Khawarij: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
k clean up
Baris 2:
'''Khawārij''' (bahasa [[bahasa Arab|Arab]]:<font size=4> خوارج </font> atau dibaca '''Khowaarij''', secara harfiah memiliki arti "Mereka yang Keluar") juga dikenal sebagai '''Asy-Syurah''' ({{Lang-ar|الشراة|asy-Syurāt}}) ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam [[Islam]] yang muncul pada [[Fitnah Pertama]]. Khawarij pada awalnya adalah pendukung Ali yang memberontak terhadap penerimaan Ali atas pembicaraan arbitrase untuk menyelesaikan konflik dengan penantangnya, [[Muawiyah]], dalam [[Pertempuran Siffin]] pada tahun 657. Mereka menegaskan bahwa "penghakiman hanya milik Tuhan", yang menjadi semboyan mereka. Oleh karena itu, pemberontak seperti Muawiyah harus diperangi dan dibasmi menurut perintah [[Al-Qur'an]]. Ali mengalahkan Khawarij di [[Pertempuran Nahrawan]] pada tahun 658 M, tetapi pemberontakan mereka tetap berlanjut. [[Pembunuhan Ali|Ali dibunuh]] pada tahun 661 M oleh seorang Khawarij yang membalas dendam atas kekalahan di Nahrawan.
 
Setelah pendirian [[Kekhalifahan Umayyah]] oleh Muawiyah pada tahun 661 M, para gubernurnya Umayyah berhasil mengendalikan kaum Khawarij. Kekosongan kekuasaan yang disebabkan oleh [[Perang Saudara Islam II|Fitnah Kedua]] (680–692) membuat dimulainya kembali pemberontakan anti-pemerintah oleh kaum Khawarij sehingga faksi [[Azariqa|Azariqah]]h dan [[Najdat]] menguasai beberapa daerah di Persia dan [[Jazirah Arab|Arabia]]. Perselisihan internal dan fragmentasi yang ada pada tubuh Khawarij sangat melemahkan mereka sebelum kekalahan mereka oleh Bani Umayyah pada 696–699. Pada tahun 740-an, pemberontakan Khawarij skala besar pecah di seluruh kekhalifahan, tetapi semuanya akhirnya dapat dipadamkan. Meskipun pemberontakan Khawarij berlanjut hingga periode [[Kekhalifahan Abbasiyah|Abbasiyah]] (750–1258), kelompok Khawarij yang paling militan secara bertahap dihilangkan, dan digantikan oleh Khawarij moderat semacam [[Ibadi|Ibadiyah]]yah, yang bertahan hingga hari ini di [[Oman]] dan beberapa bagian Afrika Utara. Namun, para penganut Ibadi kemudian menyangkal adanya hubungan dengan Khawarij dari Perang Saudara Muslim Kedua dan seterusnya, mengutuk mereka sebagai ekstremis.
 
Khawarij percaya bahwa setiap Muslim, terlepas dari keturunan atau etnisnya, memenuhi syarat untuk peran [[khalifah]], asalkan mereka tidak tercela secara moral. Adalah tugas umat Islam untuk memberontak dan menggulingkan khalifah yang berdosa. Sebagian besar kelompok Khawarij dicap sebagai orang [[kafir]] Muslim yang telah melakukan dosa besar, dan yang paling militan menyatakan pembunuhan orang kafir tersebut sah, kecuali mereka bertobat. Banyak Khawarij adalah orator dan penyair yang terampil, dan tema utama puisi mereka adalah [[Pandangan Islam tentang kesalehan|kesalehan]] dan [[Syahid|kesyahidan]]. Khawarij abad kedelapan dan kesembilan berpartisipasi dalam perdebatan teologis dan, dalam prosesnya, berkontribusi pada [[Mazhab-Mazhab Teologi Islam|teologi Islam]] arus utama.
Baris 12:
 
==Sumber primer dan klasik==
Hampir tidak ada sumber Khawarij utama yang bertahan, kecuali karya penulis dari satu-satunya sekte Khawarij yang masih hidup yaitu [[Ibadi|Ibadiyah]]yah. Kebanyakan sumber mengenai Khawarij berasal dari kutipan yang ada dalam karya non-Kharwarij.{{Sfn|Gaiser|2013}} Karena kebanyakan sumber informasi utama berasal dari karya di luar golongan mereka dan berasal dari periode berikutnya,{{Sfn|Hagemann|2021|p=3}} maka transmisi, pengumpulan, dan klasifikasi mengenai golongan Khawarij sering kali telah mengalami perubahan dan distorsi.{{Sfn|Gaiser|2020}}
 
Sumber-sumber non-Khawarij terbagi dalam dua kategori, yaitu sejarah dan karya [[Heresiologi|heresiografi]] yang saat itu disebut sebagai sastra ''al-firaq'' (persektean).{{Sfn|Gaiser|2013}} Sejarah Khawarij ditulis jauh lebih lambat dari peristiwa yang sebenarnya, dan banyak perselisihan teologis serta politik di antara umat Islam awal telah diselesaikan pada saat itu. Sebagai perwakilan dari ortodoksi yang muncul,{{Sfn|Kenney|2006|p=25}} penulis [[Islam Sunni|Sunni]] serta [[Islam Syiah|Syiah]] {{Sfn|Gaiser|2016 |p=2}} yang menulis tentang Khawarij memandang peristiwa asli sejarah Khawarij melalui kacamata pandangan mereka.{{Sfn|Kenney|2006|p=25}} Sumber-sumber mengenai Khawarij yang berasal dari luar golongan mereka sering kali langsung memicu polemik, hal ini dikarenakan penulis cenderung menggambarkan sekte mereka sendiri sebagai perwakilan sebenarnya dari Islam asli dan menempatkan Khawarij sebagai sekte sesat yang wajib dimusuhi.{{Sfn|Gaiser| 2013}}{{Sfn|Kenney|2006|pp=28–29}} Meskipun penulis Sunni maupun Syiah menggunakan sumber Khawarij yang sebelumnya sudah tidak ada lagi dan juga sumber non-Khawarij, terjemahan mereka tentang peristiwa kemunculan Khawarij tersebut telah banyak diubah sebagai [[topos sastra]].{{Sfn|Gaiser|2020}}{{Efn|1=Banyak laporan pemberontakan Khawarij misalnya, mengikuti pola yang berbeda: pengumpulan anggota Khawarij; penunjukan pemimpin yang pada awalnya enggan untuk ditunjuk; khotbah yang mengharuskan umat untuk mengobarkan semangat jihad; dan akhirnya pemberontakan.{{Sfn|Hagemann|2021|p=122}} Gambaran lain tentang Khawarij sering kali termasuk kesalehan ekstrem, keinginan untuk perang suci dan kesyahidan, dan kekerasan ekstrim.{{Sfn|Hagemann|2021|pp=86ff}}}}
 
