Abdul Qadir bin Abdul Mutalib: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{Infobox
▲| name = Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib bin Hassan
▲| honorific_suffix =
|image_size = 200px
▲| image = Syeikh abdul qadir abdul muthalib.jpg
|caption
| caption = ▼
|nisbah
|birth_name =
|
|
|death_date = 18 Rabiul Akhir 1385 (1965 M)
▲| birth_place = [[Mandailing, Indonesia|Mandailing]], [[Sumatera Utara]], [[Indonesia]]
|death_place = [[Mekkah]], [[Arab Saudi]]
|
|resting_place =
|other_names
|
|ethnicity
|era
|region
|occupation = [[Ulama]], [[guru]], [[Da'i]]
|
|jurisprudence = [[Syafi'i]]
|creed
|movement
|
|notable_ideas =
|notable_works = ''Tuhfah al-Qari‘ al-Muslim fi al-Ahadits al-Muttafaq ‘Alaiha Bayn al-Imam al-Bukhari wa al-Imam Muslim'',</br>''Al-Khazain As-Saniyyah'',</br>''Syarh ‘Aqidah Thahawiyyah'',
|alma_mater
|awards
|influences = [[Imam Asy-Syafi'i]]</br>[[Imam Ath-Thahawi]]</br>[[Imam An-Nawawi]]</br>[[Muhammad Yasin Al-Fadani]]
|module
|website
|
|parents
|
|
|
|
▲| parents = Abdul Muthalib bin Hassan (ayah)
}}
'''Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib bin Hassan''' ({{lang-ar|الشَّيْخُ عَبْدُ القَادِرِ بْنُ عَبْدِ المُطَّلِبِ بْنِ حَسَنٍ المَنْدِيْلِي الأَنْدُوْنِيْسِي}}) ([[Kabupaten Tapanuli Selatan|Mandailing]],
== Pendidikan Awal ==
Baris 65 ⟶ 50:
Pada 1926, Syaikh Abdul Qadir bersekolah di Madrasah Darul Sa’adah Al-Islamiyah atau Pondok Titi Gajah, yang ketika itu diasuh Syaikh Wan Ibrahim bin ‘Abdul Qadir Al-Fathani atau biasa disapa Pak Chu Him yang terkenal itu<ref name="abdul qadir al-mandili"/>. Setelah 10 tahun belajar, ia diterima sebagai guru di pondok ini sekitar 1934.<ref name=alkisah1/>
Sesudah 12 tahun berada di Titi Gajah, dahaganya kepada ilmu semakin memuncak. Ia berkeinginan untuk berguru kepada Syaikh Wan Ismail (Syaikh Isma’il bin ‘Abdul Qadir Al-Fathani bersapa Pak Da ‘Ali<ref name="abdul qadir al-mandili"/>), yang tak lain adalah kakak Syaikh Wan Ibrahim, yang mengajar di [[Makkah]].<ref name=alkisah1/>▼
Dikisahkan pula bahwa di saat ia masih nyantri di Darul Sa’adah Al-Islamiyyah, ia biasa memanfaatkan masa liburan untuk bekerja sebagai pemukul padi karena memang lokasi madrasah terletak di lingkungan persawahan. Meski sebagai seorang santri, ia tidak canggung menjalani pekerjaannya itu. Dalam pikirannya, yang penting itu halal tidak perlu malu dijalani. Meski harus bekerja, ia tidak lantas melupakan tujuan utamanya melawat. Sambil bekerja memukul padi, ia terlihat nampak sembari menghafalkan sesuatu. Mungkin matan kitab atau semacamnya. Berkat karunia Allah, kemudian berkat ketekunannya belajar ini tidak heran jika ia sampai berhasil menguasai banyak bidang keilmuan.
