Deforestasi di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Helmandiana (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Al-Kariem (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
[[Berkas:Riau deforestation 2006.jpg|jmpl|Deforestasi di [[Kabupaten Indragiri Hulu|Indragiri Hulu]], [[Riau]], [[Sumatra]]]]
[[Berkas:Deforestation near Bukit Tiga Puluh NP.jpg|jmpl|Deforestasi dekat [[Taman Nasional Bukit Tiga Puluh]]]]
'''[[Pengawahutanan|Deforestasi]]''' atau '''penebangan hutan secara liar di Indonesia''' telah menimbulkan dampak [[ekologi]] yang sangat besar bagi [[Indonesia]] dan dunia. [[Indonesia]] memiliki 10% [[hutan tropis]] dunia yang masih tersisa. [[Hutan]] [[Indonesia]] memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui atau [[Binatang menyusui|mamalia]], pemilik 16% spesies binatang [[reptil]] dan [[amfibi]], 1.519 spesies [[burung]], dan 25% dari spesies [[ikan]]. Sebagian di antaranya adalah [[Endemisme|endemik]] atau hanya dapat ditemukan di daerah tersebut. Luas [[hutan]] alam asli [[Indonesia]] menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, [[Indonesia]] telah kehilangan [[hutan]] aslinya sebesar 72%.<ref>{{cite book|title= World Resource Institute|origyear= 1997|year= 1997}}</ref>
 
Penebangan [[hutan]] [[Indonesia]] yang tidak terkendali selama puluhan tahun, dan menyebabkan terjadinya penyusutan [[Hutan hujan|hutan tropis]] secara besar-besaran. Laju kerusakan [[hutan]] periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta [[hektare]] per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta [[hektare]] per tahun. Ini menjadikan [[Indonesia]] merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan [[hutan]] tertinggi di dunia. Di [[Indonesia]], berdasarkan hasil penafsiran citra ''[[Program Landsat|landsat]]'' tahun 2000 terdapat 101,73 juta [[hektare]] [[hutan]] dan lahan rusak, di antaranya seluas 59,62 juta [[hektare]] berada dalam kawasan [[hutan]].<ref>Badan Planologi Dephut, 2003</ref>
 
Pada dasarnya penyumbang kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap [[hutan]] alam di [[Indonesia]] adalah penebangan liar, alih fungsi [[hutan]] menjadi [[perkebunan]], kebakaran [[Kebakaran liar|kebakaran hutan]] dan [[eksploitasi]] [[hutan]]. Kenyataan yang dapat dilihat dilapangandi lapangan lahan [[hutan]] banyak dimanfaatkan sebagai pengembangan [[pemukiman]] dan [[industri]].<ref>{{Cite web|title=Kaltim - Carbon Emission|url=http://mims.wwf.id/kaltim/detail_news.php?id=77|website=mims.wwf.id|access-date=2022-04-21}}</ref>
 
== Sejarah ==
Baris 33:
 
=== ''llegal logging'' (Penebangan ilegal) ===
''Illegal logging'' adalah merupakan praktik langsung pada penebangan pohon di kawasan hutan negara secara illegalilegal. Dilihat dari jenis kegiatannya, ruang lingkup [[illegal logging|''illegal logging'']] terdiri dari: Rencana penebangan, meliputi semua atau sebagian kegiatan dari pembukaan akses ke dalam hutan negara, membawa alat-alat sarana dan prasarana untuk melakukan penebangan pohon dengan tujuan eksploitasi kayu secara illegalilegal. Penebangan pohon dalam makna sesunguhnya untuk tujuan eksploitasi kayu secara illegalilegal. Produksi kayu yang berasal dari konsesi HPH, hutan tanaman industri dan konversi hutan secara keseluruhan menyediakan kurang dari setengah bahan baku kayu yang diperlukan oleh industri pengolahan kayu di Indonesia. kayu yang diimpor relatif kecil, dan kekurangannya dipenuhi dari pembalakan ilegal. Pencurian kayu dalam skala yang sangat besar dan terorganisasi sekarang sudah merajalela di Indonesia, setiap tahun antara 50-70% pasokan kayu untuk industri hasil hutan ditebang secara ilegal. Luas total hutan yang hilang karena [[Pembalakan liar|pembalakan ilegal]] tidak diketahui, tetapi seorang mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan, Titus Sarijanto, baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian kayu dan pembalakan ilegal telah menghancurkan sekitar 10 juta hektar hutan Indonesia.
 
=== Konversi lahan ===
Baris 44:
Pembakaran secara sengaja oleh pemilik perkebunan skala besar untuk membuka lahan, dan oleh masyarakat lokal untuk memprotes perkebunan atau kegiatan operasi HPH mengakibatkan kebakaran besar yang tidak terkendali, yang luas dan intensitasnya belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 5 juta hektare hutan terbakar pada tahun 1994, dan 4,6 juta hektare hutan lainnya terbakar pada tahun 1997-1998.<ref>{{Cite book|date=2002|url=http://pdf.wri.org/indoforest_full.pdf|title=The State of The Forest: Indonesia|publisher=Global Forest Watch|isbn=9799673003|editor-last=Matthews|editor-first=Emily|pages=24|url-status=live}}</ref> Sebagian dari lahan ini tumbuh kembali menjadi semak belukar, sebagian digunakan oleh para petani skala kecil, tetapi sedikit sekali usaha sistematis yang dilakukan untuk memulihkan tutupan hutan atau mengembangkan pertanian yang produktif{{fact}}.
 
Pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap, dan menahan air secara maksimal sehingga pada musim hujan, dan musim kemarau tidak ada perbedaan kondisi yang ekstrem. Namun, apabila kondisi lahan gambut tersebut sudah mulai terganggguterganggu akibatnya dengan adanya konversi lahan atau pembuatan [[kanal]], maka keseimbangan ekologisnya akan terganggu. Pada [[musim kemarau]], lahan gambut akan sangat kering sampai kedalaman tertentu dan mudah terbakar.<ref>{{Cite web|last=JS|first=Pujiono|title=Mengapa kebakaran lahan gambut sulit dipadamkan|url=https://lokadata.id/artikel/mengapa-kebakaran-lahan-gambut-sulit-dipadamkan|website=Lokadata.ID|language=id|access-date=2021-06-17}}</ref> [[Gambut]] mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan) sampai di bawah permukaan, sehingga api di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat, dan sulit dideteksi, dan menimbulkan asap tebal. Api di lahan gambut sulit dipadamkan sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-bulan), dan baru bisa mati total setelah adanya hujan yang intensif.
 
== Lihat juga ==