Kanon Alkitab: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Awun Andre (bicara | kontrib) |
Awun Andre (bicara | kontrib) |
||
Baris 35:
=== Kanonisasi Perjanjian Baru ===
{{main|Kanonisasi Perjanjian Baru}}
Berawal dari Melito, [[Uskup]] dari [[Sardis]] (tahun 170 SM) yang mencoba untuk memliki sebuah kanon tentang Kitab Suci [[Perjanjian Lama]], namun karena ada kesulitan dalam daftar besar kitab-kitab yang beredar pada waktu itu maka usaha ini tidak berjalan dengan lancar.
Di bawah kepemimpinan [[Paus (Katolik Roma)|Paus]] ke-37, [[Paus Damasus I|St. Damasus I]] (366-384), dengan [[Magisterium]] yang
Paus St. Damasus I kemudian menerima Injil Lukas dan digabungkan dengan ketiga Injil lain dengan alasan bahwa dalam Injil Lukas terekam lengkap kisah kanak-kanak Yesus, terutama dalam hubungan dengan [[Maria|Santa Perawan Maria]]. Lukas jugalah yang untuk pertama kalinya melukis gambar Bunda Maria dengan Yesus, yang sampai saat ini masih tersimpan di Gereja [[Basilika]] Santa Maria major di [[Roma]]. Injil Matius jelas memberitahukan tentang kuasa mengajar [[Simon Petrus|Petrus]] dan gereja yang dibangun di atasnya. Injil Yohanes digunakan oleh orang Kristen perdana untuk mempertahankan imannya, terutama dalam hubungan dengan [[Perjamuan Kudus|Sakramen Ekaristi]] sebagai Tubuh dan Darah Yesus. Injil Markus juga memberikan gambaran yang jelas tentang kuasa St. Petrus untuk memimpin gereja yang didirikan oleh Yesus, dan kuasa ini sampai saat ini masih dijalankan oleh para penggantinya, yakni Paus di Roma.
Baris 237:
- Wahyu kepada Petrus
Kitab-kitab tersebut ditolak karena tidak sesuai dengan [[Tradisi Suci]] dan [[Magisterium
Jemaat dilarang untuk membaca, menyimpan, atau menyebar-luaskan tulisan-tulisan semacam itu. Tulisan-tulisan ini dinyatakan tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Dalam arti inilah kita sekarang bisa berbicara tentang injil apokrif sebagai "injil yang disembunyikan" atau "injil yang dilarang" atau lebih tegas lagi "injil sesat". Maka meskipun arti kata apokrif sendiri pada dasarnya netral, kata tersebut menjadi berarti "sesat" atau
Pada akhir abad kedua, [[Ireneus|St. Ireneus dari Lyon]] menulis bahwa orang-orang Kristen yang murtad memiliki ”sejumlah besar tulisan yang [[apokrif]] dan palsu”, termasuk injil-injil yang ”dikarang-karang oleh mereka sendiri, untuk membuat bingung orang-orang bodoh”. Karena itu, injil [[Apokrifa Perjanjian Baru|apokrifa]] akhirnya dianggap berbahaya untuk dibaca atau bahkan untuk dimiliki.
Dalam konteks perang melawan ajaran-ajaran sesat semacam inilah Gereja Katolik juga menyita banyak tulisan yang dinilai sesat. Banyak dokumen dirampas dan dibakar. Bahkan mereka yang masih menyimpannya bisa diseret ke pengadilan karena telah melakukan tindakan yang digolongkan sebagai sebuah tindak kriminal.
Dalam situasi semacam itu, mungkin, seorang rahib dari biara Santo Pakomius (292-349 M), melarikan buku-buku papirus yang dilarang tersebut dan menyembunyikannya di [[Nag Hammâdi|Nag Hammadi]]. Kondisi yang sangat kering dan tempat yang sangat tersembunyi itu memungkinkan buku-buku terlarang itu bertahan meskipun telah terkubur selama kurang lebih 1600 tahun.
Karena itu, perjuangan untuk memasukkan sebuah kitab/Surat dalam Kitab Suci sungguh memakan waktu dan pertimbangan yang matang dari sisi pewahyuan dan isinya yang mendukung perkembangan iman umat, seperti misalnya; Kitab Wahyu. Kitab ini awalnya tidak diterima oleh umat kristen perdana. Tapi hanya karena keputusan dari Paus Roma (bersifat infallible / tidak dapat salah) yang mempertimbangkan bahwa isi kitab ini dapat membantu umat dalam mengenal dan mengimani Allah, maka akhirnya Kitab Wahyu dimasukkan dalam Kitab Suci seperti sekarang ini. Kuasa Paus untuk menentukan ini berdasar pada Mat 28:20; "Ajarilah mereka tentang segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan, lihatlah, Aku akan menyertaimu sampai akhir zaman." (kamu di sini adalah para rasul dibawa komando Petrus sebagai pemimpin resmi yang diangkat oleh Yesus).▼
==== Kanonisitas Perjanjian Baru ====
Baris 253 ⟶ 251:
* Dekat dengan tradisi kerasulan
* Diterima secara umum di kalangan jemaat (katolisitas)
* Tidak bertentangan dengan [[Magisterium]] dan [[Tradisi Suci]]
Di tengah kekacauan dan kebingungan tersebut, ada satu hal dasar yang penting untuk diperhatikan. Kriteria usia sebuah tulisan menjadi sebuah kriteria sangat penting untuk menentukan apakah tulisan itu bisa diterima sebagai tulisan iman atau tidak. Dengan demikian, tulisan-tulisan lain yang disusun selama abad pertama akan dipandang lebih memiliki wibawa atau otoritas daripada tulisan-tulisan yang disusun selama abad kedua. Dalam tulisan-tulisan yang lebih awal tersebut terlihatlah sebuah kriteria yang menentukan, yakni bahwa sebuah dokumen memang ditulis dengan maksud untuk menumbuhkan iman pembaca. Hal inilah yang ditegaskan dalam Yohanes 20:31, "semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya."
Dalam perjalanan sejarah, tulisan-tulisan itu melewati proses yang kurang lebih alamiah di dalam penggunaannya di kalangan [[Gereja perdana]]. Melalui pertemuan-pertemuan iman atau dalam perayaan-perayaan [[Liturgi Suci|liturgis]], orang mulai tahap demi tahap bisa membedakan mana tulisan-tulisan yang dirasa lebih cocok untuk iman mereka ketika itu, dan mana yang tidak. Proses seleksi tulisan-tulisan secara alamiah ini berjalan seiring juga dengan proses seleksi yang dilakukan oleh Paus Roma sebagai pemimpin Gereja perdana. Paus St. Damasus I dengan kuasa yang bersifat [[Infalibilitas kepausan|infalibilitas]] berperan untuk menilai tulisan-tulisan yang beredar itu sebagai tulisan yang benar sesuai dengan iman kekristenan atau tidak.
▲Karena itu, perjuangan untuk memasukkan sebuah kitab
== Lihat pula ==
|