuan di masyarakat, baru-baru ini terjadi peningkatan objektivitas kedua jenis kelamin. Setiap orang dapat melihat hal itu di media saat ini. " Pria dan wanita membatasi asupan makanan dalam usaha mencapai apa yang mereka anggap sebagai tubuh yang kurus atau ideal. Dalam kasus ekstrim, ini menyebabkan gangguan makan.<ref>{{Cite news|url=http://researchnews.osu.edu/archive/maleobj.htm|title=Pressure to be more muscular may lead men to unhealthy behaviors|last=Grabmeier|first=Jeff|date=10 August 2006|publisher=[[Ohio State University]]|archive-url=https://web.archive.org/web/20080618040952/http://researchnews.osu.edu/archive/maleobj.htm|archive-date=18 June 2008|access-date=29 July 2008}}
</ref> Psikiater Thomas Holbrook mengutip sebuah penelitian di Kanada baru-baru ini yang menunjukkan bahwa sebanyak satu dari enam orang dengan gangguan makan adalah laki-laki.<ref>{{Cite news|url=https://www.nytimes.com/2000/06/25/health/thinner-the-male-battle-with-anorexia.html|title=Thinner: the male battle with anorexia|last=Goode|first=Erica|date=25 June 2000|work=[[The New York Times]]|access-date=12 May 2010}}</ref>
Baris 57 ⟶ 61:
Penelitian di Inggris menemukan, "Pria dan wanita muda yang membaca majalah kebugaran dan mode secara psikologis dirugikan oleh gambaran fisik wanita dan pria yang sempurna." Wanita muda dan pria berolahraga secara berlebihan dalam upaya untuk mencapai apa yang mereka anggap sebagai tubuh yang bugar dan berotot sehingga kelihatan menarik, dapat menyebabkan gangguan dismorfik tubuh atau dismorfia otot. <ref>{{Cite news|url=http://news.bbc.co.uk/2/hi/health/7318411.stm|title=Magazines 'harm male body image'|date=28 May 2008|work=[[BBC News]]|access-date=12 May 2010}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://uk.askmen.com/sports/bodybuilding/56_fitness_tip.html|title=Muscle dysmorphia|last=Lee|first=Ian|website=askmen.com|publisher=Ask Men}}</ref><ref>{{Cite web|url=http://www.livescience.com/health/060815_bodyimage_men.html|title=Men muscle in on body image problems|date=6 August 2015|website=livescience.com|publisher=LiveScience}}</ref> Meskipun stereotipnya tetap konstan, nilai yang melekat pada stereotip maskulin telah berubah. Telah dikemukakan bahwa maskulinitas adalah fenomena yang tidak stabil dan tidak pernah tercapai.{{Sfnp}}
 