Berdasarkan [[hadits]] [[Nabi Muhammad]] yang menubuatkan munculnya 73 sekte dalam Islam, yang salah satunya akan diselamatkan dan yang lainnya dikutuk sebagai sesat, para heresiografer (peneliti aliran sesat) kemudian sangat mementingkan pengklasifikasian apa yang mereka anggap sebagai sekte sesat dan doktrin sesat mereka.{{Sfn|Kenney|2006|p=28}} Akibatnya, pandangan sekte tertentu kemudian diubah dan dikarang-karang sendiri agar sesuai dengan klasifikasi kesesatan, dan terkadang ada beberapa sekte fiktif yang dibuat-buat dengan tujuan untuk disesat-sesatkan.{{Sfn|Gaiser|2020}}{{Sfn|Lewinstein|1992|pp=75–77, 92–96}} Selain itu, laporan para heresiografer sering kali membingungkan dan kontradiktif karena mereka membuat rekonstruksi tentang "apa yang sebenarnya terjadi" dengan mencocok-cocokkan motif sebenarnya dari kaum Khawarij agar sesuai dengan keinginan penulis.{{Sfn|Hagemann|2021|pp=64–65}} Menurut sejarawan Hannah-Lena Hagemann dan Peter Verkinderen, sumber sejarah non-Khawarij kadang-kadang menggunakan Khawarij sebagai contoh buruk dalam berbagai masalah, seperti masalah "status Ali, bahaya perselisihan komunal, atau aspek hukum pemberontakan".{{Sfn|Hagemann|Verkinderen|2020|p=501}} Sumber Ibadi, di di sisi lain, dapat dikategorikan sebagai [[Hagiografi|hagiografi]] dan sumber-sumber tersebut memiliki muatan pelestarian identitas kelompok Khawarij. Untuk tujuan tersebut, sumber Ibadi sering kali membuat-buat cerita atau mengubah peristiwa yang pernah terjadi untuk meromantisasi dan mengagungkan pemberontakan Khawarij awal dan pemimpin mereka sebagai simbol identitas kelompok.{{Sfn|Gaiser|2016|p=169}} Meski begitu, sumber-sumber Ibadi juga memusuhi kelompok Khawarij lainnya.{{Sfn|Lewinstein|1991}} Sumber-sumber tentang Khawarij, baik yang berasal dari Ibadi, historiografis, atau heresiografis, sering kali tidak melaporkan peristiwa sebagaimana yang sebenarnya terjadi. Para penulis tersebut lebih suka menunjukkan bagaimana cara dirinya dalam memandang Khawarij, dan ingin pembacanya melihat peristiwa yang mereka baca sebagai kenyataan.{{Sfn|Gaiser|2020}}{{Sfn|Hagemann|Verkinderen|2020|p=490}}
 
Sumber-sumber mengenai Khawarij yang temasuk ke dalam kategori historiografi antara lain adalah ''[[Sejarah Para Nabi dan Raja]]'' karya [[Ath-Thabari]] (wafat 923), [[Ansab al-Ashraf|''Al-Asyraf'']] dari [[Ahmad bin Yahya bin Jabir al-Baladzuri|Al-Baladzuri]] (w. 892),{{Efn|1=Al-Baladzuri agak bersimpati terhadap kaum Khawarij karena dia lebih mementingkan penggambaran Bani Umayyah sebagai tiran, yang kezaliman rezim tersebut dia lawankan dengan kesalehan Khawarij. Sebaliknya, Ath-Tabari berfokus pada kecaman terhadap militan Khawarij.{{Sfn|Hagemann|2016}}}} {{transliterasi|ar|Al-Kamil}} dari [[al-Mubarrad]] (w. 899), dan {{transliterasi|ar|[[Padang Emas]]}} dari [[Al-Mas'udi]] (w. 956).{{Sfn|Della Vida|1978| p=1077}} Sumber penting lainnya termasuk sejarah dari [[Ibnul Atsir al-Jazari|Ibnul Atsir al-Jaziri]] (w. 1233), dan [[Ibnu Katsir]] (w. 1373), tetapi kedua penulis tersebut banyak mengambil materi dari Ath-Thabari.{{Sfn|Gaiser|2013}} Inti informasi dalam sumber-sumber historiografi tersebut didasarkan pada karya sejarawan terdahulu seperti [[Abu Mikhnaf]] (wafat 773), [[Ma'mar bin al-Mutsanna]] (wafat 825), dan [[Al-Mada'ini]] (wafat 843).{{Sfn|Della Vida|1978|p=1077}} Penulis yang pada umumnya masuk ke dalam kategori heresiografi meliputi [[Abu al-Hasan al-Asy'ari|Al-Asy'ari]] (wafat 935),{{Efn|1=Kitab'' Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Musallin''.}} [[Abu Mansur Al-Baghdadi]] (w. 1037),{{Efn|1=''Al-farq bainal firaq''.}} [[Ibnu Hazm]] (w. 1064),{{Efn|1=Kitab ''al-Fasl fi'l-Milal wa'l-Ahwa wa'l-Nihal''.}} [[Asy-Syahrastani]] (w. 1153 ),{{Efn|1=Kitab ''Al-Milal wa'l-Nihal''.}} dan lain-lainnya.{{Sfn|Gaiser|2013}}{{Sfn|Kenney|2006|pp= 28–29}} Karya terkemuka di antara orang Ibadi yang bertahan adalah tulisan heresiografi abad kedelapan dari Salim bin Dzakwan.{{Sfn|Crone|Zimmermann|2001}} Tulisan ini membedakan para Ibadi dengan kelompok Khawarij lain yang diperlakukan sebagai ekstremis.{{Sfn |Sonn|Farrar|2009}} ''Al-Kasyf wal Bayan'', sebuah karya abad ke-12 oleh Al-Qalhati, adalah contoh lain dari tulisan heresiografi Ibadi dan membahas asal-usul kaum Khawarij dan perpecahan di dalam pergerakan Khawarij.{{Sfn|Gaiser|2013}}
Baris 27:
Tahun-tahun terakhir pemerintahan Utsman ditandai dengan meningkatnya ketidakpuasan dari berbagai kelompok dalam komunitas Muslim. Pengunggulan atas kerabatnya yang berasal dari [[Dinasti Umayyah]] dikritik oleh beberapa Sahabat di [[Madinah]].{{Efn|1=Dia menunjuk kerabatnya untuk semua jabatan gubernur penting dan memberikan hibah uang dan tanah untuknya kerabat dekatnya.{{Sfn|Donner|2010|pp=152–153}}}} Para pemukim Muslim awal di [[amsar|kota garnisun]] [[Kufah]] dan [[Fustat]], merasa statusnya terancam oleh beberapa faktor selama periode Utsman. Utsman benar-benar melakukan campur tangan dalam urusan provinsi,{{Efn|name=RepFN|1=Dia menuntut agar pendapatan surplus dari provinsi dikirim ke Madinah. Dia juga menegaskan bahwa tanah pertanian yang ditaklukkan di Irak, yang telah dinyatakan oleh khalifah kedua [[Umar]] sebagai aset negara yang pendapatannya dibayarkan kepada para pejuang, adalah milik negara yang dapat digunakan sesuai kebijaksanaan Khalifah.{{Sfn|Donner|2010|pp=148–149}}{{Sfn|Kennedy|2016|p=63}}}} Kepadatan kota-kota garnisun karena masuknya suku Arab secara terus-menerus, mengurangi pendapatan dari penaklukan Muslim awal, dan mengembangkan pengaruh dari bangsawan suku [[Arab pra-Islam]].{{Sfn|Donner|2010|pp=148–154}} Oposisi yang dilakukan oleh pendatang awal Irak, yang dikenal sebagai ''qurra'' (yang mungkin berarti "pembaca Al-Qur'an"), dan orang Mesir berubah menjadi pemberontakan terbuka pada tahun 656. Didorong oleh beberapa elit Madinah yang tidak puas, para pemberontak berbaris di Madinah, membunuh Utsman pada Juni 656 M.{{Sfn|Kennedy|2016|p=63}} Pembunuhannya memicu perang saudara.{{Sfn|Donner|2010|p=155}}
 
