Kabupaten Tulungagung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 20:
}}
==
<!--kepada siapa pun yang mengedit bagian ini tolong jangan diedit sembarangan, terima kasih. Pastikan sumber Anda benar terlebih dulu, ini versi buku Babad Tulungagung yang ada di Perpusda Tulungagung-->
Awalnya, Tulungagung hanya merupakan daerah kecil yang terletak di sekitar tempat yang saat ini merupakan pusat kota (alun-alun). Tempat tersebut dinamakan Tulungagung karena merupakan sumber air yang besar - dalam bahasa Kawi, tulung berarti mata air, dan agung berarti besar -. Daerah yang lebih luas disebut Ngrowo. Nama Ngrowo masih dipakai sampai sekitar awal abad XX, ketika terjadi perpindahan pusat ibu kota dari Kalangbret ke Tulungagung.
==Sejarah==
<!--kepada siapa pun yang mengedit bagian ini tolong jangan diedit sembarangan, terima kasih. Pastikan sumber Anda benar terlebih dulu, ini versi buku Babad Tulungagung yang ada di Perpusda Tulungagung-->
Pada tahun 1205 M, masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung, mendapatkan penghargaan dari Raja Daha terakhir, Kertajaya, atas kesetiaan mereka kepada Raja Kertajaya ketika terjadi serangan musuh dari timur Daha. Penghargaan tersebut tercatat dalam Prasasti Lawadan dengan candra sengkala "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M. Tanggal keluarnya prasasti tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung sejak tahun 2003.
Di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, terdapat [[Candi Gayatri]]. Candi ini adalah tempat untuk mencandikan [[Gayatri]] (Sri Rajapatni), istri keempat Raja Majapahit yang pertama, [[Raden Wijaya]] (Kertarajasa Jayawardhana), dan merupakan ibu dari Ratu Majapahit ketiga, [[Sri Gitarja]] (Tribhuwanatunggadewi), sekaligus nenek dari [[Hayam Wuruk]] (Rajasanegara), raja yang memerintah [[Kerajaan Majapahit]] di masa keemasannya. Nama Boyolangu itu sendiri tercantum dalam Kitab [[Nagarakertagama]] yang menyebutkan nama Bayalangu/Bhayalango (bhaya = bahaya, alang = penghalang) sebagai tempat untuk menyucikan beliau. Berikut ini adalah kutipan Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh [[Mpu Prapanca]] dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:
''Prajnyaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun''</br>
''Arca Sri Padukapatni diberkati oleh Sang Pendeta Jnyanawidi''</br>
''Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agama''</br>
''Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda''</br>
(Pupuh LXIX, Bait 1)</br>
''Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni''</br>
''Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkati tanahnya''</br>
''Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja''</br>
''Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun''</br>
(Pupuh LXIX, Bait 2)</br>
''Makam rani: Kamal Padak, Segala, Simping''</br>
''Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir''</br>
''Bangunan baru Prajnyaparamitapuri''</br>
''Di Bayalangu yang baru saja dibangun''</br>
(Pupuh LXXIV, Bait 1)</br>
==Geografi==
|