Nugroho Notosusanto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Marfiadi (bicara | kontrib)
Stephensuleeman (bicara | kontrib)
k koreksi kecil
Baris 1:
'''Nugroho Notosusanto''' ([[Kabupaten Rembang|Rembang]], [[15 Juli]] [[1930]] - [[Jakarta]], [[3 Juni]] [[1985]]) adalah [[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan]] pada [[Kabinet Pembangunan IV]] (19831982-1985). Sebelumnya juga ia pernah menjadi Rektor [[Universitas Indonesia]] (1982-1983). Ia berkarir di bidang [[militer]] dan [[pendidikan]]. Selain itu ia juga terkenal sebagai [[sastrawan]], yang oleh H.B. Yassin digolongkan pada Sastrawan [[Angkatan 66]].
 
==Masa Kecil==
Baris 27:
==Karir di Bidang Pendidikan==
 
Di bidang pendidikan, Nugroho banyak memegang peranan penting. Ia pernah menjadi Pembantu [[Dekan]] Bidang Kemahasiswaan FSUI, menjadi Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, UI. Tahun 1971--1985 Nugroho menjadi wakil Ketua Harian Badan PembinaPembinaa Pahiawan Pusat. Ketika Nugroho dilantik menjadi [[Rektor]] UI, ia disambut dengan kecemasan dan caci maki para mahasiswa UI. Mahasiswa menganggap Nugroho adalah seorang militer dan merupakan orang pemerintah yang disusupkan ke dalam kampus untuk mematikan kebebasan kehidupan mahasiswa.
 
Pada tanggal [[1915 Maret]]Januari [[1983]]1982, Nugroho dilantik menjadi [[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan]] [[Republik Indonesia]] dalam [[Kabinetkabinet Pembangunanpembangunan IV]]. Ia dikenal sebagai orang yang kaya ide, karena semasa menjadi menteri, ia mencetuskan banyak gagasan, seperti konsep wawasan almamater, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Pendidikan Humaniora. Di samping itu, banyak jasa-jasanya dalam dunia pendidikan karena ia yang mengubah kurikulum menghapus jurusan di SMA, sistem seleksi penerimaan mahasiswa baru ([[Sipenmaru]]). Walaupun Nugroho hanya dua tahun menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, banyak hal yang telah digarapnya, yaitu [[Universitas Terbuka]] (UT) sebagai perguruan tinggi negeri yang paling bungsu di Indonesia. Program [[Wajib Belajar]], [[Orang Tua Asuh]], dan pendidikan kejuruan di sekolah menengah. Nugroho adalah satu-satunya menteri yang mengeluarkan Surat Keputusan mengenai tata laksana upacara resmi dan tata busana perguruan tinggi. Akan tetapi, sebelum SK ini terlaksana Nugroho telah dipanggil Tuhan Yang Maha Esa.
 
==Penghargaan==
Baris 37:
==Nugroho Notosusanto sebagai Sastrawan==
 
Pengarang yang dimasukkan [[H.B. Jassin]] ke dalam golongan sastrawan Angkatan 66 termasuk juga sastrawan angkatan baru (periode 50-an) menurut versi [[Ajip Rosidi]] di antaranya adalah Nugroho Notosusanto.
 
Di antara pengarang semasanya, Nugroho dikenal sebagai penulis esai. Sebagian besar pengarang waktu itu hanya menulis cerpen dan sajak, tetapi Nugroho banyak menulis esai. Nugroho menyelami zamannya, terutama tentang sastra dan kebudayaan. Tulisan-tulisan yang berisi pembelaan para sastrawan muda, yaitu ketika terdengar suara-suara tentang krisis kesusastraan, menyebabkan Nugroho Notosusanto tertarik dalam dunia sastra Indonesia. Nugroholah yang memprakarsai simposium sastra FSUI pada tahun 1953; yang kemudian dijadikan tradisi tahunan sampai tahun 1958.
 
Bakat Nugroho dalam mengarang sudah terlihat ketika masih kecil. Ia mempunyai kesenangan mengarang cerita bersama Budi Darma. Cerita Nugroho selalu bernapas perjuangan. Pada waktu itu Republik Indonesia memang sedang diduduki oleh Belanda. Dari cerita-­cerita yang dihasilkan Nugroho waktu itu, tampak benar semangat nasionalismenya. Menurut ayahnya, Nugroho mempunyai jiwa nasionalisme yang besar.
 
