Tari Topeng Cirebon (Gaya Palimanan): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 11:
 
Nama asli dari ''Ki'' Wentar adalah ''Ki'' Kudung, julukan ''Wentar'' sebenarnya baru diberikan oleh bupati Bandung pada saat itu, yakni Pangeran Adipati Aria Martanegara (1893-1918) yang diambil dari kosakata ''Kawentar'' yang berarti terkenal, namun dalam keterangan lain, ''Ki'' dalang Sukarta yang merupakan keluarga dari ''Ki'' Wentar meyakini bahwa julukan tersebut (Wentar) sebenarnya diberikan oleh [[kesultanan Kasepuhan]]. ''Ki'' Wentar mahir berbahasa Sunda, pada masa Wentar bahasa Sunda baru saja mengalami apa yang dinamakan dengan modernisasi aksara, aksara Romawi diperkenalkan oleh Karel Frederik Holle seorang pengusaha perintis di bidang perkebunan teh yang hidup pada tahun 1822-1896<ref>Moriyama, Mikihiro. 2005. Sundanese Print Culture and Modernity in 19th-century West Java.[[Singapura]] : Universitas Nasional Singapura</ref> , modernisasi aksara Sunda menjadikan bahasa Sunda dapat dengan mudah dipelajari secara luas, begitu juga sebaliknya, penggunaan aksara Romawi pada masyarakat Sunda membuat masyarakat Sunda dapat dengan mudah mempelajari dan mengerti bahasa lainnya dikarenakan aksara Romawi dijadikan dasar sebagai aksara baku pemerintahan pada masa Belanda, dalam aktifitas keseniannya ''Ki'' Wentar lebih dekat dengan para menak atau priyayi dan mengutamakan mengajar tari Topeng<ref name=iyus1/>
 
[[Berkas:Reynan-al_azhar_23_w_Waryo.jpg|thumb|right|
Para penari Topeng Cirebon dari SMA Al Azhar 5 Cirebon pada acara ''milad'' Al Azhar ke 23 di kompleks Al Azhar 5 Cirebon, dari kiri ke kanan<br><br>Indriani Kusumaningsih<br>Elvira Nasria Yuniar<br>''Ki'' Dalang Waryo (keluarga ''Ki'' Dalang Koncar)<br>Desi Restianti<br>Amelda Eka Prastia.<br><br>foto : Sukron Makmum]]
 
Berkenaan dengan ''Ki'' Koncar, menurut ''Ki'' Kandeg (maestro pembuatan Topeng Cirebon) nama aslinya adalah ''Ki'' Konya, ''Ki'' Konya dan kelompoknya fokus kepadamempertunjukan kesenian wayang Orang Cirebon hingga ke pelosok-pelosok dikarenakan beliau lebih dekat dengan kalangan masyarakat biasa <ref name=iyus1/>.
Baris 18 ⟶ 21:
[[Rancaekek, Bandung|Ranca Ekek]] di [[kabupaten Bandung]] diketahui sebagai salah satu tempat yang dilintasi oleh ''Ki'' Wentar dan rombongannya ketika ''bebarangan'', di wilayah [[Rancaekek, Bandung|Ranca Ekek]] ''Ki'' Wentar dan rombongannya mengunjungi rumah ''Ki Lurah'' [[Rancaekek, Bandung|Ranca Ekek]] sekaligus anak dari ''Wedana'' [[Tanjungsari, Sumedang|Tanjung Sari]] yaitu Raden Sambas Wirakukusuma (1887-1962) yang menjabat sebagai ''Ki Lurah'' selama dua periode yakni dari tahun 1920-1931 dan dilanjutkan periode tahun 1935-1942, sebagaimana diketahui bahwa selain mengajarkan kesenian kepada keturunannya, ''Ki'' Wentar juga mengajarkan kesenian kepada orang lain diluar keturunannya, salah satu kelompok masyarakat yang berminat pada bidang kesenian dan banyak menjadi murid dari ''Ki'' Wentar pada masa itu adalah kelompok para Aristokrat (negarawan) seperti ''Ki Lurah'' Wirakukusuma <ref name=laurie>Ross, Laurie Margot. 2016. The Encoded Cirebon Mask: Materiality, Flow, and Meaning along Java's Islamic Northwest Coast. [[Leiden]] : BRILL </ref>, selain Ki Lurah Wirakukusuma terdapat pula orang-orang lain dari beragam profesi yang menjadi murid ''Ki'' Wentar atau ''Ki'' Kocar, misalnya Wiranta dari Pabrik Kanji di Cibiru ([[Bandung]]) dan Okes Karta Atmadja dari Ciparay ([[Bandung]])<ref>Caturwati, Endang. 2007. Tari di Tatar Sunda. [[Kota Bandung|Bandung]] : Sunan Ambu Press</ref>
 
