Ien Ang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Referensiana (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '= Ien Ang = '''Ien Ang''' (1954<sup>[1]</sup>) adalah seorang Profesor Kajian Budaya di Institue for Culture and Society Universitas Western Sydney (UWS), Australia....'
 
Referensiana (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 38:
Nama Ien Ang tidak cukup dikenal di Indonesia. Dalam suatu wawancara dengan Ignatius Haryanto yang diterbitkan di sebuah harian nasional Kompas, 12 November 2000 Ien Ang menceriterakan secara singkat kisah hidupnya
 
==== '''<sub>LEBIH JAUH DENGAN Ien Ang</sub>''' ====
 
==== '''<sub>TAK banyak orang tahu bahwa Ien Ang, salah satu tokoh pemikir kontemporer dalam bidang cultural studies ini adalah seorang Indonesia, di antara puluhan sarjana lain asal Amerika, Eropa, Australia, dan India. Ien Ang bisa jadi suatu contoh dari intelektual Indonesia yang berdiaspora, yang dikenal dan harum namanya justru di dunia internasional.Nama Ien Ang kerap disebut karena ia merupakan penulis yang produktif dalam berbagai jurnal dan buku-buku internasional yang berkaitan dengan masalah ''cultural studies, post colonial studies,'' dan juga ''media studies''. Fokus perhatian Ang sangatlah beragam mulai dari masalah politik identitas, masalah audiens yang aktif, masalah gender dalam konsumsi media, serta terakhir ini ia lebih banyak menulis soal hubungan antar komunal di dunia. Prestasinya juga dibuktikan dengan jabatan ''professor of cultural studies''yang ia dapatkan dari University of Western Sydney, pada usia baru 42 tahun.</sub>''' ====
 
==== <sub>'''Namun ketika Ignatius Haryanto, mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di National University of Singapore (NUS) menemui Ien Ang di kantor sementaranya di Centre of Advance Studies, NUS, akhir September lalu, tak ada tanda "kesangaran" bahwa wanita berusia 46 tahun ini adalah sosok yang penuh reputasi akademik internasional dan gelar profesor yang disandangnya sejak empat tahun lalu. Sebaliknya, Ien Ang adalah seorang wanita dengan wajah segar dan penuh senyum, dengan penampilan sederhana, ''T-Shirt''berwarna abu-abu dengan strip berwarna biru tua pada ujung lengan, dipadu dengan celana jeans berwarna biru muda. Kesan ramah terpancar dari mata dan senyum yang tak pernah putus, dengan sesekali menyibak rambut sepanjang leher yang kerap menutupi matanya. Dalam wawancara ia pun tak ingin berposisi hanya sekadar seorang nara sumber, kerap kali ia malah balik mengajak penanya untuk juga mendiskusikan pertanyaan yang diajukan. Ia tidak ingin mengesankan wawancara ini menjadi suatu yang formal, dan sesekali ketika mendengar cerita tentang Indonesia, ia menerawang mengingat-ingat masa ketika ia masih tinggal di Indonesia jauh lebih dari 30 tahun yang lampau.'''</sub> ====
 
==== <sub>'''Di antara waktunya selama sebulan tinggal di Singapura sebagai ''fellow'' pada Centre for Advance Studies, NUS, Ien Ang sempat mempresentasikan ''paper'' diskusi yang berjudul "''Indonesia on my mind: Diaspora, Internet and the Struggle for Hybridity''". ''Paper'' ini merupakan sebagian dari buku keempat yang sedang ditulisnya berjudul ''On Not Speaking Chinese: Living Between Asia & West''. Artikel ini, yang inspirasi judulnya diambil dari salah satu judul lagu yang pernah dibawakan penyanyi Ray Charles, ''Georgia On My Mind'', mungkin menjadi semacam kilas balik bagi Ang dalam mengenal Indonesia yang pernah ia kenal sebagai tanah lahir dan tempat dimana ia menghabiskan masa kecilnya.'''</sub> ====
 
==== <sub>'''Lahir sebagai anak pertama dari lima orang bersaudara dari pasangan Ang Khoen Ie dan Oey Sioe Ing, di Surabaya pada tahun 1954, Ien Ang merasakan hidupnya sebagai bagian dari diaspora manusia Indonesia yang meninggalkan Indonesia pada tahun 1966-setahun setelah meletuskan peristiwa 30 September 1965. Ang tinggal di Belanda selama 25 tahun, hingga ia mendapatkan gelar doktor dari University of Amsterdam dan sejak tahun 1991 ia tinggal di Australia. Ia lulus doktor pada tahun 1985 dengan dibimbing oleh Prof Dennis Mc Quaill, setelah menyelesaikan program Doktorandusnya pada tahun 1982. Kedua tesisnya telah dibukukan dengan judul ''Watching Dallas'' (1985), dan ''Desperately Seeking Audience''(1991). Buku Ang lainnya adalah ''Living Room Wars'', dan ketiga buku ini diterbitkan oleh penerbit Routledge, penerbit buku akademik bergengsi asal Inggris.'''</sub> ====
 
==== <sub>'''Ia sempat menjadi ''lecturer'' pada Jurusan Ilmu Politik di Universitas Amsterdam, sebelum akhirnya ia pindah ke Murdoch University, Australia Barat pada tahun 1991 menjadi ''Senior Lecturer'' dan ia pun menjadi Direktur dari Center for Research in Culture and Communication pada universitas yang sama. Dari Murdoch, ia pindah ke University of Western Sydney, dan menjadi Direktur Institute for Cultural Research dan menjadi editor untuk sebuah jurnal bernama ''Communal/Plural (Journal of Transnational and Crosscultural Studies)'' milik universitas Western of Sydney. Di luar kesibukannya, ia pun masih sempat menikmati musik yang menjadi hobinya, terutama musik-musik berbagai etnik dunia, seperti musik asal Brazil, seperti Gilberto GIl, atau juga mendengarkan tiupan ''saxophone''dari Miles Dives. Untuk artis wanita, ia menyukai penyanyi Madonna yang menurutnya, "Sangat menarik memperhatikan dirinya yang terus menginterpretasikan dirinya". Tak heran jika salah satu judul buku Ang pun mengambil inspirasi dari salah satu film yang pernah dibintangi Madonna, ''Desperately Seeking Susan''.'''</sub> ====
 
==== <sub>'''Ia mengaku hanya sedikit bisa berbahasa Indonesia, dan ia berpikir untuk belajar kembali bahasa Indonesia. Namun, jika ada seorang asing bertanya tentang identitas diri kepadanya, Ang tak akan ragu menyebut "Saya orang Indonesia, yang mendapatkan pendidikan di Belanda dan kini tinggal di Australia."'''</sub> ====
 
Wawancara lengkap dapat di baca di https://www.facebook.com/notes/ariel-heryanto/wawancara-dengan-ien-ang-oleh-ignatius-haryanto-kompas-12-november-2000/10151702959134505