Kopi gayo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di masa + pada masa , -Di masa +Pada masa , - di Masa + pada Masa )
Baris 4:
==Latar belakang==
Perkebunan kopi yang telah dikembangkan sejak tahun [[1908]] ini tumbuh subur di [[Kabupaten Bener Meriah]], [[Aceh Tengah]] dan sebagian kecil wilayah [[Gayo Lues]]. Ketiga daerah yang berada di ketinggian 1200 m di atas permukaan laut tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di [[Indonesia]], yaitu sekitar 81.000 hektar. Masing-masing 42.000 hektar berada di [[Kabupaten Bener Meriah]], selebihnya (39.000 hektar) di [[Kabupaten Aceh Tengah]]. Masyarakat Gayo berprofesi sebagai petani kopi dengan dominasi varietas Arabika. Produksi kopi Arabika yang dihasilkan dari Tanah Gayo merupakan yang terbesar di [[Asia]].
[[Berkas:Rumah pekebun kopi gayo.png|328x328px|jmplthumb]]
Adapun penyebaran tumbuhan kopi ke [[Indonesia]] dibawa seorang berkebangsaan [[Belanda]] pada abad ke-17 yang mendapatkan biji Arabika mocca dari Arabia ke [[Batavia]] ([[Jakarta]]). Kopi Arabika itu pertama-tama ditanam dan dikembangkan di daerah [[Jatinegara]], [[Jakarta]], menggunakan tanah partikelir Kesawung yang kini lebih dikenal Pondok Kopi. Penyebaran selanjutnya dari tanaman kopi tersebut sampai juga ke kawasan dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Dari masa kolonial Belanda hingga sekarang Kopi Gayo khususnya telah menjadi mata pencaharian pokok mayoritas masyarakat Gayo bahkan telah menjadi satu-satunya sentra tanaman kopi kualitas ekspor di daerah Aceh Tengah. Selain itu bukti arkeologis berupa sisa pabrik pengeringan kopi masa kolonial Belanda di Desa Wih Porak, [[Silih Nara, Aceh Tengah|Kecamatan Silih Nara]], Aceh Tengah telah memberikan kejelasan bahwa kopi pada masa lalu pernah menjadi komoditas penting perekonomian.
 
Adapun penyebaran tumbuhan kopi ke [[Indonesia]] dibawa seorang berkebangsaan [[Belanda]] pada abad ke-17 yang mendapatkan biji Arabika mocca dari Arabia ke [[Batavia]] ([[Jakarta]]). Kopi Arabika itu pertama-tama ditanam dan dikembangkan di daerah [[Jatinegara]], [[Jakarta]], menggunakan tanah partikelir Kesawung yang kini lebih dikenal Pondok Kopi. Penyebaran selanjutnya dari tanaman kopi tersebut sampai juga ke kawasan dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Dari masa kolonial Belanda hingga sekarang Kopi Gayo khususnya telah menjadi mata pencaharian pokok mayoritas masyarakat Gayo bahkan telah menjadi satu-satunya sentra tanaman kopi kualitas ekspor di daerah Aceh Tengah. Selain itu bukti arkeologis berupa sisa pabrik pengeringan kopi masa kolonial Belanda di Desa Wih Porak, [[Silih Nara, Aceh Tengah|Kecamatan Silih Nara]], Aceh Tengah telah memberikan kejelasan bahwa kopi pada masa lalu pernah menjadi komoditas penting perekonomian.
 
=== Peran Belanda dan Kopi Gayo ===
[[Berkas:Rumah pekebun kopi gayo.png|328x328px|jmpl]]
Kehadiran kekuasaan [[Belanda]] di Tanah Gayo tahun [[1904]] serta merta diikuti pula dengan hadirnya pendatang-pendatang lain. Pada masa itu wilayah [[Aceh Tengah]] dijadikan ''onder afdeeling Nordkus Atjeh'' dengan [[Sigli]] sebagai ibukotanya. Di sisi lain, kehadiran [[Belanda]] juga telah memberi penghidupan baru dengan membuka lahan perkebunan, salah satunya kebun kopi di [[Tanah Gayo]] (di ketinggian 1.000 - 1.700 m di atas permukaan laut).