Sidratul Muntaha: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Sidrat al-Muntahā'''/ '''Sidratul Muntaha''' (Bahasa Arab:<big><big> سدرة المنتهى </big></big>) adalah sebuah pohon [[bidara]] yang menandai akhir dari [[Surga]] ke tujuh, sebuah batas dimana [[mahkluk]] tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan [[Islam]].
'''Sidratul Muntaha''' berasal dari kata ''sidrah'' dan ''muntaha''. ''Sidrah'' adalah pohon Bidara. Sedangkan ''muntaha'' berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:▼
Pada tanggal 27 Rajab selama [[Isra Mi'raj]], hanya [[Muhammad]] yang bisa memasuki ''Sidrat al-Muntaha'' dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh [[Malaikat]] [[Jibril]], dimana [[Allah]] memberikan perintah untuk [[Sholat]] lima waktu.
Dalam Agama [[Baha'i]] ''Sidrat al-Muntahā'' biasa disebut dengan "''Sadratu'l-Muntahá''" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan [[Tuhan]].
== Etimologi ==
▲
{{KutipQuran|
Baris 16 ⟶ 23:
:HR al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164).}}
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud {{Ra}} adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata. Hakikatnya hanya Allah yang Maha Tahu.
= Peristiwa di Sidratul Muntaha bagi Nabi Muhammad =▼
Ketika Mi'raj, di sini Nabi Muhammad {{SAW}}:▼
== Melihat bentuk asli Malaikat Jibril ==
{{KutipHadits|
Baris 39 ⟶ 45:
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad {{SAW}} pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al-Albani dalam tahqiq beliau terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits di atas.
== Mendapatkan Perintah Shalat ==
Di Sidratul Muntaha ini Nabi [[Muhammad]] {{SAW}} mendapatkan perintah [[sholat]] 5 waktu. Perintah melaksanakan sholat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad {{SAW}} sendiri, serta kasih dan sayang Allah {{SWT}}, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Di antara hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud:
|