Selain terkenal tekun belajar, ‘Abdul Qadir Al-Mandili juga terkenal dengan ketekunannya beribadah pada Allah. Tidak hanya ibadah wajib yang ia kerjakan, namun ibadah-ibadah sunnah pun banyak yang ditekuninya. Maka tidak sekedar belajar, tetapi ia juga mengamalkannya. Dan demikianlah akhlak keseharian seorang penuntut ilmu yang seyogyanya terus dilakukan. Karena dengan mengamalkan ilmu, ilmu akan semakin bertambah dan tidak lekas lupa, kata [[Muhammad bin Shalih al-Utsaimin|Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin]] –rahimahullah-<ref name="abdul qadir al-mandili"/>.
▲Sesudah 12 tahun berada di Titi Gajah, dahaganya kepada ilmu semakin memuncak. Ia berkeinginan untuk berguru kepada Syaikh Wan Ismail (Syaikh Isma’il bin ‘Abdul Qadir Al-Fathani bersapa Pak Da ‘Ali<ref name="abdul qadir al-mandili"/>), yang tak lain adalah kakak Syaikh Wan Ibrahim, yang mengajar di [[Makkah]].<ref name=alkisah1/>
== Berguru ke Tanah Haram ==
Pada tahun 1355 H, Syaikh ‘Abdul Qadir bin ‘Abdul Muththalib al-Mandili bertolak ke [[Makkah|Makkah Al-Mukarramah]], suatu negeri yang selalu menjadi dambaan semua orang, apatah lagi penuntut ilmu. Adalah suatu kebiasaan yang lazim menjadi ‘sunnah’ penuntut ilmu di Nusantara, terasa belum sempurna jika tidak mengambil bagian belajar di kota kelahiran Rasulullah ﷺ tersebut. Maka pada waktu tersebut ‘Abdul Qadir tidak lagi kuat menahan hasratnya untuk segera berangkat menujunya. Sesampainya di [[Makkah]] dan setelah menyempurnakan ibadah haji pada tahun tersebut, ia
Di Makkah ia berguru kepada banyak ulama besar,<ref name=alkisah1/> di antaranya :
Baris 117 ⟶ 102:
Artinya, ‘Dan tiada ada Allah Ta’a menghendaki akan mensia2kan akan sembahyang kamu menghadap ke [[Baitul Maqdis]], bahkan memberi pahala Ia akan kamu atasnya.’ (Anak Kunci Syurga hal. 11)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
== Berkurang dan Bertambahnya Iman
Beliau berkata, “Dan adalah iman itu bertambah ia dengan sebab bertambah taat, dan kurang ia dengan kurang taat, karena firman Allah Ta’ala:
Baris 125 ⟶ 110:
Dan tiap2 yang menerima ia akan bertambah, menerima ia akan kurang.” (Anak Kunci Syurga hlm. 11)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
== Makna Kalimat
Beliau berkata ketika menjelaskan perkataan [[Imam Ath-Thahawi|Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi]], “و لا إله غيره”, “Dan tiada yang disembah sebenar lain daripada-Nya.”
“Ini kalimat tauhid yang menyeru kepadanya oleh sekalian Rasul –‘alaihimush shalatu wassalam-. Dan bermula mengitsbatkan tauhid dengan ini kalimat adalah ia dengan ditilik kepada nafi dan itsbat yang memberi faham akan tersimpan ketuhanan itu pada tuhan yang satu. Karena bahwa itsbat saja kedatangan tasanya ihtimal (baca: memungkinkan) ada yang lain, maka barang kali karena inilah tatkala berfirman Allah Ta’ala ‘و إلهكم إله واحد’ artinya, ‘bermula tuhan kamu tuhan yang satu,’ berfirman Ia kemudian, ‘لا إله هو الرحمن الرحيم’artinya, ‘Tiada yang disembah dengan sebenar melainkan Ia jua, Tuhan yang mengaruniakan rahmat yang besar2 dan rahmat yang kecil2.’ Maka bahwasannya terkadang melintas di hati seseorang, bahwasannya Tuhan kita satu, maka bagi orang lain Tuhan yang lain, maka menolak Allah Ta’ala akan dia dengan firman-Nya, ‘لا إله إلا هو الرحمن الرحيم’, telah terdahulu maknanya.” (Perisai Bagi Sekalian Mukallaf hlm. 21-22)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
== Seruan Tauhid