Sebagai sastrawan, pada mulanya Nugroho menghasilkan sajak dan sebagian besar pernah dimuat di harian Kompas. Oleh karena tidak pernah mendapat kepuasan dalam menulis sajak, Nugroho kemudian mengkhususkan diri sebagai pengarang prosa, terutama cerpen dan esai. Karyanya pernah dimuat di berbagai majalah dan surat kabar seperti Gelora, Kompas, Mahasiwa, Indonesia, Cerita, Siasat, Nasional, Budaya, dan Kisah. Di samping itu, Nugroho juga menghasilkan karya terjemahan. Hasil terjemahan Nugroho, yaitu Kisah [[Perang Salib]] di Eropa (1968) dari [[Dwight D. Eisenhower]], Crusade in Europe, Understanding Histotry: A Primer of Historical Method. Terjemahan tentang bahasa dan sejarah, yaitu Kisah daripada Bahasa, 1971 (Mario Pei, The Story of Language), dan Mengerti Sejarah. Karena Nugroho cukup lama dalam kemiliteran, ia dapat membeberkan peristiwa-peristiwa militer, perang serta suka-dukanya hidup, seperti dalam cerpennya yang berjudul ‘Jembatan’, “Piyama”, “Doa Selamat Tinggal”, “Latah”, dan “Karanggeneng’. Dalam cerpen ini bahasa yang digunakan padat dan sering ada kata-kata kasar. Nugroho juga dapat bercerita dengan bahasa yang halus, seperti yang terdapat pada cerpen yang berjudul “Nini.” Cerpen yang berjudul “Nini” ini bertema seorang anak yang cacat dan ditinggal meninggal oleh ibunya, tetapi masih mengingat-ingat kebaikan ibunya. Cerpen ini bahasanya sederhanasedehana dan isinya mudah dimengerti pembaca. Isi cerpen ini tentang seorang ayah mencintai anaknya yang cacat dan yang mirip dengan almarhumah istrinya.
 
Lingkungan pendidikan kata-kata kasar agaknya memberi pengaruh pada sikap dan pandangan hidupnya, seperti sikap terhadap dunia nenek moyang yang magis religius. seperti kita lihat dalam cerpennya yang berjudul “Mbah Danu”, yaitu mengisahkan dukun “Mbah Danu” yang terjadi di kota kelahiran pengarang. Dukun besar yang diakui keampuhannya di seluruh daerah dalam menyembuhkan orang sakit dengan mengusir roh-roh, setan-setan, dan jin-jin yang biasanya menghuni orang yang sedang sakit. Adanya kepercayaan mistik ini kemudian menimbulkan pertentangan di kalangan ilmuwan yang berpendidikan modern yang tak mau tahu tentang ilmu gaib. Begitu juga seorang dokter yang melakukan tugasnya dengan perhitungan ilmiah.
Baris 49:
Sebagai pengarang dan sebagai tentara Nugroho dapat bercerita tentang suasana pertempuran, baik tentang tempat, maupun peralatan peperangan. Pengarang mau berkata sejujurnya bahwa manusia itu tidak bebas dari kesalahan, baik dia tentara, pelajar, maupun pemimpin, seperti yang dilukiskannya dalam cerpen “Pembalasan Dendam.”
 
Kumpulan cerpen Hujan Kepagian berisi enam cerita pendek yang semuanya menceritakan masa perjuangan menghadapi [[agresi Belanda]]. Buku ini cukup memberi gambaran tentang berbagai segi pengalainan manusia yang mengandung ketegangan, penderitaan, pendambaan, dan sesalan yang sering terjadi dalam peperangan. Dari sini tampak bahwa Nugroho mempunyai bakat observasi yang tajam.
 