Setelah itu, sepupu dan menantu Muhammad, Ali, menjadi khalifah dengan bantuan orang-orang Madinah dan para pemberontak. Dia segera ditantang oleh sahabat awal Muhammad, [[Thalhah bin Ubaidillah]] dan [[Zubair bin Awwam]] serta janda Muhammad, [[Aisyah]], yang berpendapat bahwa pemilihannya adalah tidak sah karena melibatkan pembunuh Utsman dan karenanya, majelis syura harus dipanggil untuk memilih khalifah baru. Ali mengalahkan mereka pada bulan November 656 di [[Pertempuran Unta]].{{Sfn|Donner|2010|pp=157–159}} Kemudian, [[Muawiyah bin Abi Sufyan]], kerabat Utsman dan gubernur [[Suriah]], mencela pemilihan Ali, berpendapat bahwa pembunuh Utsman berada di kamp Ali dan menghindari hukuman. Keduanya saling berhadapan di [[Pertempuran Siffin]] pada Juli 657. Di ambang kekalahan, Muawiyah memerintahkan prajuritnya untuk mengibarkan mushaf Al-Quran di tombak mereka sebagai sinyal untuk menghentikan pertarungan dan merundingkan perdamaian. Orang-orang ''qurra'' yang ada di pasukan Ali digerakkan oleh isyarat,{{Sfn|Wellhausen|1901|p=3}} yang mereka tafsirkan sebagai seruan kepada Kitabullah,{{Sfn|Wellhausen| 1901|p=7}}{{Sfn|Madelung|1997|p=238}} dan menuntut agar Ali segera menghentikan pertempuran. Meskipun awalnya tidak mau, Ali kemudian menyerah di bawah tekanan dan ancaman kekerasan terhadapnya oleh orang-orang ''qurra''.{{Sfn|Wellhausen|1901|p=3}}{{Sfn|Della Vida|1978|p= 1074}}{{Sfn|Madelung|1997|p=238}} Panitia arbitrase yang terdiri dari perwakilan Ali dan Muawiyah dibentuk dengan mandat untuk menyelesaikan perselisihan menurut Al-Qur'an dan sunnah.{{Sfn|Wellhausen|1901|p=3}}{{Sfn|Hinds|1972|p=100}}{{Efn|1=Dokumen arbitrase tidak menyatakan dengan jelas masalah apa yang harus diselesaikan. Juga tidak jelas apa arti istilah ''sunnah al-adilah'' ({{Secara harfiah|praktek yang adil}}). Versi dokumen palsu selanjutnya merevisi istilah tersebut menjadi {{transliterasi|ar|[[Sunnah|sunnah]]}} Muhammad. Kaum Khawarij menentang hal ini karena menyiratkan bahwa Al-Quran bukanlah dasar yang cukup untuk membuat keputusan.{{Sfn|Hinds|1972|pp=100–102}}}} Ketika sebagian besar pasukan Ali menerima kesepakatan tersebut, ada satu kelompok yang mencakup sebagian besar dari suku [[Bani Tamim|Tamim]], dengan keras menolak arbitrase dan mengangkat slogan "Tiada hukum kecuali hukum Allah" ''Lā hukma illā Allah''.{{Sfn| Della Vida|1978|p=1074}}
 
===Harurah===
Baris 43:
Ali menolak untuk mengecam proses arbitrase yang terus berlanjut meskipun pasukan di Harura kembali setia padanya. Pada bulan Maret 658, Ali mengirim delegasi, yang dipimpin oleh [[Abu Musa Al-Asy'ari]], untuk melaksanakan pembicaraan.{{Sfn|Della Vida|1978|p=1074}} Pasukan yang menentang arbitrase setelah itu mengutuk keputusan Ali dan memilih [[Abdullah bin Wahab Ar-Rasibi]] yang saleh sebagai khalifah mereka. Untuk menghindari deteksi, mereka keluar dari Kufah dalam kelompok kecil dan pergi ke sebuah tempat bernama Nahrawan di tepi timur [[Tigris]]. Sekitar lima ratus rekan mereka yang berada di [[Basrah]] diberitahu dan bergabung dengan mereka di Nahrawan. Gabungan atas pasukan Ali yang menolak arbitrase dan sebagian rekan mereka dari Basrah dilaporkan berjumlah hingga 4.000 orang.{{Sfn|Wellhausen|1901|pp=17–18}}{{Sfn|Madelung|1997| pp=251–252}} Mereka menyatakan Ali dan para pengikutnya sebagai kafir, dan dianggap telah membunuh beberapa orang yang tidak memiliki pandangan yang sama.{{Sfn|Wellhausen|1901|pp=17–18}}{{Sfn| Gaiser|2016|p=48}}
 