Beliau berkata, “Dan bahwa Allah Ta’ala ketunggalan Ia dengan perbuatan hamba-Nya yang disuruh. Seperti sembahyang, maka tiada kita sembahyang melainkan karena Allah, dan jangan kita sujud melainkan akan Allah Ta’ala, dan jangan kita bernazar melainkan bagi Allah Ta’ala, dan jangan kita kerjakan ibadah melainkan karena Allah Ta’ala, dan janganlah kita sekutukan Allah Ta’ala dengan yang lain-Nya pada ibadah kita, dan jangan kita menyembelih qurban melainkan bagi Allah Ta’ala, dan jangan kita menyembelih karena hantu, dan tok keramat, dan tok ninik. Dan jangan kita harap
و لقد أوحي إليك و إلى الذين من قبلك لئن أشركت ليحبطن عملك و لتكونن من الخاسرين
Baris 173 ⟶ 158:
Syeikh Abdul Qadir juga aktif dalam menulis, sekitar 24 buah karya tulis dalam bahasa Melayu dan Arab<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> telah lahir dari kegigihan ia menutut ilmu dan mengajar, termasuk di antaranya enam buah karya terjemahan. Tulisannya meliputi berbagai bidang seperti ushuludin, fiqih, pendidikan, hukum, dan akhlaq, politik, dan perundangan. Syaikh Abdul Qadir telah lebih dahulu "modern" dalam pemikiran di kalangan ulama-ulama tradisional lainnya pada masa itu tatkala ia memperbincangkan ideologi kapitalisme, sosialisme, dan komunisme.<ref name=alkisah1/><ref name=alkisah2/> Tulisan-tulisan tersebut masih terus dicetak dan dipelajari di berbagai lembaga pendidikan formal maupun non formal. Pada tulisan-tulisannya itu dapat dengan jelas kita rasakan nuansa dakwah kepada tauhid yang beliau prioritaskan.
Di antara karya-karya
* ''Al-Khaza‘in as-Saniyyah min Masyahir al-Kutub al-Fiqhiyyah Li A‘immatina al-Fuqaha‘ asy-Syafi’iyyah''.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>. Kitab ini, kata ‘Abdul ‘Aziz As-Sayib, seperti yang dampak pada judul dan muqaddimah penulisnya, (disusun) untuk orang hendak membaca kitab-kitab fiqih Syafi’i. Al-Mandili memaksudkan agar orang yang mentelaah kitab-kitab itu menjadi mudah karena nama-nama pengarang kitab yang dikandungnya terkadang masih samar bagi pembaca, serta istilah-istilah dan semacamnya yang boleh jadi belum diketahui oleh pelajar. Dari sanalah Syaikh Al-Mandili menjadikan kitabnya terdiri dari 8 pasal. Pertama nama-nama kitab yang kerap disebutkan dalam kitab-kitab fiqih Syafi’iyyah. Inilah pokok kitab Al-Khazain As-Saniyyah dan intinya yang paling banyak dihimpunkan oleh si penulis. Kedua, menentukan pakar fiqih yang 7 yang berada di Madinah Munawwarah. Ketiga, nama-nama reformer umat ini. keempat, nama-nama pakar hadits yang sering disebutkan dalam kitab-kitab fiqih. Lima,
* ''Risalah Pokok Qadiani'', memaparkan kesesatan dan bahaya ajaran [[Mirza Ghulam Ahmad]]<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1949) ''Senjata Tok Haji dan Tok Labai''<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1950) ''Pembantu bagi Sekalian Orang Islam dengan Harus Membaca Quran dan Sampai Pahalanya kepada Sekalian Yang Mati'' <ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1952) ''Tuhfah al-Qari‘ al-Muslim fi al-Ahadits al-Muttafaq ‘Alaiha Bayn al-Imam al-Bukhari wa al-Imam Muslim''. <ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Kitab ini beberapa hadits pilihan yang disepakati periwayatannya oleh Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari dan Imam Abul Hajjaj Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-
