Mitigasi bencana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2
Dpratiwi (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
Baris 32:
Pertemuan aliran arus air dapat terjadi pada daerah pertemuan dua sungai. Pertemuan ini memperlambat atau menahan aliran air sehingga elevasi air pada daerah pertemuan tersebut bertambah. Pertambahan air yang melebihi tanggul palung sungainya menyebabkan air menggenangi daerah sekitar. Penahanan air lebih sering terjadi akibat pertemuan sungai kecil dengan sungai yang lebih besar. Kondisi yang mendukung penahanan air adalah aliran air sungai besar masuk ke dalam sungai yang lebih kecil. Sedikitnya daya tampung palung sungai kecil mengakibatkan air meluap dan terjadi banjir di sekitarnya. Proses banjir juga terjadi pada daerah muara sungai. Penyebab banjir di [[muara sungai]] diakibatkan oleh adanya aliran balik yang disebabkan oleh adanya penahanan aliran air sungai dari air laut pasang. Adanya aliran air yang terhambat menjadikan daerah hulu titik tersebut rawan kebanjiran.{{Sfn|Paimin, Sukresno, dan Pramono|2009|p=5-6}}
 
Identifikasi jumlah pasokan air banjir diidentifikasi dari jumlah [[Presipitasi (meteorologi)|curah hujan]]. Curah hujan menjadi masukan sistem daerah aliran sungai dan karakteristik daerah tangkapan air. Banjir yang terjadi akibat tingkat curah hujan diukur melalui jumlah hujan harian maksimum yang terjadi secara merata pada daerah tangkapan air tersebut. Sedangkan karakteristik daerah tangkapan air dibedakan berdasarkan faktor alami yang sulit dikelola dan faktor manajemen yang mudah dikelola. Faktor alami yang mempengaruhi air banjir dari daerah tangkapan air yaitu bentuk daerah aliran sungai, gradien sungai, kerapatan drainase, dan lereng rata-rata pada daerah aliran sungai. Faktor manajemen berupa penggunaan atau penutupan lahan yang dipengaruhi oleh kondisi hutan. Curah hujan yang sangat deras dan tersebar merata ke seluruh daerah tangkapan air menyebabkanterjadinya banjir besar. Banjir ini kemudian berubah menjadi [[limpasan permukaan]] yang terkumpul secara cepat pada suatu titik keluaran.{{Sfn|Paimin, Sukresno, dan Pramono|2009|p=6}}
 
==== Teknik pengendalian banjir ====
Baris 42:
Peringatan dini bencana banjir dilakukan mulai dari [[Hulu sungai|hulu]] hingga ke hilir secara berurutan. Tujuan peringatan dini bencana banjir adalah untuk mempersiapkan penanggulangan banjir sehingga kerugian dapat dikurangi. Peringatan dini pada daerah hulu dilakukan dengan menempatkan pengukur hujan di hulu serta menyiapkan akses komunikasi ke wilayah di hilirnya. Masyarakat harus mengungsi ke tempat yang lebih tinggi jika curah hujan sudah mencapai 100 mm dalam sehari dan masih deras. Informasi ini harus dikirimkan ke daerah rawan kebanjiran di hilirnya. Selain itu, peringatan dini juga dapat diberikan dengan mengidentifikasi jenis material yg terbawa arus banjir. Peringatan dini diberikan ketika banyak material nontanah yang terbawa oleh aliran air. Material nontanah ini berupa ranting dan batang pohon. Jumlah material nontanah merupakan ukuran bagi kekuatan air yang mengangkutnya. Semakin banyak material non tanah yang terbawa oleh aliran air, maka semakin besar peluang terjadi banjir. Peringatan dini juga dapat diberikan jika awan terlihat sangat tebal dan hujan terjadi secara terus-menerus.{{Sfn|Paimin, Sukresno, dan Pramono|2009|p=23}}
 
Peringatan dini di daerah hilir lebih diduukung dengan perkembangan teknologi setempat. Pemberian peringatan dini menggunakan sistem telemetri. Pengamatan jarak jauh disesuaikan dengan pola sungai dari daerah hulu sampai hilir. Peralatan telemetri memanfaatkan [[Pencitraan satelit|citra satelit]] yang terhubung dengan stasiun monitoring banjir. Setiap kejadian yang terjadi di lokasi bencana akan disampaikan oleh stasiun pengendali sebagai informasi bagi bagian hilir yang rawan kebanjiran. Komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan telepon atau radio komunikasi. Pengiriman informasi juga dapat melalui [[layanan pesan singkat]].{{Sfn|Paimin, Sukresno, dan Pramono|2009|p=23-24}}
 
=== Mitigasi bencana tanah longsor ===
Baris 58:
 
==== Mitigasi bencana tsunami struktural ====
Mitigasi bencana tsunami struktural merupakan upaya menangani masalah bencana [[tsunami]] dengan meredam atau mengurangi [[energi gelombang]] tsunami yang menjalar ke kawasan pantai. Penjalaran tsunami dapat diketahui karena arah peyebaran yang tegak lurus. Selain itu, penjalaran tsunami juga daoat diketahui melalui keterangan umum tentang teluk-teluk dan pelabuhan-pelabuhan.{{Sfn|Direktorat Jenderal Pesisir|2005|p=27-28}} Mitigasi bencana tsunami struktural dapat dianalisa melalui karakteristik gelombang tsunami, inventarisasi dan identifikasi kerusakan struktur bangunan. Pelaksanaan mitigasi bencana tsunami struktural dilakukan secara alami maupun buatan. Penanganan secara alami dilakukan dengan menanaman hutan pantai atau mangrove di sepanjang kawasan pantai dan perlindungan terumbu karang. Penanganan secara buatan dilakukan dengan membangun pemecah gelombang dan tanggul laut. [[Pemecah gelombang]] dibangun sejajar dengan garis pantai. Selain itu, mitigasi bencana tsunami struktural dilakukan dengan memperkuat desain bangunan serta infrastruktur lainnya dengan memanfaatkan teknik bangunan tahan bencana tsunami dan tata ruang akrab bencana. Penguatan bangunan dilakukan dengan memperkuat bahan bangunan permukiman sesuai teknik bangunan tahan tsunami. Penguatan bangunan juga dilakukan dengan mengurangi kepadatan penduduk pada daerah rentan tsunami. Pada daerah padat penduduk disediakan lahan untuk ruang publik yang dapat digunakan untuk evakuasi dan mobilitas masyarakat. Pengurangan dilakukan dengan memindahkan sebagian pemukiman ke lokasi lain dan menata ulang pemukiman sesuai dengan konsep kawasan pemukiman yang akrab bencana.{{Sfn|Direktorat Jenderal Pesisir|2005|p=28}}
 
==== Mitigasi bencana tsunami nonstruktural ====