SMA Negeri 1 Glagah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 112:
Pada ''headline'' surat kabar lokal tertanggal [[14 Agustus]] [[2002]], muncul berita berjudul "Terima 27 Siswa Haram". Berita ini berisi tentang kelebihan pagu yang terjadi di SMU Negeri 1 Glagah. Pagu SMUN 1 Glagah saat itu adalah 280 siswa yang tersebar rata di 7 kelas, yang artinya jumlah siswa normal di setiap kelas berisi 40 siswa. Namun dari hasil temuan ditemukan kelas 1-1 berisi 45 siswa, 1-2 berisi 44 siswa, dan kelas 1-3, 1-4 dan 1-5 sama-sama berisi 46 siswa, sedangkan kelas 1-6 dan 1-7 masih sesuai pagu yakni 40 siswa. Mengenai kelebihan ini Kepala SMUN 1 Glagah, [[Asmu'i Hardiadmodjo]] mengatakan bahwa kelebihan pagu ini sudah terjadi sejak dulu. Pada PSB kali ini tentang kelebihan ini sudah disepakati pada musyawarah kepala sekolah yang bertempat di [[SMA Negeri 1 Giri|SMUN 1 Giri]] bahwa untuk sekolah yang memiliki kondisi fasilitas yang baik dapat menerima siswa melebihi pagu. Ia juga mengatakan bahwa kelebihan ini diutamakan untuk putra guru dan staf SMU Glagah sendiri.
 
:''"{{Quote|Maaf, kami punya komit'' (komitmen) ''sendiri. Sebagai kepala sekolah, saya harus memperhatikan anak para guru sekolah ini. Kami juga punya rasa toleransi kepada para pejabat"'' |Asmu'i Hardiadmodjo -, Kepala Sekolah SMUN 1 Glagah.}}
 
:''"{{Quote|Tidak ada toleransi untuk anak pejabat atau anak penjahat sekalipun"'' |Nurhadi -, Kepala Dinas P dan K Banyuwangi.}}
 
[[Berkas:Potongankoranterima27 siswa haram.jpeg|jmpl|kiri|potongan surat kabar ber''headline'' "Terima 27 Siswa Haram"]]Secara terpisah pada hari yang sama, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Kabupaten Banyuwangi, Nurhadi memberi janji akan mengusut terjadi kelebihan pagu. Menurutnya toleransi pada penerimaan siswa baru terdapat pada besar nilai rapor, danum, dan toleransi lingkungan yakni toleransi yang diberikan untuk anak-anak yang tinggal disekitar sekolah. Dan menurutnya tidak ada toleransi untuk anak pejabat.
Baris 139:
Esoknya, [[23 Agustus]] [[2002]]. Pemkab mengeluarkan keputusan bahwa Kasek Asmui tetap berada di posisinya dan dana operasional yang dibebankan ke siswa bisa ditekan nominalnya agar tidak memberatkan. Namun keputusan ini tidak bisa diterima begitu oleh siswa SMUN 1 Glagah. Ketua OSIS Budi Widhiarto saat ditemui berpendapat jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan para pejabat akan berpikir praktis jika melakukan kesalahan dengan mengacu pada peristiwa di SMUN Glagah. Dan dalam menanggapi hal ini, para siswa berencana aksi lain. Selain itu dukungan datang dari Komisi E DPRD, yang diwakili Mukhdor Atim yang mengatakan keputusan tersebut dinilai tidak bijaksana.
 
:''"{{Quote|Asmui dengan sekian banyak daftar dosa, ternyata bisa lolos. Masa, saya'' (seolah-olah pejabat) ''tidak bisa lolos seperti itu. Nah, inilah yang kami pertanyakan"'' |Budi Widhiarto -, Ketua OSIS SMA Negeri 1 Glagah periode 2001-2002.}}
 
Pada [[26 Agustus]] [[2002]], Drs. Mashud Imra selaku Asisten Pemerintahan menyampaikan bahwa Kasek Asmui Hardiatmojo bersedia untuk pensiun lebih awal dan mundur dari jabatannya sebagai Kepala SMUN Glagah. Hal ini membuat siswa merasa lega dan menerima keputusan ini. Namun, Asmui yang ditemui secara terpisah menyangkal bahwa ia telah mundur. Ia mengatakan dalam dengar pendapat dengan para asisten pemkab dan disaksikan oleh Kepala Dinas P dan K bahwa ia berniat untuk mundur dengan cara pensiun lebih awal dan itu bukan karena tuntutan para siswa atau pihak lain. Ia akan mundur pada bulan Oktober saat kenaikan gaji berkala turun dan selama menunggu masa itu ia akan tetap menjadi kepala sekolah di SMUN Glagah. Ia menyayangkan keadaan yang disampaikan berbeda kepada para siswa.
Baris 149:
Mendengar keputusan ini, Asmui Hardiatmojo menganggap keputusan itu tidak adil dan menilai Bupati Samsul Hadi sebagai diktator yang arogan. Ia lalu melaporkan Bupati Samsul ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selain itu ia juga mengirimkan surat kepada Presiden [[Megawati Soekarnoputri]], Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah [[Hari Sabarno]], Menteri Pendidikan dan Kebudayaan [[Malik Fajar]] dan Menteri Pendayagunaan dan Penertiban Aparatur Negara [[Faisal Tamin]].
 
:''"{{Quote|Upaya hukum yang saya lakukan ini, agar preseden buruk atas sikap bupati itu tidak terulang pada guru-guru yang lainnya"'' - |Asmui Hardiatmojo.}}
 
Namun bupati tetap pada keputusannya. Menurutnya, ia sudah mempertimbangkan keputusan tersebut dengan matang.
 
:''"{{Quote|Bukannya saya arogan atau pamer kebijaksanaan, sebab mulai sekolah, siswa dan gurunya menolak kehadiran Pak Asmui. Bagaimana mau ada sebuah sistem dalam dunia pendidikan kalau proses belajarnya sudah kayak gitu"'' - |[[Samsul Hadi]], Bupati Banyuwangi.}}
 
Pada [[24 September]] [[2002]], dilaksanakan serah terima jabatan (sertijab) anatara Drs. Suparlan dan Asmui Hardiatmojo di kantor Dinas P dan K yang tidak dihadiri Asmui.<ref>[[Jawa Pos|Radar Banyuwangi]] edisi Agustus-Oktober 2002</ref>