Bukunya yang berjudul Tiga Kota berisi sembilan [[cerita pendek]] yang ditulis antara tahun 1953-1954, judul Tiga Kota diambil karena latar cerita terjadi di tiga kota, yaitu [[Rembang]], [[Yogyakarta]], dan [[Jakarta]], kota yang paling banyak memberinya inspirasi untuk lahirnya cerita. Rembang melatari cerita kenangan “Mbah Danu”, “Penganten”, dan “Tayuban”. Yogyakarta dan Jakarta melatari cerita “Jeep 04-1001 Hilang” dan “Vickers Jepang.” Oleh karena itu, kumpulan cerpen tersebut diberi judul Tiga Kota. Cerpen-cerpen yang terkandung dalam Tiga Kota ini pada umumnya sangat menarik, tidak hanya karena penuturan cerita yang lancar dan dipaparkan dengan gaya akuan, tetapi juga karena penulis sendiri mengalami peristiwa yang dituturkannya. Dengan demikian, cerpen-cerpen itu kelihatan hidup. Kumpulan cerpen Tiga Kota, ini sedikitnya merekam kehidupan pribadi penulis.
 
Dalam [[seminar]] kesusastraan yang diselenggarakan oleh FSUI tahun 1963, Nugroho membawakanmembawkan makalahnya yang berjudul “Soal Periodesasi dalam Sastra Indonesia.” Ia mengemukakan bahwa sesudah tahun 195050 ada periode kesusastraan baru yang tidak bisa lagi dimasukkan ke dalam periodisasi sebelumnya. Menurut Nugroho, pengarang yang aktif mulai menulis pada periode 195050-an adalah mereka yang mempunyai tradisi Indonesia sebagai titik tolaknya, dan juga mempunyai pandangan yang luas ke seluruh dunia.
 
== Nugroho Notosusanto sebagai Sejarahwan dan Kontroversinyasejarahwan ==
Sebagai seorang sejarahwan, Nugroho dimanfaatkan oleh [[TNI|ABRI]] maupun [[Orde Baru]] untuk menulis sejarah menurut versi pihak-pihak tersebut.<ref> http://www.insideindonesia.org/edit68/Nugroho1.htm A soldier's historian: New Order generals needed new history books. Nugroho Notosusanto was their man.</ref> Pada [[1964]] ABRI menggunakan Nugroho untuk menyusun sejarah militer menurut versi militer karena khawatir bahwa sejarah yang akan disusun oleh pihak [[Front Nasional]] yang dikenal sebagai kelompok [[sayap kiri|kiri]] pada masa itu akan menulis Peristiwa Madiun secara berbeda, sementara militer lebih suka melukiskannya sebagai suatu pemberontakan pihak [[komunisme|komunis]] melawan pemerintah.
 
Ketika diangkat sebagai menteri pendidikan pada [[1984]], Nugroho menggunakan kesempatan itu untuk menulis ulang kurikulum sejarah untuk lebih menekankan peranan historis militer. Pada tahun ini pula Nugroho ikut menulis skenario untuk film [[Pemberontakan G30S/PKI (film)|Pemberontakan G30S/PKI]] yang memuat versi resmi Orde Baru tentang tragedi tersebut. Film ini kemudian dijadikan tontonan wajib untuk murid-murid sekolah di seluruh Indonesia, dan belakangan diputar sebagai acara rutin setiap tahun di [[TVRI]] pada malam tanggal [[30 September]].
 
Peranan Nugroho dalam penulisan sejarah versi Orde Baru paling menonjol ketika ia mengajukan versinya sendiri mengenai pencetus [[Pancasila]]. Menurut Nugroho, Pancasila dicetuskan oleh [[Muhammad Yamin|Mr. Muhammad Yamin]], bukan oleh [[Soekarno]]. Soekarno hanyalah penerusperumusnya di kemudian hari. Akibatnya, tanggal [[1 Juni]] tidak lagi diperingati sebagai hari lahir Pancasila oleh pemerintah Orde Baru.
 
==Kematian==
Baris 120:
#“Longka Pura”. Madjalah Nasional, 16.4, (53), 19.
#“Sebuah Malam Minggu”. Madjalah Nasional, 14.4, (53), 19.
 
==Referensi==
{{Reflist}}
 
==Pranala Luar==
*{id} Biografi dala Bahasa Indonesia [http://www.pusatbahasa.depdiknas.go.id/showpenuh.php?info=tokoh&actionTree=open&id=2&infocmd=show&infoid=48&row=5]
*{en} Biografi singkat dan kontroversi penulisan sejarah Nugroho Notosusanto dalam Bahasa Inggris [http://insideindonesia.org/edit68/Nugroho1.htm]
 
[[Kategori:Kelahiran 1930]]