Nano Suratno: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Merapikan |
|||
Baris 50:
Pada tahun 1980 salah satu karyanya, yaitu ''Karawitan Gending Sangkuriang'' pernah disertakan di Festival Musik Internasional di Taiwan. Nano pernah mendapat beasiswa fellowship dari The Japan Foundation selama setahun di Tokyo National University of Fine Arts and Music, <ref name="NanoS"/>Universitas Kesenian Tokyo, untuk mempelajari perbandingan [[tangga nada Sunda]] dan Jepang, terutama antara alam musik [[Kacapi|Kecapi]] dan Koto. Selain itu, ia juga belajar meniup ''Sakuhachi'' dan memetik Shamisen, yang kemudian membuat kolaborasi alat-alat itu pada ciptaannya dan membuat beberapa lagu karawitan Sunda yang berbahasa Jepang, diantaranya ''Katakana Hiragana Uta, Ueno Koen'' dan ''D'enshano Uta'' (1981-1982).
Pada bulan Oktober 1999, di Jepang, ia memainkan lagu ciptaannya yang berjudul “''Hiroshima''“, yang dibuat khusus untuk memenuhi permintaan Wali Kota Hiroshima yang mengenalnya sebagai pencipta lagu. Selain itu, ia diundang oleh departemen musik Universitas Santa Cruz untuk mengajar dan membuat pergelaran dalam ''Spring Performance'' (1990). Popularitasnya semakin menanjak setelah album-album rekaman kasetnya banyak diminati oleh masyarakat, diantaranya ''Kalangkang'' (''Bayangan,'' 1989), lewat suara [[Nining
Tiga tahun kemudian ''Cinta Ketok Magic'' (1992), melalui suara penyanyi dangdut [[Evie Tamala]] meledak di pasaran sehingga mendapat HDX Award tingkat Nasional. Meskipun lagu-lagu ciptaannya berjenis karawitan, namun dengan cepat memperoleh penggemar di seluruh Indonesia, bukan hanya dari kalangan orang Sunda saja, apalagi setelah lagu-lagu itu dijadikan pop Sunda. Selain itu, Ia juga membuat lagu untuk ''Gending Karesmen'' bersama [[Wahyu Wibisana]], [[Rahmatullah Ading Affandie]], dan lainnya. ''Gending Karesmen'' ciptaannya antara lain ''Deugdeug Pati Jaya Perang'', ''Raja Kecit'', ''1 Syawal di Alam Kubur'', ''Perang'', dan sebagainya.
|