Orang Tionghoa di Belanda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 16:
Meskipun jumlah mahasiswa Tionghoa dari Indonesia berkurang, puluhan ribu orang Tionghoa terpaksa melarikan diri saat terjadinya [[pembantaian di Indonesia 1965–1966]]. Sebagian besar melarikan diri ke Tiongkok, [[Amerika Serikat]], atau [[Australia]], tetapi beberapa yang terdidik dalam bahasa Belanda memilih Belanda sebagai tujuan mereka; walapun tidak ada statistik yang pasti, diperkirakan terdapat 5.000 orang yang datang pada masa ini. Seperti para mahasiswa Tionghoa Indonesia sebelumnya, mereka biasanya tidak dapat berbahasa Tionghoa dan menuturkan bahasa-bahasa di Indonesia sebagai bahasa ibu serta bahasa Belanda sebagai bahasa akademik.<ref>{{harvnb|Li|1998|p=170}}</ref> Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, banyak pendatang dari [[Hong Kong]] yang tiba di Belanda; tercatat kurang lebih 600-800 datang per tahun, yang kemudian turun menjadi 300-400 per tahun pada akhir tahun 1980-an.<ref name="Pieke1999a">{{harvnb|Pieke|1999|p=324}}</ref>
 
Selain itu, pada tahun 1980-an, Belanda mulai menjadi tujuan populer bagi para mahasiswa dari [[Tiongkok daratan]]. Faktor yang mempengaruhi hal ini adalah biaya kuliah yang relatif lebih rendah dari [[Britania Raya]] dan kemudahan mendapat visa pelajar dibandingkan dengan Amerika Serikat. Pada awalnya, mahasiswa-mahasiswa yang didanai oleh pemerintah RRT ini terdiri dari mahasiswa-mahasiswa terbaik yang dipilih melalui ujian dan mereka mengenyam pendidikan di universitas-universitas ternama di Belanda seperti [[Universitas Leiden]].<ref>{{harvnb|Li|2002|p=175}}</ref> Namun, pada tahun 1990-an, semakin banyak mahasiswa yang mendanai pendidikannya sendiri, mahasiswa yang memperoleh beasiswa Belanda, dan mahasiswa pertukaran pelajar yang mulai berdatangan.<ref>{{harvnb|Li|2002|p=177}}</ref> Pada tahun 2002, statistik di kedutaan besar menunjukkan bahwa kurang lebih terdapat 4.000 mahasiswa RRT di Belanda.<ref>{{harvnb|Li|2002|p=173}}</ref>
 
== Catatan kaki ==