Sementara itu, para arbiter menyatakan bahwa Utsman telah dibunuh secara tidak adil oleh para pemberontak. Mereka tidak dapat menyepakati hal-hal substantif lainnya dan prosesnya gagal. Ali mencela perilaku pihak delegasi Muawiyah, yaitu [[Amru bin Ash]] karena bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, dan mengumpulkan para pendukungnya untuk mengobarkan perang baru melawan Muawiyah.{{Sfn|Donner|2010|p=163}}{{Sfn|Madelung|1997|p=257}} Dia mengundang Khawarij untuk bergabung dengannya seperti sebelumnya. Mereka menolak dan tetap menunggu pengakuan Ali bahwa dirinya telah tersesat dan mau bertobat. Melihat tidak ada peluang rekonsiliasi, Ali memutuskan untuk berangkat ke Suriah tanpa mereka.{{Sfn|Madelung|1997|p=258}} Namun, dalam perjalanan, dia menerima berita tentang pembunuhan seorang musafir oleh kaum Khawarij, yang kemudian diikuti dengan pembunuhan terhadap utusannya, yang telah dikirim untuk menyelidiki mereka.{{Efn|1=Musafir tersebut dikatakan sebagai Abdullah, putra dari sahabat Muhammad, Khabbab. Ceritanya, dalam berbagai varian, ditemukan di hampir setiap sumber yang berhubungan dengan Khawarij awal. Dalam versi paling terkenal, Ibnu Khabbab bertemu dengan sekelompok Khawarij. Menanggapi pertanyaan mereka, dia menceritakan sebuah hadits tentang Muhammad yang menubuatkan munculnya Fitnah (secara harfiah berarti tuduhan palsu, tetapi secara historis kata itu merujuk pada perang saudara) dan menginstruksikan bahwa orang-orang beriman berada di pihak 'terbunuh' daripada 'pembunuh'. Orang-orang Khawarij yang marah kemudian membawanya sebagai tawanan. Salah satu dari mereka mengeluarkan kurma, yang dia temukan di jalan, ketika orang lain keberatan bahwa dia telah mengambilnya tanpa izin pemiliknya. Belakangan, dia menemukan dan membayar pemilik babi yang baru saja dia bunuh tanpa izin. Ibnu Khabbab secara keliru menyimpulkan bahwa orang dengan keberatan seperti itu tidak akan membunuhnya. Dia disembelih di atas bangkai babi; gadis budaknya yang hamil juga dibunuh dan rahimnya dirobek. Sejarawan [[Adam Gaiser]] dan Hannah-Lena Hagemann berpendapat bahwa cerita tersebut, karena prevalensinya pada sumber, kemungkinan besar memiliki inti kebenaran, tetapi telah banyak dimodifikasi untuk berbagai tujuan dan detailnya tidak dapat diandalkan. Ini mengontraskan kesalehan ekstrem Khawarij dengan kekerasan ekstrem yang dilakukan oleh mereka untuk menekankan kekosongan religiusitas mereka, menekankan bahaya yang terkait dengan ekstremisme agama, dan membenarkan serangan Ali terhadap mereka di Nahrawan. Versi cerita tertentu memiliki referensi anakronus ke isti'rad, sedangkan struktur keseluruhan mirip dengan kejadian di kemudian hari. Cerita itu juga menggambarkan karakter Khawarij generasi awal yang meniru karakteristik tindakan dari kelompok Azariqa yang datang kemudian. Apa yang dapat dikatakan dengan tingkat kepastian tertentu adalah bahwa Ibnu Khabbab dibunuh oleh beberapa Khawarij, untuk alasan yang tidak diketahui, dan sisanya menolak untuk menyerahkannya kepada Ali di Nahrawan.{{Sfn|Hagemann|2021|pp=101 –103}}{{Sfn|Gaiser|2016|pp=95–97}}}} Dia didesak oleh para pengikutnya, yang mengkhawatirkan keluarga dan harta benda mereka di Kufah, untuk berurusan dengan kaum Khawarij terlebih dahulu.{{Sfn|Madelung |1997|p=259}} Setelah Khawarij menolak untuk menyerahkan para pembunuh, anak buah Ali menyerang perkemahan mereka, yang berakibat pada kekalahan telak di pihak Khawarij di [[Pertempuran Nahrawan]] (Juli 658 M), di mana Ar-Rasibi dan sebagian besar pendukungnya dibunuh.{{Sfn|Della Vida|1978|pp=1074–1075}} Sekitar 1.200 Khawarij menyerah dan selamat.{{Sfn|Wellhausen|1901|p=18}} Pertumpahan darah menyegel perpecahan Khawarij dari pengikut Ali,{{Sfn|Della Vida|1978|pp=1074–1075}} dan mereka terus melancarkan pemberontakan melawan kekhalifahan. Lima pemberontakan kecil Khawarij yang mengikuti Nahrawan, masing-masing berjumlah sekitar 200 orang, dipadamkan selama pemerintahan Ali.{{Sfn|Wellhausen|1901|p=18}}{{Sfn|Watt|1973|p=19}} Khawarij menyerukan balas dendam yang akhirnya menyebabkan [[Pembunuhan Ali|pembunuhan Ali]] oleh seorang Khawarij yang terkenal bernama [[Abdurrahman bin Muljam]].{{Sfn|Della Vida|1978|pp=1074–1075}} Ibnu Muljam membunuh Ali dengan pedang beracun saat Ali memimpin salat subuh pada tanggal 26 Januari 661 di [[Masjid Agung Kufah|masjid Kufah]].{{Sfn|Madelung|1997|p=308}}
 
== Sejarah berikutnya ==
Baris 63:
Selama berada di Ahwaz, Najdah memutuskan hubungan dengan Ibnu al-Azraq karena Ibnu al-Azraq menganut ideologi yang ekstrem.{{Sfn|Wilkinson|2010|p=148}} Najdah, bersama para pengikutnya, pindah ke Yamamah, tanah air [[Banu Hanifah]].{{Sfn|Rotter|1982|p=80}} Dia menjadi pemimpin faksi Khawarij Abu Talut, yang kemudian dikenal sebagai [[Najdah]] berdasarkan namanya.{{Sfn|Rotter|1982|p= 80}}{{Sfn|Dixon|1971|pp=169–170}} Najdah menguasai [[Bahrain]], memukul mundur 14.000 tentara Ibnu Zubair yang dikerahkan untuk melawannya. Letnannya, [[Atiyyah bin al-Aswad]], merebut [[Oman]] dari penguasa setempat, meskipun penguasa tersebut merebut kembali wilayah mereka beberapa bulan kemudian. Najdah merebut [[Hadramaut]] dan [[Yaman]] pada tahun 687 M dan kemudian merebut [[Thaif]], sebuah kota dekat dengan ibu kota Ibnu Zubair, yaitu Mekah. Najdah membuat Ibnu Zubair terpojok di Hijaz karena dia menguasai sebagian besar Arab. Tidak lama kemudian, para pengikut Najdah menjadi kecewa dengannya karena dugaan korespondensinya dengan khalifah Umayyah [[Abdul Malik bin Marwan|Abdul Malik]], gaji yang diberikan secara tidak teratur kepada tentaranya, dan penolakannya untuk menghukum seorang tentara yang telah mengkonsumsi anggur, serta membebaskan cucu perempuan khalifah Utsman yang tertawan. Dia kemudian digulingkan karena dianggap tersesat dan kemudian dieksekusi pada tahun 691 M.{{Sfn|Dixon|1971|pp=171–173}} Atiyyah yang berlepas diri dari Najdah kemudian pindah ke [[Sistan]] di timur Persia atau kemungkinan di [[Sind]], dan akhirnya dia dibunuh di sana {{Sfn|Watt|1961|p=219}}.{{Sfn|Dixon|1971|p=171}} Di Sistan, pengikutnya terpecah menjadi berbagai sekte, termasuk Atawiyyah dan Ajaridah.{{Sfn|Gaiser|2020}} Di Arab, Abu Fudaik Abdullah bin Tsaur mengambil alih kepemimpinan Najdah dan mengalahkan beberapa serangan tentara Ibnu Zubair dan kemudian Umayyah. Dia akhirnya dibunuh bersama dengan 6.000 pengikutnya pada tahun 692 M oleh pasukan Umayyah di Bahrain.{{Sfn|Dixon|1971|pp=175–176}}{{Sfn|Wellhausen|1901|pp=30–32}} Dimusnahkan secara politis, kelompok Najdah mundur ke dalam ketidakjelasan dan menghilang sekitar abad kesepuluh.{{Sfn|Crone|1998|p=56}}{{Sfn|Gaiser|2010|p=131}}
===Khawarij moderat===
Menurut catatan para heresiografer, Khawarij terpecah menjadi empat kelompok utama selama Fitnah Kedua. Sebuah kelompok moderat yang dipimpin oleh [[Abdullah bin Saffar]] (atau Asfar) dan [[Abdallah bin Ibad|Abdallah bin Ibad]] merasa tidak setuju dengan Azariqah dan Najdah yang radikal mengenai masalah pemberontakan dan pemisahan dari non-Khawarij. Ibnu Saffar dan Ibnu Ibad kemudian berselisih pendapat di antara mereka sendiri mengenai keyakinan non-Khawarij, dan dengan demikian muncullah dua sekte lainnya: [[Sufriyyah|Sufriyah]] dan [[Ibadi|Ibadiyah]]yah. Semua subkelompok Khawarij yang tidak dikategorikan lainnya biasanya dianggap cabang dari Sufriyah.{{Sfn|Lewinstein|1992|pp=77–78}} Dalam skema pembagian ini, seluruh orang-orang Khawarij dari wilayah [[Al-Jazirah]] (Irak barat laut), termasuk seorang zahid yang bernama Salih bin Mussarih, pemimpin suku [[Syabib bin Yazid Asy-Syaibani]], pemimpin pemberontakan yang bernama [[Dahhak bin Qais Asy-Syaibani]] selama [[Fitnah Ketiga]] (744–750), mereka semua memiliki afiliasi dengan Sufriyah.{{Sfn|Lewinstein|1992|pp=80–81}}{{Sfn|Robinson|2000|pp=111–112}} Setelah kematian Ibnu Ibad, Ibadiyah dipimpin oleh [[Jabir bin Zaid]] dan Abu Ubaidah Muslim bin Abi Karimah. Jabir, seorang cendekiawan yang dihormati, memiliki hubungan persahabatan dengan Khalifah Abdul Malik serta dengan Hajjaj.{{Sfn|Lewicki|1971|pp=648–649}}{{Sfn|Hoffman|2012|pp=11–12}} Mengikuti kematian Abdul Malik, hubungan antara para pemimpin Ibadiyah dengan Hajjaj memburuk karena para pemimpin Ibadiyah memiliki kecenderungan ke arah aktivisme. Akibatnya, Hajjaj mengasingkan beberapa dari mereka ke Oman dan memenjarakan yang lainnya. Abu Ubaidah, yang dibebaskan setelah kematian Hajjaj pada tahun 714 M, menjadi pemimpin berikutnya dari Ibadiyah. Setelah gagal memenangkan khalifah Bani Umayyah dengan doktrin Ibadi, dia mengirim para dai untuk menyebarkan doktrin tersebut di berbagai bagian kekaisaran.{{Sfn|Lewicki|1971|pp=649–650}}{{Sfn|Hoffman|2012 |pp=12–13}} Hampir bersamaan, Sufriyah juga menyebar ke Afrika Utara dan Arabia selatan melalui kegiatan dakwah. Sufriyah akhirnya punah ketika para pengikutnya bersepakat untuk mengadopsi ajaran Ibnu Ibad.{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997|p=767}} Sumber-sumber Ibadi juga kurang lebih sejalan dengan skema ini, di mana Ibadiyah mengklaim dirinya muncul sebagai penerus sejati dari komunitas asli Madinah dan Khawarij pra-Fitnah Kedua awal, meskipun Ibnu Ibad dalam literatur Ibadi tidak begitu menonjol dan Jabir dinyatakan sebagai pemimpin gerakan Ibadiyah setelah Abu Bilal Mirdas.{{Sfn|Gaiser|2021}}
 
