Aprila Wayar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 5:
Selain sebagai seorang jurnalis [[Papua]], Emil juga memiliki kegemaran menulis cerita pendek saat ia berada pada semester akhir di bangku perkuliahannya. Pada tahun 2006 saat dirinya mencoba menulis sebuah cerita pendek dan berniat untuk mempublikasikannya ke [[Jubi]], tak disangka ide-ide yang dimilikinya dalam alur cerita pendek tersebut mendapat sorotan dari pihak redaksi [[Jubi]] saat itu, sehingga draf cerpen miliknya berubah menjadi sebuah naskah novel. Dari titik inilah seorang Emil mencatatkan dirinya sebagai seorang novelis perempuan pertama asal [[Papua]]. Novel pertama Emil yang berjudul [[Mawar Hitam Tanpa Akar (2009)|''Mawar Hitam Tanpa Akar (2009)'']] yang menggambarkan perjuangan orang asli [[Papua]] di tengah pelanggaran [[HAM]] besar-besaran oleh oknum aparat keamanan kala itu berhasil mengantarnya ke ''[[Ubud Writers and Readers Festival]]'' (2012 dan 2015) di [[Bali]] bersama penulis-penulis terbaik di seluruh [[Indonesia]]. Ia juga diundang menghadiri ''[[ASEAN Literary Festival tahun 2014.|ASEAN Literary Festival]]'' [[ASEAN Literary Festival tahun 2014.|tahun 2014.]]<ref name=":0" />
Pada 27 April 2018, Emil merilis novel ketiganya yang berjudul "[[Sentuh Papua]]" di Kantor [[Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta]]. Pada cetakan pertamanya novel "[[Sentuh Papua]]" dicetak sebanyak 300 eksemplar dengan jumlah halaman sebanyak 374 lembar. Adapun novel tersebut mengisahkan tentang sebuah ''undercover reporting'' jurnalis [[Belanda]] bernama Rohan di tanah [[Papua]] yang mengunjungi [[Papua]] menggunakan visa turis, kemudian melakukan penjelajahan untuk sampai ke sebuah daerah di [[Papua]] yang bernama [[Tanah Merah]] dan melakukan wawancara terhadap tokoh [[Organisasi Papua Merdeka]] (OPM) atau dalam pandangan [[Indonesia]] sebagai [[Kelompok Kriminal Bersenjata]] (KKB) di [[Papua]]. Menurut pengakuan Emil, selaku penulis Novel "[[Sentuh Papua]]" cerita di dalam novel tersebut diangkat dari kisah nyata, dimana isinya delapan puluh lima persen adalah fakta.<ref>{{Cite web|url=https://lokadata.id/artikel/aprila-russiana-identitas-ganda-jurnalis-dan-novelis|title=Aprila Russiana, Identitas Ganda Jurnalis dan Novelis|last=Zakaria|first=Anang|date=22/06/2018|website=Loka Data|access-date=26/02/2020}}</ref>
Pada 21 Februari 2020, Emil kembali meluncurkan sebuah novel berjudul "[[Tambo Bunga Pala]]" yang diluncurkan di Pendopo [[Yayasan LKIS]], [[Sorowajan]] [[Yogyakarta]]. Peluncuran novel tersebut dilaksanakan oleh [[Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta]] dan [[Fawawi Club]] yang merupakan komunitas sastra para penulis asal [[Papua]]. Novel "[[Tambo Bunga Pala]]" yang diterbitkan secara mandiri oleh [[Wayar]] dengan donasi dari [[Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP)]] tersebut menceritakan [[Kota Fakfak]] sebagai salah satu poros peradaban di [[Papua]] yang cenderung luput dari perhatian publik, padahal faktanya [[Fakfak]] yang merupakan salah satu kota tertua di [[Papua]] dan awal peradaban orang [[Papua]] dimulai memiliki berbagai keunikan mulai dari sejarahnya hingga lanskap kotanya yang "bertingkat" atau "bersusun". Dalam proses penyusunan novel "[[Tambo Bunga Pala]]" tersebut, Emil mengaku kesulitan mencari dan menghimpun data terkait perkembangan [[Kota Fakfak]] di [[Papua Barat.]] Dalam peluncuran novel keempatnya tersebut, Emil juga berharap kisah yang tertulis dalam novelnya dapat memotivasi generasi muda [[Papua,]] khususnya generasi muda yang berada di [[Kota Fakfak]] untuk menulis sendiri sejarahnya.
== Referensi ==
<references />
|