* (1953) ''Bekal Orang yang Menunaikan Haji'' <ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1956) ''Hukm al-Ihram min Jaddah, Penawar bagi Hati, Perisai bagi Sekalian Mukallaf, Pendirian bagi agama Islam ''<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1956) ''Pendirian Agama Islam'' , memperbincangkan ideologi ciptaan manusia seperti kapitalisme, sosialisme, dan komunisme serta persinggungannya dengan aqidah dan pemikiran Islam<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1958) ''Sinar Matahari Buat Penyuluh Kesilapan Abu Bakar al-Asy’ari'' , kritik pemikiran golongan kaum muda<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1958) ''Al-Madzhab atau Tiada Haram Bermadzhab''. Kandungan isi kitab ini seperti yang diterangkan penulisnya di muqaddimah, “Maka ini sebuah kitab yang kecil, yang mengandung ia akan hukum bermadzhab dan taqlid. Hamba sesunkan dia karena permintaan
* (1959) ''Siasah dan Loteri dan Alim Ulama dan Islam: Agama dan Kedaulatan'', yang menjelaskan hukum judi yang dilegalisasi pemerintah lalu dananya digunakan untuk membina masjid dan sekolah agama<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1961) ''Kebagusan Undang-undang Islam dan Kecelaan Undang-undang Ciptaan Manusia'' , menjelaskan kepada orang Melayu, yang dengan itu karyanya ditulis dalam bahasa [[Melayu]], tentang keadilan dan kebaikan undang-undang Allah serta kekeliruan hukum cara manusia, terlebih lagi infiltrasi undang-undang penjajah di negeri-negeri Melayu<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
Baris 203 ⟶ 188:
Syaikh Zakaria pernah menuturkan, “Di samping wataknya yang bagus, akhlaknya yang mulia, tabiatnya yang indah, beliau juga dicintai di dunia intelektual, beliau selalu memandangnya dengan penuh penghargaan dan penghormatan.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
== Wafat ==
Setelah menetap 29 tahun<ref name=alkisah2/> lamanya di [[Makkah]] mengabdikan dirinya dalam keilmuan, pada 1965 M <small><nowiki>[</nowiki>[[Kalender Hijriyah]]: 18 Rabiul Akhir 1385<nowiki>],</nowiki></small><ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Syaikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib bin Hasan Al-Mandaili mengembuskan napas yang terakhir pada usia 63 tahun lebih setelah mengalami penyakit pada kakinya.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Mungkin semacam tumor atau lainnya. Para ahli medis menyarankan agar penyakit itu dioperasi saja, akan tetapi ia menolaknya. Pada musim haji tahun 1384 H, beberapa ahli kedokteran [[Indonesia]] memberinya saran agar berobat ke Indonesia. Ia pun menyetujui saran tersebut. Akan tetapi karena di sana juga hendak dilakukan operasi, ia kembali menolaknya. Akhirnya ia kembali ke Makkah. Ia sempat berkunjung ke [[Madinah|Madinah Al-Munawwarah]]<ref name="abdul qadir al-mandili"/>.
Baris 272 ⟶ 257:
== Lihat Pula ==
* [[Daftar tokoh Indonesia]]
* [[Daftar tokoh Mandailing]]
* [[Muhammad Yasin Al-Fadani]]
* [[Syeikh Musthafa Husein Al-Mandili]]
* [[
* [[Muhammad bin Abdul Wahhab]]
* [[Muhammad bin Shalih al-Utsaimin]]
* [[Habib Ali Kwitang]]
* [[Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas]]
Baris 280 ⟶ 269:
{{Navbox Ulama Ahli Fiqih Mazhab Syafi'i}}
[[Kategori:Cendekiawan Muslim]]
[[Kategori:Cendekiawan Sunni]]
[[Kategori:Ahli Fiqih Indonesia|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Tokoh dari Tapanuli Selatan|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Sufi Indonesia|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]▼
[[Kategori:Ulama Mandailing|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Tokoh dari Mandailing Natal|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Ulama Indonesia|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Ulama Malaysia|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Ulama Syafi'i Abad ke-14 H|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Tokoh Sumatera Utara|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Kelahiran 1910]]
[[Kategori:Kematian 1965]]
|