Sejarawan modern menganggap Ibnu Saffar sebagai tokoh legenda,{{Sfn|Lewinstein|1992|p=94}}{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997|p=766}}{{Sfn|Wilkinson|2010|p=159 }}{{Sfn|Crone|Zimmermann|2001|p=202 n}} dan menegaskan bahwa sekte Sufriyah dan Ibadiyah tidak ada selama abad ketujuh. Para heresiografer, yang tujuannya adalah untuk mengkategorikan keyakinan yang berbeda dari Khawarij, kemungkinan besar menciptakan istilah Sufriyah untuk mengakomodasi kelompok-kelompok yang tidak cocok dikategorikan sebagai Ibadiyah, Najdah, maupun Azariqah.{{Sfn|Gaiser|2020}}{{Sfn|Lewinstein|1992}}{{Sfn|Wilkinson|2010|pp=150–151}} Sejarawan modern berpendapat bahwa satu-satunya aliran Khawarij yang moderat dan eksis pada abad ketujuh adalah "Sufri". Menurut sejarawan Keith Lewinstein, istilah tersebut mungkin berasal dari kaum Khawarij awal yang saleh karena penampilan kuning pucat mereka. Penampilan kuning tersebut disebut sebagai ''sufra'' dan disebabkan oleh ibadah yang berlebihan.{{Sfn|Lewinstein|1992|pp=94–96}} Kaum moderat Khawarij mengutuk militansi Azariqah dan Najdah, tetapi mereka sendiri sebenarnya tidak memiliki seperangkat doktrin yang konkret. Jabir dan Abu Ubaidah mungkin merupakan tokoh terkemuka dalam gerakan moderat.{{Sfn|Gaiser|2021}} Kaum moderat yang awalnya disebut Sufri semakin terpecah menjadi Sufriyah dan Ibadiyah. Kedua kelompok tersebut sejatinya hadir hanya pada abad kedelapan, yang mana perbedaan utama di antara keduanya hanyalah terletak pada afiliasi kesukuan daripada perbedaan doktrinal .{{Sfn|Lewinstein|1992}}{{Sfn|Gaiser|2020}}
Baris 70:
====Sufriyah====
[[File:Idrisids-eng.PNG|thumb|upright=1.6|alt=A color-coded map of North-western Africa |[[Dinasti Midrariyah]] dari [[Sijilmasa]] (hijau) yang mengikuti aliran Sufriyah berkuasa selama sekitar 150 tahun.]]
Kemunculan [[Sufri|aliran Sufriyah]] dan Ibadiyah dibuktikan dari awal abad kedelapan di Afrika Utara dan Oman. Keduanya berbeda dalam asosiasi kelompok suku dan bersaing untuk mendapatkan dukungan populer.{{Sfn|Lewinstein|1992|p=76}} Selama hari-hari terakhir kekaisaran Umayyah, pemberontakan Sufri secara besar meletus di Irak pada tahun 744 M.{{Sfn |Wellhausen|1901|p=48}} Pemberontakan pada awalnya dipimpin oleh Sa'id bin Bahdal Asy-Syaibani, dan setelah kematiannya akibat wabah, Dahhak bin Qais Asy-Syaibani. Dengan pasukannya yang menyerap para pengikut Sufriyah dari penjuru kekhalifahan, dia merebut Kufah pada April 745 M. Kota [[Wasit]] kemudian yang menggantikan Kufah sebagai ibu kota daerah di bawah Hajjaj. Pada tahap ini, bahkan beberapa pejabat Umayyah termasuk dua putra mantan khalifah ([[Sulaiman bin Hisyam|Sulaiman]], putra [[Hisyam bin Abdul Malik|Hisyam]] dan [[Abdallah bin Umar bin Abdul Aziz |Abdallah]], putra [[Umar bin Abdul Aziz]]), mengakui Dahhak sebagai khalifah dan bergabung dengan barisannya. Dahhak merebut Mosul, tetapi dibunuh oleh pasukan Khalifah [[Marwan II]] pada tahun 746 M. Penggantinya, Syaiban bin Abdul Aziz al-Yasykuri, diusir dari Mosul oleh Marwan II dan melarikan diri ke Fars untuk bergabung dengan Pemimpin Syiah [[Abdallah bin Muawiyah]], yang memerintah melawan Bani Umayyah. Ketika kelompok mereka diserang oleh Bani Umayyah, orang-orang Khawarij tersebut bubar dan Syaiban melarikan diri ke Oman, di mana dia dibunuh oleh para pemimpin lokal sekitar tahun 751 M.{{Sfn|Wellhausen|1901|pp=49–51}}{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997| pp=766–767}} Di bawah [[Kekhalifahan Abbasiyah]], yang telah [[Revolusi Abbasiyah|menumbangkan Bani Umayyah]] pada tahun 750 M, pemberontakan Sufri di bagian timur kekaisaran berlanjut selama hampir dua abad, meskipun pada skala kecil dan mudah dipadamkan. Namun, dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Abdul Hamid al-Bajali pada 866–877 dan oleh Harun bin Abdullah al-Bajali pada 880–896 M, Khawarij [[Pemberontakan Khawarij (866–896)|mendapatkan kendali atas Mesopotamia utara]] dari Abbasiyah dan mulai memungut pajak.{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997|p=767}}
 
