Lim Joey Thay: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Merapikan
Baris 30:
| alma_mater =
| occupation = Dokter, pengajar, lektor [[Ilmu Kedokteran]] Kehakiman [[Fakultas Kedokteran]] [[Universitas Indonesia]] (FK-UI)
| years_active =1957 - 1991 (dosen)
| employer =
| organization =
Baris 37:
| notable_works =
| style =
| influences =dr. Robert Houseman (Texas, Amerika Serikat) dan dr. Keith Simpson (London, Inggris).
| influenced =
| home_town =
Baris 79:
| box_width =
}}
'''Prof. dr. Lim Joey Thay''' alias '''dr. Arif Budianto''' ({{lahirmati|[[Hindia Belanda]]|0|0|1926|[[Jakarta]]|11|22|2011}}) adalah dokter yang merupakan lektor [[Ilmu Kedokteran Kehakiman]] [[Fakultas Kedokteran]] [[Universitas Indonesia]] (FK-UI), dan satu dari lima dokter yang melakukan visum terhadap [[Pahlawan Revolusi]] korban peristiwa [[G30S/PKI|Gerakan 30 September]]. <ref name="visumg30s">{{cite web|url=http://www.jakartabeat.net/kolom/konten/lim-joey-thay-dan-hasil-visum-para-pahlawan-revolusi-bagian-1-dari-2-tulisan|title=Lim Joey Thay dan Hasil Visum Para Pahlawan Revolusi (Bagian 1 dari 2 Tulisan)|authors=Teguh Santosa|publisher=jakartabeat.net|date=2 April 2009|accessdate=24 September 2015|archiveurl=https://web.archive.org/web/20150924055227/http://www.jakartabeat.net/kolom/konten/lim-joey-thay-dan-hasil-visum-para-pahlawan-revolusi-bagian-1-dari-2-tulisan|archivedate= September 24, 2015}}</ref> <ref>{{cite web|url=http://www.jakartabeat.net/kolom/konten/lim-joey-thay-dan-hasil-visum-para-pahlawan-revolusi-bagian-2-dari-2-tulisan|title=Lim Joey Thay dan Hasil Visum Para Pahlawan Revolusi (Bagian 2 dari 2 Tulisan)|authors=Teguh Santosa|publisher=jakartabeat.net|date=2 April 2009|accessdate=24 September 2015|archiveurl=https://web.archive.org/web/20140209131251/http://jakartabeat.net/kolom/konten/lim-joey-thay-dan-hasil-visum-para-pahlawan-revolusi-bagian-2-dari-2-tulisan|archivedate=February 9, 2014}}</ref> <ref>{{cite web|url=http://www.rakyatmerdekaonline.com/read/2011/11/25/46833/Saksi-Mata-Mayat-Korban-G30S-Itu-Meninggal-Dunia|title=Saksi Mata Mayat Korban G30S Itu Meninggal Dunia|authors= Teguh Santosa|publisher=rakyatmerdekaonline.com|date=Jum'at, 25 November 2011 , 09:14:00 WIB|accessdate=24 September 2015|archiveurl=https://web.archive.org/web/20150924225515/http://www.rakyatmerdekaonline.com/read/2011/11/25/46833/Saksi-Mata-Mayat-Korban-G30S-Itu-Meninggal-Dunia|archivedate=September 24, 2015 10:55:15 PM UTC}}</ref> Lim Joe Thay belajar dari dua pakar forensik dunia di masa itu, yakni dr. Robert Houseman dari Texas, Amerika Serikat dan dr. Keith Simpson dari London, Inggris. Ia menyelesaikan pendidikannya di luar negeri pada 1960.
 
==Sejarah==
[[Berkas:Visum et repertum Pahlawan Revolusi (foto dokumen Jakarta Beat).jpg|thumb|left|280px|Berkas salinan forensik visum et repertum [[Pahlawan Revolusi]]]]
Setelah malapetaka [[Gerakan 30 September]] terjadi, otoritas yang berwenang pada saat itu membentuk tim yang dibentuk berdasarkan perintah Panglima Kostrad selau Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban kepada Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta, tanggal 4 Oktober. Selanjutnya Kepala RSP-AD meneruskan perintah itu kepada kelima ahli forensik.
 
Surat perintah bernomor PRIN-03/10-1965 itu ditandatangani Panglima Kostrad yang juga Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Mayjen Soeharto. Selanjutnya Kepala RSP-AD meneruskan perintah itu kepada kelima ahli forensik.
 
Dokter dalam tim ini adalah dr. Brigjen [[Roebiono Kertopati]], perwira tinggi yang diperbantukan di RSP Angkatan Darat; dr. Kolonel [[Frans Pattiasina]], perwira kesehatan RSP Angkatan Darat; dr. [[Sutomo Tjokronegoro]], ahli Ilmu Urai Sakit Dalam dan ahli Kedokteran Kehakiman, juga profesor di FK-UI; serta dr. [[Liau Yan Siang]], rekan Lim Joey Thay di Ilmu Kedokteran Kehakiman FK-UI. {{refn|group=note|name=dokter|Kini dari lima anggota tim otopsi itu, tinggal Lim Joey Thay dan Liu Yang Siang yang masih hidup. Lim Joey Thay kini sakit-sakitan, sementara sejak beberapa tahun lalu, Liu Yan Siang menetap di Amerika Serikat dan tidak diketahu pasti kabar beritanya.}}
 
Pagi hari 4 Oktober 1965 pasukan yang dipimpin Pangkostrad Mayjen Soeharto menemukan tujuh mayat perwira Angkatan Darat yang diculik dan dibunuh Gerakan 30 September tiga hari sebelumnya. Ketujuh perwira naas itu adalah Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen [[Ahmad Yani]], Deputi II Menpangad Mayjen [[R. Soeprapto]], Deputi III Menpangad Mayjen [[Mas Tirtodarmo Harjono]], Deputi IV Menpangad Brigjen [[Panjaitan|Donald Isaac Pandjaitan]], Oditur Jenderal/Inspektur Kehakiman AD Brigjen [[Sutoyo Siswomiharjo]], Asisten I Menpangad Mayjen [[S. Parman|Siswondo Parman]], dan Lettu [[Pierre Tendean]] (Ajudan Menko Hankam/KASAB Jenderal [[AH Nasution|Abdul Haris Nasution]]).
 