Pada masa kemudian, ''Ki'' Wentar dan ''Ki'' Koncar berkolaborasi dengan Raden Sambas Wirakukusuma (''Ki Lurah'' Ranca Ekek) untuk mendesain sebuah tarian baru yang menggabungkan gerakan tari Topeng Cirebon dengan Tayub (kesenian tari yang biasa digelar di acara kenegaraanm di kesultanan-kesultanan di Cirebon), tarian baru tersebut kemudian dikenal dengan nama tari Kursus, sebuah tarian yang dipentaskan tanpa memakai topeng. nama tari Kursus ini kemudian sering diasosiasikan kepada kelompok tari milik Raden Sambas Wirakukusuma yakni kelompok tari Wiramahsari, nama tari Kursus yang merupakan perpaduan gerakan tari Topeng Cirebon gaya Palimanan dengan Tayub ini kemudian diperkenalkan secara luas melalui artikel di dalam jurnal Djawa yang diproduksi oleh Belanda pada tahun 1930 yang berjudul ''De Soendaneesche Dans'', artikel mengenai tari Kursus tersebut ditulis oleh M Soeriadiradja dan I Adiwidjaja yang menggambarkan secara rinci gerakan-gerakan pada tari Kursus tersebut,<ref>Soeriadiradja, M . I. Adiwidjaja, 1930. De Soendaneesche Dans. : Djawa</ref>namun pada tahun 1950-an, tari kursus ini kemudian dianggap hampir serupa dengan kesenian Tayub.
 
Tari Topeng Cirebon gaya Palimanan oleh budayawan Cirebon dianggap mencapai masa kejayaannya pada masa ''mimi'' ([[bahasa Indonesia]] : ibu) Soedji (maestro tari Topeng Cirebon gaya Palimanan dan seorang penari tayub) masih hidup atau hingga sekitar tahun 1970-an, yaitu dengan digelarnya tari Topeng Cirebon gaya Palimanan hingga ke mancanegara, di antaranya [[Tiongkok]], [[Jepang]] dan [[Australia]] serta dipanggilnya ''mimi'' Soedji untuk mengisi kuliah sebagai dosen tamu pada perguruan tinggi di [[Jawa Barat]]. Pada tahun 1970-an tari Topeng Cirebon (termasuk gaya Palimanan) dapat dengan mudah ditemui di berbagai sudut wilayah di Cirebon, namun pada masa modern hal tersebut sudah sulit untuk dijumpai, salah satu alasannya adalah masuknya bentuk bentuk hiburan yang membawa teknologi baru sehingga masyarakat mulai terlelap dengan bentuk hiburan yang baru tersebut, diantaranya adalah organ tunggal, walau ada sebagian gaya tari Topeng Cirebon lainnya yang bersedia pagelarannya diselingi oleh penampilan organ tunggal namun tidak banyak juga dalang tari Topeng Cirebon yang menolak hal tersebut karena dianggap merusak aturan ([[bahasa Cirebon]] : ''Pakem'')<ref name=alam1>Alam, Sumbadi Sastra. 2010. Tari Topeng Palimanan yang Terabaikan. [[Bandung]] : Pikiran Rakyat</ref>