Pada pertengahan abad ke-8, orang-orang Khawarij yang moderat muncul di Afrika Utara. Mereka sebagian besar berasal dari bangsa [[Berber|Berber]] dan menjadi pengikut Khawarij moderat melalui aktivitas dakwah. Dengan munculnya perbedaan Ibadi-Sufri pada periode ini, kelompok-kelompok Ibadi tanpa afiliasi diasosiasikan dengan [[Sufri|Sufriyah]]yah. Sekitar tahun 740, Sufriyah di bawah kepemimpinan [[Maisarah al-Matghari]] telah memberontak di [[Tangier]] dan merebut kota tersebut dari Bani Umayyah. Mereka berbaris ke ibu kota provinsi [[Kairouan]], tetapi tidak dapat merebutnya. Namun demikian, gangguan Sufri di Afrika Utara berlanjut selama periode Umayyah.{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997|pp=767–768}} Sekitar tahun 750, [[Dinasti Midrariyah]] yang mengikuti aliran Sufriyah mendirikan sebuah kerajaan di [[Sijilmasa]], di Maroko modern. Dinasti tersebut bertahan hingga [[Kekhalifahan Fatimiyah|Fatimiyah]] merebut kota tersebut pada tahun 909 M. Meskipun demikian, dinasti Midrariyah terus memerintah kota di bawah kekuasaan kekuasaan Fatimiyah yang terputus-putus hingga tahun 976 M.{{Sfn|Love|2010|pp=177–183}} Orang-orang Sufriyah di Afrika Utara kemudian menghilang, dan sisa-sisa pengikutnya mengadopsi ajaran Ibadiyah sekitar abad ke-10 atau ke-11 M.{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997|p=768}}
 
====Ibadiyah====
Baris 79:
[[File:Historical map of algeria en.svg|thumb|upright=1.6|left|alt=A map of North Africa with green-shaded region|[[Dinasti Rustam]] yang menganut aliran Ibadi menguasai sebagian besar Aljazair modern selama lebih dari satu abad.]]
 
Pada tahun 745 M, [[Talibul Haq|Abdallah bin Yahya al-Kindi]] mendirikan negara Ibadi pertama di Hadramaut, dan merebut Yaman pada tahun 746 M. Letnannya yang bernama [[Abu Hamzah Mukhtar bin Aus al-Azdi]] melakukan [[Pemberontakan Ibadi|penaklukkan terhadap Mekkah dan Madinah]]. Bani Umayyah mengalahkan dan membunuh Abu Hamzah dan Ibnu Yahya pada tahun 748 M sehingga negara Ibadi pertama tersebut runtuh.{{Sfn|Hoffman|2012|p=13}}{{Sfn|Wellhausen|1901|pp=52–53}} Negara Ibadi lain didirikan di Oman pada tahun 750 M setelah jatuhnya Abu Yahya, tetapi jatuh ke tangan Abbasiyah pada tahun 752. Disusul dengan pembentukan negara Ibadi lainnya pada tahun 793 M,{{Sfn|Hoffman|2012|p=13}} yang bertahan selama satu abad hingga Abbasiyah merebut kembali Oman pada tahun 893 M. Pengaruh Abbasiyah di Oman sebagian besar bersifat simbolis, dan Imam orang-orang Ibadi terus memegang kekuasaan yang besar secara ''de facto''.{{Sfn|Lewicki|1971|p =652}} Sekitar satu abad kemudian, pemimpin Ibadi yang bernama Al-Khalil bin Syatsan al-Kharusi (memerintah sejak 1016 - 1029) menegaskan kembali kendali atas Oman tengah, sedangkan penggantinya Rasyid bin Sa'id al-Yahmadi (memerintah sejak 1029 - 1053) mengusir dinasti protektorat Abbasiyah, [[Dinasti Buwaihi|Dinasti Buwaihiyah]]yah yang Syiah hingga keluar dari wilayah pesisir. Dengan demikian, kejadian tersebut memulihkan kendali Ibadi atas Oman. Perpecahan internal menyebabkan jatuhnya imamah Ibadi ketiga pada akhir abad ke-12.{{Sfn|Gaiser|2021}} Imamah Ibadi didirikan kembali pada abad-abad berikutnya.{{Sfn|Hoffman|2012|pp=14–16}} Hingga saat ini, ajaran Ibadi masih dipeluk oleh mayoritas penduduk Oman asli.{{Sfn|Lewicki|1971|p=653}}
 
Kegiatan dakwah Ibadi cukup sukses di Afrika Utara.{{Sfn|Lewicki|1971|p=653}} Pada tahun 757, orang-orang Ibadi merebut [[Tripoli, Libya|Tripoli]] dan merebut Kairouan tahun berikutnya. Diusir oleh tentara Abbasiyah pada tahun 761 M, para pemimpin Ibadi mendirikan sebuah negara yang kemudian dikenal sebagai [[Dinasti Rustam]], di [[Tahart]]. Dinasti tersebut pada akhirnya digulingkan pada 909 M oleh Fatimiyah. Komunitas Ibadi terus ada sampai sekarang di [[Pegunungan Nafusa|Pegunungan Nafusah]]h di Libya barat laut, pulau [[Djerba]] di Tunisia dan lembah [[M'zab]] di Aljazair.{{Sfn|Hoffman|2012|pp=13 –14}} Di Afrika Timur, mereka ditemukan di [[Zanzibar]].{{Sfn|Lewicki|1971|p=653}} Kegiatan dakwah Ibadi juga mencapai Persia, India, Mesir, Sudan, Spanyol dan Sisilia, meskipun komunitas Ibadi di wilayah ini menghilang seiring waktu.{{Sfn|Lewicki|1971|pp=653, 656–657}} Jumlah total orang Ibadi di Oman diperkirakan mencapai 2,5 juta orang dan di Afrika diperkirakan sekitar 200.000 orang.{{Sfn|Vikør |2018|p=968}}
 