=== Peran Gender ===
[[Berkas:I_Won't_Cry_Daddy.jpg|ka|jmpl|Dari usia muda, anak laki-laki biasanya diajarkan untuk menekan emosi mereka dalam rangka untuk menyesuaikan diri dengan stereotip maskulin.<ref name="Worell835">{{Cite book|title=Encyclopedia of Women and Gender: Sex Similarities and Sifferences and the Impact of Society on Gender|last=Worell|first=Judith|date=2001|publisher=Academic Press|isbn=0122272455|location=San Diego, California|page=835}}</ref>]]Norma sosial dan tekanan yang terkait dengan maskulinitas telah membuat pria harus menyesuaikan identitas diri mereka. Ini mungkin menyebabkan perasaan menurun kecakapan fisik dan seksual serta kehilangan identitas laki-laki. Perasaan bersalah dan kehilangan kontrol secara keseluruhan juga dialami."<ref>{{Cite journal|last=Hutchinson|first=Susan L.|last2=Kleiber|first2=Douglas A.|date=January 2000|title=Heroic masculinity following spinal cord injury: Implications for therapeutic recreation practice and research|url=http://js.sagamorepub.com/trj/article/view/1110|journal=Therapeutic Recreation Journal|publisher=Sagamore Journals|volume=34|issue=1|postscript=.|ref=harv}}</ref> Penelitian juga menunjukkan bahwa pria merasakan tekanan sosial untuk mendukung model pria maskulin tradisional dalam periklanan. Brett Martin dan Juergen Gnoth (2009) menemukan bahwa meskipun pria feminin lebih menyukai model feminin, mereka lebih menyukai model tradisional maskulin di depan umum. Hal ini mencerminkan tekanan sosial pada pria untuk mendukung norma maskulin tradisional.<ref>{{Cite journal|last=Martin|first=Brett A.S.|last2=Gnoth|first2=Juergen|date=December 2009|title=Is the Marlboro man the only alternative? The role of gender identity and self-construal salience in evaluations of male models|url=https://doi.org/10.1007/s11002-009-9069-2|journal=Marketing Letters|publisher=[[Springer Science+Business Media|Springer]]|volume=20|issue=4|pages=353–367|doi=10.1007/s11002-009-9069-2|postscript=.|ref=harv}} [http://www.basmartin.com/wp-content/uploads/2010/08/Martin-Gnoth-2009.pdf Pdf.]</ref>
 
Baris 65 ⟶ 69:
=== "Maskulinitas dalam krisis" ===
Sebuah teori "maskulinitas dalam krisis" telah muncul.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=k24dAQAAMAAJ|title=Masculinities in Crisis: Myths, Fantasies, and Realities|last=Horrocks|first=Rooger|publisher=St Martin's Press|year=1994|isbn=0333593227}}</ref><ref>{{Cite book|title=Marked Men: White Masculinity in Crisis|last=Robinson|first=Sally|publisher=[[Columbia University Press]]|year=2000|isbn=978-0-231-50036-4|location=New York|page=5}}</ref> Ahli arkeologi Australia Peter McAllister berkata, "Saya memiliki perasaan kuat bahwa maskulinitas dalam krisis. Manusia benar-benar mencari peran dalam masyarakat modern."<ref>{{Cite news|url=http://www.salon.com/2010/11/14/manthropology_interview/singleton/|title=The dramatic decline of the modern man|last=Rogers|first=Thomas|date=November 14, 2010|work=[[Salon (website)|Salon]]|newspaper=[[Salon (website)|Salon]]|access-date=June 3, 2012}}More than one of <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;work=</code> dan <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;newspaper=</code> specified ([[Bantuan:CS1 errors#redundant parameters|bantuan]])
[[Kategori:Pages with citations having redundant parameters]]</ref> Yang lain melihat perubahan pasar tenaga kerja sebagai sumber stres. Deindustrialisasi dan penggantian industri cerobong dengan teknologi telah memungkinkan lebih banyak wanita memasuki angkatan kerja, mengurangi penekanannya pada kekuatan fisik.{{Sfnp}}
 
Krisis ini juga disebabkan oleh feminisme dan pertanyaan tentang dominasi dan hak laki-laki yang diberikan kepada laki-laki semata-mata berdasarkan jenis kelamin.{{Sfnp}} Sosiolog Inggris John MacInnes menulis bahwa "maskulinitas selalu dalam satu krisis atau yang lain" menunjukkan bahwa krisis timbul dari "ketidakcocokan mendasar antara prinsip inti modernitas bahwa semua manusia pada dasarnya sama (terlepas dari jenis kelamin mereka) dan inti prinsip patriarki bahwa manusia secara alami lebih unggul dari wanita dan karenanya ditakdirkan untuk memerintah mereka".<ref>{{Cite book|title=The end of masculinity: the confusion of sexual genesis and sexual difference in modern society|last=MacInnes|first=John|publisher=Open University Press|year=1998|isbn=978-0-335-19659-3|location=Philadelphia|page=11}}</ref>