Kota Makassar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Laindan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Laindan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 72:
Pada abad ke-16 hingga abad ke-17, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di [[Asia Tenggara]]. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan di sana dan menolak upaya [[VOC]] ([[Belanda]]) untuk memperoleh hak [[monopoli]] di kota tersebut.
 
Selain itu, sikap yang toleran terhadap [[agama]] berarti bahwa meskipun [[Islam]] semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama [[Kristen]] dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang [[Melayu]] yang bekerja dalam perdagangan di [[Kepulauan Maluku]] dan juga menjadi markas yang penting bagi pedagang-pedagang dari [[Eropa]] dan [[Arab]]. Semua keistimewaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu ([[Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna|Sultan Alauddin]], Raja Gowa, dan Sultan AwalulAwwalul Islam, Raja Tallo).
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het Oranjehotel te Makassar op Celebes. TMnr 60013057.jpg|jmpl|ki|220px|Hotel Oranje pada tahun [[1920]]-an.]]
Baris 83:
Menurut catatan sejarah, cikal bakal lahirnya Kota Makassar berawal dari 1 April 1906. Saat itu pemerintah Hindia Belanda membentuk dewan pemerintahan Gemeentee di Kampung Baru, yang terletak di kawasan Pantai Losari dan Benteng Fort Rotterdam. Kawasan ini yang berkembang menjadi kota Makassar hingga kini disebut hari kebudayaan makassar, sebelumnya merupakan hari jadi Kotamadya Ujung Pandang.<ref>{{Cite news|url=https://sulsel.idntimes.com/news/sulsel/amp/aanpranata/1-april-jadi-hari-kebudayaan-makassar-ini-alasannya|title=1 April Jadi Hari Kebudayaan Makassar, Ini Alasannya|date=1-4-2019|access-date=28-8-2021|work=[[IDN Times]]|first=Aan|last=Pranata|archive-date=2021-08-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20210828030751/https://sulsel.idntimes.com/news/sulsel/amp/aanpranata/1-april-jadi-hari-kebudayaan-makassar-ini-alasannya|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://majalah.tempo.co/read/kota/76296/namanya-makassar-kata-petisi-itu|title=Namanya makassar, kata petisi itu|date=31-12-1977|access-date=19-07-2021|work=[[Tempo.co]]|url-access=subscription|archive-date=2021-07-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20210719040523/https://majalah.tempo.co/read/kota/76296/namanya-makassar-kata-petisi-itu|dead-url=no}}</ref>
 
Nama Makassar sendiri sempat diganti menjadi [[Ujung Pandang, Makassar|Ujung Pandang]] di masa pemerintahan Orde Baru, tepatnya pada 31 Agustus 1971. Meski begitu, sebutan Ujung Pandang sudah dikenal sejak tahun 1950-an.
 
Usaha perluasan wilayah pemerintahan Kotamadya Makassar akhirnya berhasil dapat diwujudkan pada tahun 1971, dari luas wilayah 21&nbsp;km² menjadi 175&nbsp;km² berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tanggal 1 September 1971. Perluasan wilayah ini diikuti pula dengan perubahan nama Kotamadya Makassar menjadi Kotamadya Ujung Pandang.