==Keyakinan dan praktik==
Baris 90:
Hampir semua golongan Khawarij menganggap jabatan pemimpin (imam) itu perlu ada. Banyak pemimpin Khawarij mengadopsi gelar {{transliterasi|ar|amirul mu'minin}}, yang biasanya diperuntukkan bagi khalifah.{{Sfn|Gaiser|2010|pp=129–130}} Najdah merupakan pengecualian karena mereka menganggap bahwa jabatan kepemimpinan itu tidak diwajibkan. Setelah kekalahan mereka pada tahun 692 M, orang-orang Najdah menghapus persyaratan perang melawan kaum non-Khawarij dan jabatan imamah sebagai sarana untuk bertahan hidup.{{Sfn|Crone|1998|pp=56, 76}}{{Sfn|Gaiser|2010|pp=130–131}} Sejarawan [[Patricia Crone]] menggambarkan filosofi Najdah sebagai bentuk awal dari [[anarkisme]].{{Sfn|Crone|2000|pp=24–26}}
===Doktrin lain===
Kaum Khawarij juga menegaskan bahwa iman tanpa disertai perbuatan adalah sia-sia, dan bahwa siapa pun yang melakukan dosa besar adalah kafir dan harus bertobat untuk mengembalikan iman yang benar. Namun, gagasan Khawarij tentang kekafiran berbeda dari definisi Muslim arus utama, yang memahami bahwa yang termasuk ke dalam kategori kafir adalah non-Muslim. Bagi kaum Khawarij, kekafiran dapat mencakup menyiratkan Muslim yang fasik, atau Muslim semu yang menolak Islam sejati.{{Sfn|Kenney|2006|pp=34–35}} Penganut Azariqah memiliki posisi yang lebih ekstrem bahwa orang Muslim fasik yang kafir tersebut sebenarnya adalah [[syirik]] dan [[Kemurtadan dalam Islam|murtad]] sehingga tidak dapat masuk kembali ke Islam dan dapat dibunuh bersama dengan wanita dan anak-anak mereka.{{Sfn|Kenney|2006|pp=34– 35}}{{Sfn|Hoffman|2012|p=28}} Perkawinan campur antara Khawarij dan orang-orang "kafir" tersebut dilarang dalam doktrin Azariqah.{{Sfn|Lewinstein|2008}} Najdah mengizinkan pernikahan dengan non-Khawarij.{{ Sfn|Gaiser|2020}} Dari kalangan moderat seperti Sufriyah dan Baihasiyah{{Efn|1=Pengikut [[Abu Baihas]], yang dikatakan mengkritik Azariqah karena bertindak terlalu jauh dengan melegitimasi pembunuhan Muslim non-Khawarij dan keluarga mereka, dan mengkritik Ibadiyah karena tidak menganggap Muslim non-Khawarij sebagai kafir. Hampir dapat dipastikan bahwa sekte ini juga berkembang di kemudian hari dan tidak eksis di saat perang saudara kedua seperti yang dinyatakan oleh sumber-sumber tersebut.{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997|p=766}}}} menganggap semua Muslim non-Khawarij sebagai kafir, tetapi juga kedua sekte tersebut menolak untuk memerangi non-Khawarij, kecuali diperlukan, dan diperbolehkan kawin campur dengan mereka.{{Sfn|Madelung|Lewinstein|1997|p=766}} [[Ibadi|Ibadiyah]]yah, di sisi lain, tidak menyatakan Muslim non-Khawarij sebagai musyrik atau kafir, tetapi sebagai [[Munafiq|munafik]] ({{transliterasi|ar|kuffar bil-nifaq}}), atau sebagai orang yang tidak bersyukur atas nikmat Allah ({{transliterasi|ar|kuffar bil-ni'mah}}).{{Sfn|Hoffman|2012|p=28}} Orang-orang Ibadi juga mengizinkan pernikahan di luar sekte Ibadi sendiri.{{Sfn|Demichelis|2015|p=108}}
 
Azariqah dan Najdah berpendapat bahwa karena para penguasa Bani Umayyah dan semua Muslim non-Khawarij pada umumnya adalah kafir, maka memilih untuk hidup di bawah kekuasaan mereka yang kafir ({{transliterasi|ar|darul kuffar}}) dianggap melanggar hukum karena itu merupakan tindakan kemusyrikan. Oleh karena itu, orang-orang Khawarij diwajibkan untuk pindah, meniru konsep [[Hijrah]]-nya Muhammad ke Madinah, dan mendirikan kekuasaan mereka sendiri yang sah ({{transliterasi|ar|[[darul hijrah]]}}).{{ Sfn|Crone|2004|p=56}} Azariqah melarang praktik penyesatan keyakinan mereka dan mencap Khawarij yang non-aktivis (yaitu Khawarij yang tidak beremigrasi ke negara mereka) sebagai orang yang tidak beriman.{{Sfn|Kenney|2006|pp=34–35}}{{Sfn|Hoffman|2012|p=28}}{{Sfn|Lewinstein|2008}} Najdah mengizinkan orang-orang Khawarij non-aktivisme yang pasif, tetapi melabeli orang-orang tersebut sebagai orang munafik.{{Sfn|Gaiser|2020}} [[Orientalis]] [[W. Montgomery Watt|Montgomery Watt]] mengaitkan moderasi pendirian Najdah ini dengan kebutuhan praktis yang mereka temui saat memerintah Arab, karena administrasi wilayah yang luas membutuhkan fleksibilitas dan kelonggaran untuk ketidaksempurnaan manusia.{{Sfn|Watt|1961|pp=220 –221}} Sufriyah dan Ibadiyah berpendapat bahwa pembentukan kekuasaan yang sah adalah sesuatu yang masih diperlukan, mereka menganggap sah juga jika penganut Khawarij melakukan {{transliterasi|ar|kitman}} dan terus hidup di antara orang-orang non-Khawarij jika pemberontakan tidak memungkinkan.{{Sfn|Crone|2004|p=56}}
Baris 96:
Kaum Khawarij menganut bahwa semua Muslim adalah setara, terlepas dari latar belakang etnis mereka dan menganjurkan kesetaraan status untuk orang-orang non-Arab yang disebut {{transliterasi|ar|[[mawali]]}} dengan [[Arab]].{{Sfn|Timani|2008|p=65}} Najdah memilih seorang {{transliterasi|ar|mawla}}, penjual buah bernama Tsabit , sebagai pemimpin mereka setelah eksekusi Najdah bin Amir Al-Hanafi. Meskipun begitu, pilihan orang-orang Najdah tersebut bertentangan dengan perasaan kesukuan mereka dan mereka segera meminta Tsabit untuk mundur dan memilih seorang pemimpin Arab untuk mereka, yang mana pemimpin berikutnya adalah Abu Fudaik.{{Sfn|Wellhausen|1901|p=32}} Pemimpin Azariqah, Ibn al-Azraq, dikatakan sebagai anak {{transliterasi|ar|mawla}} asal [[Yunani]].{{Sfn|Morony|1984|p=475}} Para imam Khawarij Afrika Utara dari tahun 740 M dan seterusnya semuanya adalah orang non-Arab.{{Sfn|Crone|2004|p=58}} Khawarij juga mengadvokasi kesetaraan wanita dengan pria.{{Sfn|Timani|2008|p=65}} Atas dasar wanita berjuang bersama Muhammad, kaum Khawarij memandang [[jihad]] sebagai kewajiban bagi wanita. Seorang prajurit dan penyair yang bernama [[Laila binti Tarif]] adalah contoh yang terkenal.{{Sfn|Allen|2005|p=319}} Istri Syabib, yaitu [[Ghazalah]], ikut berpartisipasi dalam pertempurannya melawan pasukan Hajjaj.{{Sfn| Shaban|1971|p=107}} Kaum Khawarij memiliki sikap yang sangat hati-hati terhadap non-Muslim. Mereka lebih serius menghormati status [[dzimmi]] (dilindungi) orang-orang non-Muslim daripada aliran yang lain.{{Sfn|Morony|1984|p=471}}
 
