Yahudi di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Super Hylos (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Super Hylos (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 8:
 
== Sejarah ==
Melalui tulisan musafir Abû Zayd Hasan al-Sîrafî tentang [[Pembantaian Guangzhou]] dalam [[Pemberontakan An Shi]] di abad ke-7, menandakan sudah adanya komunitas Yahudi di [[Dinasti Tang|Tiongkok]], setidaknya di [[Guangzhou]] pelabuhan yang menghubungkan Tiongkok dan India, kapal perdagangan untuk pelabuhan tesebut diperkirakan akan melalui wilayah Indonesia. Dengan iklim setempat berupa angin [[Monsunmonsun]] memerlukan kapal untuk berlabuh berbulan-bulan di berbagai pelabuhan diantara kedua lokasi tersebut, seperti di Semenanjung Malaya dan perairan Sumatra. Gambaran lebih pasti berasal dari penulis Persia [[Buzurg bin Shahriyar]] di ''Kitab [[Aja'ib Al-Hind Barrihi wa Bahrihi wa Jaza'irihi]]'' ("Hal-hal menakjubkan mengenai daratan, lautan, dan kepulauan Al-Hind") yang ditulis pada abad ke-10. Ia menulis seorang Yahudi dari Oman bernama Ish'âq bin al-Yahûdî yang melakukan perjalanan ke Cina dan sempat singgah di ''Sarîra'' (atau Serboza atau Sribuza: mungkin ''[[Kerajaan Sriwijaya]]''?). Bukti lain bisa dilihat berdasarkan catatan dari Ibrâhîm bin Mûsâ bin Maymûn (Avraham ben ha-Rambam, Abraham Maimonides) seorang pemimpin Yahudi [[Kairo]] (abad ke-13) yang mengeluarkan fatwa (t’shuva) bagi seorang istri yang dalam posisi ''aguna'' (terikat), karena ditinggal suaminya yang merupakan pedagang dari [[Aden]] ke bilâd al-Hind (India) yang kemudian meninggal dalam perjalanan kembali. Yang menarik adalah ia merupakan pedagang kapur barus (kâfur) dari Fans'ûr, di [[Pulau Sumatera|Sumatra]] (sekarang [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]]). Bukti-bukti tersebut menandakan adanya kaum Yahudi yang terlibat dalam perdagangan dengan wilayah Indonesia di masa lampau.<ref name="Epafras 2012"/><ref name="Lestari 2018"/>
 
Pada tahun 1850-an, musafir Yahudi [[Jacob Saphir]] adalah orang pertama yang menulis tentang komunitas Yahudi di [[Hindia Belanda]] setelah mengunjungi [[Batavia]], [[Hindia Belanda]]. Dia telah berbicara dengan seorang Yahudi lokal yang memberitahunya tentang sekitar 20 keluarga Yahudi di kota itu dan beberapa lagi di [[Surabaya]] dan [[Semarang]]. Pada tahun 1921, seorang aktivis Zionis bernama Israel Cohen pergi ke Pulau Jawa dan berdasarkan catatannya ada sekitar 2.000 orang yahudi yang menetap. Beberapa organisasi yang dibangun berbagai komunitas yahudi ini berupa ''Association for Jewish Interests in the Dutch East Indies'' dan ''[[World Zionist Conference]]'' di [[Batavia]], [[Bandung]], [[Malang]], [[Medan]], [[Padang]], [[Semarang]], dan [[Yogyakarta]]. WZC adalah organisasi yang mengumpulkan dana untuk gerakan zionisme. Komunitas orang Yahudi yang tinggal di Hindia Belanda pada abad ke-19 adalah [[Sejarah orang Yahudi di Belanda|Yahudi Belanda]] yang bekerja sebagai pedagang atau berafiliasi dengan rezim kolonial. Anggota komunitas Yahudi lainnya adalah imigran dari [[Sejarah orang Yahudi di Irak|Irak]], [[Sejarah orang Yahudi di Aden|Aden]], atau wilayah [[Timur Tengah]] lainnya yang berpusat di [[Surabaya]]. Lalu komunitas terakhir adalah orang Yahudi yang kabur dari kejaran [[Nazi]] dan berasal dari [[Jerman]], [[Austria]], dan Eropa Timur.<ref name="Tempo.co 2023 x490">{{cite news | title=Sejak Kapan Komunitas Yahudi Ada di Indonesia? | work=Tempo.co | date=2023-10-15 | url=https://nasional.tempo.co/amp/1784087/sejak-kapan-komunitas-yahudi-ada-di-indonesia | language=id | access-date=2024-01-23}}</ref>