Hasan Mustapa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Merapikan |
k Merapikan |
||
Baris 98:
| box_width =
}}
'''Hasan Mustapa''' ([[Cikajang, Garut]], [[1852]] - [[Kota Bandung|Bandung]], [[1930]]) adalah Penghulu Besar, [[ulama]], dan dianggap salah satu Pujangga Sunda terbesar di [[Jawa Barat|Tatar Pasundan]].
'''Hasan Mustapa''' ([[Cikajang, Garut]], [[1852]] - [[Kota Bandung|Bandung]], [[1930]]). Penghulu besar, [[ulama]], pujangga Sunda yang terbesar. Ayahnya, [[Mas Sastramanggala]], setelah naik haji disebut [[Haji Usman]], camat perkebunan. Meskipun Haji Usman sendiri waktu kecil bersekolah, tetapi Hasan Mustapa tidak disekolahkannya, melainkan disuruh belajar di berbagai pesantren. Pada umur 7 tahun, ia dibawa ayahnya naik haji ke [[Mekkah]], dan sekembalinya disuruh belajar di beberapa pesantren. Pada usia kira-kira 17 tahun dikirim ke [[Mekkah]] untuk memperdalam ilmu agama dan bermukim di sana sekitar 10 tahun. Setelah kembali ia masih disuruh belajar lagi kepada beberapa kiai. ▼
==Sejarah==
[[Berkas:Bale Bandoeng (foto dokumen Santi Jehan Nanda).jpg|thumb|left|280px|Sampai saat ini para peneliti atau pemerhati tokoh Sunda masih kesulitan untuk menelusuri karya-karya Haji Hasan Mustapa. Menurut tim penyusun buku “Biografi dan karya Pujangga Haji Hasan Mustafa”, Pada tahun 1960 untuk memenuhi permintaan Prof Dr. Husein Djajadiningrat – yang menjabat pimpinan di Museum Pusat Jakarta, M. Wangsaatmadja mengetik ulang karya-karya Haji Hasan Mustapa. Hasil ketik ulangnya itu dibukukan dalam 18 jilid naskah yang semuanya diberi judul “Aji Wiwitan” dengan subjudul yang berlainan untuk setiap jilid. Esaha Wangsaatmadja itu hampir menjadi sia-sia ketika dua rangkap hasil ketik ulangnya hilang dalam perjalanan pengiriman ke museum. Untungnya masih ada 17 naskah, alas dari ketikan ulang yang masih bisa ditelusuri oleh tim penulis. Dari 17 naskah tersebut, ada 10 yang sempat dicetak menjadi buku. Salah satunya buku “Bale Bandoeng” yang diterbitkan tahun 1924 oleh Toko Boekoe M.I. Prawira-Winata Bandoeng ini. Naskah lainnya yang tersisa berupa salinan atau fotocopy bahkan sebagian besar hanya bisa ditemukan di Leiden sana.<ref>{{cite web
| last =Nanda
| first =Santi Jehan
| authorlink =
| coauthors =
| title =Bale Bandoeng
| work =
| publisher =
| date =10 Desember 2013
| url =https://santijehannanda.wordpress.com/tag/hasan-mustapa/
| format =
| doi =
| accessdate =29 September 2015}}</ref>]]
▲
Guru-gurunya di tanah air, antara lain Kiai Haji Hasan Basri (Kiara Koneng, Garut), Kiai Haji Yahya (Garut), Kiai Abdul Hasan (Tanjungsari, Sumedang), Kiai Muhamad (Cibunut, Garut), Muhamad Ijra'i (murid Kiai Abdulkadir, Dasarema, Surabaya) dan Kiai Khalil (Bangkalan, Madura). Setelah menikah dan beranak satu, sekitar [[1880]], ia berangkat lagi dengan anak istrinya ke Mekkah untuk belajar lebih jauh. Guru-gurunya di Mekah antara lain Syekh Muhamad, Syekh Abdulhamid Dagastani atau Sarawani, Syekh Ali Rahbani, Syekh Umar Syami, Syekh Mustafa al-Afifi, Sayid Abubakar al-Sathahasbulah, Syekh Nawawi Al-Bantani, Abdullah Al-Zawawi, dan lain lain. Pada waktu itu, Hasan Mustapa sendiri sudah mengajar di Masjidil Haram.
Baris 127 ⟶ 143:
| accessdate =29 September 2015}}
* [http://www.sundanet.com/artikel.php?id=195 SundaNet]
==Lihat juga==
* [[Kategori:Sastrawan Sunda|Sastrawan Sunda]]
==Referensi==
{{reflist}}
{{lifetime|1852|1930|Mustapa, Hasan}}
|