Beberapa Khawarij menolak hukuman [[perzinahan]] dengan [[Rajam|rajam]],{{Sfn|Della Vida|1978|p=1077}}{{Sfn|Burton|1977|p=93}} yang disyariatkan di [[Mazhab|mazhab-mazhab]] yang lain. Meskipun Al-Qur'an tidak menetapkan hukuman rajam, umat Islam dari mazhab lain berpendapat bahwa ayat rajam sebenarnya ada dalam Al-Qur'an, yang kemudian [[Nasakh (tafsir)|dihapuskan]]. Sebuah hadits yang dianggap berasal dari Umar, menjelaskan keberadaan ayat rajam tersebut dalam Al-Qur'an.{{Sfn|Burton|1977|pp=68ff}} Khawarij menolak keberadaan ayat tersebut.{{Sfn|Della Vida|1978 |p=1077}} Heresiografer sekaligus Teolog kenamaan, Al-Asy'ari mengaitkan posisi penolakan ayat rajam dengan aliran Azariqah,{{Sfn|Lewinstein|1991|p=258}} karena mereka menerapkan pemahaman skripturalis yang ketat dalam masalah hukum (yaitu hanya mengikuti Al-Qur'an dan menolak pandangan umum jika mereka tidak memiliki dasar Al-Qur'an), dan dengan demikian juga orang-orang Azariqah menolak untuk menegakkan hukuman hukum pada tuduhan perzinahan ketika fitnah tersebut ditargetkan pada laki-laki.{{Sfn|Lewinstein|2008}} Azariqah melembagakan praktik pengujian keyakinan anggota baru ({{transliterasi|ar|mihnah}}), yang dikatakan bahwa dalam mihnah tersebut, seseorang yang hendak mengakui Khawarij sebagai pemahamannya harus membunuh seorang tawanan yang telah diberikan. Praktik tersebut pernah dilakukan hanya sekali seperti yang ditulis oleh Watt, tetapi memungkinkan bahwa keberadaan praktik ''mihnah'' tersebut adalah hasil distorsi belakangan oleh para heresiografer seperti yang diyakini oleh Lewinstein.{{Sfn|Lewinstein|2008}}{{Sfn|Watt|1961|p=220}} Salah satu kelompok Khawarij juga menolak untuk mengakui {{transliterasi|ar|[[Surah Yusuf]]}} sebagai bagian asli dari Alquran, karena mereka menganggap isinya dari semua surah tersebut adalah keduniawian.{{Sfn|Della Vida|1978|pp=1076–1077}}
 
==Puisi==
Baris 139:
Pada abad kedelapan dan kesembilan, Khawarij, khususnya Ibadi, mendorong para teolog berkontribusi pada perdebatan mengenai masalah [[Tauhid|kesatuan ilahi]] versus kejamakan sifat-sifat ilahi, dan [[predestinasi]] versus [[kehendak bebas]].{{Sfn|Madelung|1979|pp=127–129}} Mengenai sifat-sifat ketuhanan, orang Ibadi sependapat dengan Muktazilah bahwa sifat-sifat hakikat (sifat-sifat yang harus dimiliki Tuhan; mis. pengetahuan dan kekuasaan) berbeda dengan sifat-sifat perbuatan (yang ada di luar dirinya; seperti ciptaan dan ucapan),{{Sfn|Madelung|1979|pp=121, 127}} tetapi orang Ibadi juga berpendapat bahwa kehendak ilahi adalah sifat dari hakikat. Dengan demikian Tuhan berkehendak dari kekekalan, yang berarti bahwa segala sesuatu telah ditentukan sebelumnya. Akibatnya, orang Ibadi menolak doktrin kehendak bebas manusia. Menurut [[Wilferd Madelung]], kemungkinan besar kelompok Ibadi adalah kelompok pertama yang memegang pandangan tentang kehendak Tuhan sebagai atribut esensi yang akhirnya diadopsi oleh para teolog Sunni. Para teolog Khawarij juga menolak [[mujassimah]] (penyerupaan Tuhan dengan makhluk) dan setuju dengan Muktazilah tentang sifat kemakhlukan Al-Quran.{{Sfn|Madelung|1979 |pp=127–129}}
 
Khawarij adalah kelompok pertama yang mendeklarasikan Muslim selain dirinya sebagai {{transliterasi|ar|kuffar}}, yang mana sebutan tersebut sebelumnya diperuntukkan bagi non-Muslim. Pengaruh ini menyebabkan transformasi konsep {{transliterasi|ar|kufur}} dalam teologi Sunni selanjutnya. Selain kafir, {{transliterasi|ar|kufur}} juga dimaknai sebagai kesesatan dan bid'ah.{{Sfn|Kenney|2006|p=34}} Dalam pandangan Watt, kaum Khawarij bersikeras pada aturan menurut Al-Qur'an dan mencegah negara Muslim awal berubah menjadi negara Arab yang murni sekuler. Umat Islam lainnya akhirnya mengadopsi pandangan ini bahwa semua kehidupan politik dan sosial umat Islam harus didasarkan pada hukum ilahi ([[Syariah]]) yang berasal dari Al-Qur'an, meskipun mereka menambahkan {{transliterasi|ar|[[Sunnah|sunnah]]}} Nabi Muhammad.{{Sfn|Watt|1985|p=12}}
 
=== Pandangan muslim tradisional ===
Kaum Khawarij mendapat kecaman dari sejarawan Muslim tradisional dan heresiografer dari abad-abad berikutnya.{{Sfn|Kenney|2006|pp=25 ff}} Untuk memperjelas perbedaan antara ortodoksi dan heterodoksi, sumber-sumber arus utama berusaha menggambarkan Khawarij sebagai kelompok yang monolitik dan mengidentifikasi kelompok tersebut dengan karakteristik dan praktik sekte Khawarij yang paling radikal, Azariqah. Hal ini mengakibatkan Azariqah digambarkan sebagai perwakilan dari keseluruhan aliran Khawarij.{{Sfn|Kenney|2006|p=37}} Istilah {{transliteration|ar|Khawarij}}, yang semula berarti orang-orang yang keluar dari Kufah untuk berkumpul di Nahrawan pada masa Ali, kemudian dipahami sebagai 'orang luar'—orang-orang yang keluar dari komunitas Muslim—pemberontak, dan ekstrimis brutal. {{Sfn|Della Vida|1978|p=1075}}{{Sfn|Gaiser|2016|p=2}}{{Sfn|Hagemann|Verkinderen|2020|p=489}}
 
Muslim non-Khawarij mengaitkan beberapa hadis Muhammad yang menubuatkan munculnya kaum Khawarij.{{Sfn|Kenney|2006|p=26}} Setelah [[Pertempuran Hunain]] pada tahun 630, seorang pria bernama Dzul-Khuwaisirah dilaporkan telah menuduh Muhammad membagikan harta rampasan secara tidak adil. Umar dilaporkan meminta izin Muhammad untuk membunuh orang itu, tapi Beliau menolak, dengan mengatakan:{{Sfn|Wellhausen|1901|pp=15–16}}
 
{{blockquote|text=Biarkan dia pergi, akan ada orang-orang darinya yang akan berdoa dan berpuasa dengan sangat bersemangat sehingga doa dan puasa kalian tampak kecil bagi mereka; mereka membaca Al-Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan).{{Sfn|Wellhausen|1901|pp=15–16}}}}