Sesuai dengan mandat, kelima dokter tersebut berpacu dengan waktu dan proses pembusukan, mereka bekerja keras selama delapan jam, dari pukul 4.30 sore tanggal 4 Oktober, hingga pukul 12.30 tengah malam 5 Oktober, di kamar mayat RSP Angkatan Darat.
Baris 103 ⟶ 105:
“Nah, Saudara-saudara, waktu belakangan ini saya dapat bukti, bahwa memang benar sangkaan saya itu, bahwa jenderal-jenderal yang dimasukkan semua ke Lubang Buaya tidak ada satu orang pun yang kemaluannya dipotong. Saya dapat buktinya darimana? Visum repertum daripada team dokter-dokter yang menerima jenazah-jenazah daripada jenderal-jenderal yang dimasukkan ke dalam sumur Lubang Buaya itu.”
 
{{cquote|“Soeharto dan kelompoknya telah menerima hasil otopsi detil yang dilakukan ahli forensik sipil dan militer terhadap tubuh korban, para jenderal yang dibunuh 1 Oktober. Laporan itu memperjelas bahwa para jenderal ditembak mati dan mayat mereka dibuang ke sebuah sumur dalam di Lubang Buaya. Tetapi tanggal 6 Oktober, media massa yang dikontrol Soeharto melancarkan sebuah kampanye yang menyebutkan bahwa mata para jenderal dicongkel dan alat kelamin mereka dipotong,” tulis Ben Anderson dalam artikelnya tahun 1999, ''Indonesian Nationalism Today and in the Future.''<ref>{{cite web|url=http://teguhtimur.com/2011/11/25/hasil-autopsi-pahlawan-revolusi-dimasukkan-ke-dalam-laci/|title=Hasil Autopsi Pahlawan Revolusi Dimasukkan ke Dalam Laci|authors=Teguh Santosa|publisher=|date=25 November 2011|accessdate=24 September 2015|archiveurl=http://teguhtimur.com/2011/11/25/hasil-autopsi-pahlawan-revolusi-dimasukkan-ke-dalam-laci/|archivedate=24 Desember 11}}</ref>
Akses komunikasi dan Informasi dekade 60-an masih terbatas. Paska kematian para perwira [[Pahlawan Revolusi]] menyebabkan gejolak di masyarakat. Perkembangan faksi militer pun bergulir, pemegang otoritas Pangkostrad Soeharto bergerak puncaknya legitimasi [[Supersemar|Surat Perintah Sebelas Maret]] melakukan manuver yang diklaimnya sebagai upaya stabilisasi keamanan, [[Sarwo Edhie Wibowo]] dengan [[Resimen Para Komando Angkatan Darat]] menguasai Ibu Kota Negara termasuk Istana Negara {{refn|group=note|name=g30s|Ben Anderson dalam tulisannya ''Exit Soeharto: Obituary for a Mediocre Tyrant'', menyatakan, “On his deathbed, the by-then marginalized General Sarwo Edhie, who led the Red Berets in 1965-66, even said he had been responsible for the death of three million people.”}}, benturan massa basis ideologi agama dan politik memanas.
}}
 
Akses komunikasi dan Informasi dekade 60-an masih terbatas. Paska kematian para perwira [[Pahlawan Revolusi]] menyebabkan gejolak di masyarakat. Perkembangan faksi militer pun bergulir, pemegang otoritas Pangkostrad Soeharto bergerak puncaknya legitimasi [[Supersemar|Surat Perintah Sebelas Maret]] melakukan manuver yang diklaimnya sebagai upaya stabilisasi keamanan, [[Sarwo Edhie Wibowo]] dengan [[Resimen Para Komando Angkatan Darat]] menguasai Ibu Kota Negara termasuk Istana Negara {{refn|group=note|name=g30s|Ben Anderson dalam tulisannya ''Exit Soeharto: Obituary for a Mediocre Tyrant'', menyatakan, “On his deathbed, the by-then marginalized General Sarwo Edhie, who led the Red Berets in 1965-66, even said he had been responsible for the death of three million people.”}}, benturan massa basis ideologi agama dan politik memanas.
 
==Lihat juga==
Baris 112 ⟶ 117:
* Anderson, Ben. (2008). Exit Soeharto: Obituary for a Mediocre Tyrant.
* Roosa, John. (2006). Pretext for mass murder.
 
==Pranala luar==
* {{cite web|url=http://teguhtimur.com/2011/11/25/saksi-mata-mayat-korban-g30s-itu-meninggal-dunia/|title=Saksi Mata Mayat Korban G30S Itu Meninggal Dunia|authors=Teguh Santosa|publisher=|date=25 November 2015|accessdate=24 September 2015|archiveurl=https://web.archive.org/web/20111230134225/http://teguhtimur.com/2011/11/25/saksi-mata-mayat-korban-g30s-itu-meninggal-dunia/|archivedate=30 Dec 11}}
 
==Catatan==