Abdul Qadir bin Abdul Mutalib: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Infobox Ulama Muslim
|name = '''SyeikhٍSyeikh Abdul Qadir bin Abdul MuthalibMuththalib bin Hassan Al-Andunisi Al-Mandili Al-IndunisiMakki Asy-Syafi’i'''
|honorific_suffix =
|image = Syeikh abdul qadir abdul muthalib.jpg
Baris 6:
|caption =
|nasab = Abdul Qadir bin Abdul Muththalib bin Hassan
|nisbah = [[Suku Mandailing|Al-Mandili]], [[Mekkah|Al-Makki]]
|birth_name =
|birth_date = 1329 H (1910 M)
|birth_place = [[Kabupaten Tapanuli Selatan|Mandailing]], [[Sumatera Utara]], [[Indonesia]]
|death_date = 18 Rabiul Akhir 1385 (1965 M)
|death_place = [[Mekkah]], [[Arab Saudi]]
Baris 16:
|other_names =
|nationality = [[Indonesia]]
|ethnicity = [[Suku Mandailing|Mandailing]]
|era =
|region = [[Islam]]
Baris 41:
}}
 
'''Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib bin Hassan''' ({{lang-ar|الشَّيْخُ عَبْدُ القَادِرِ بْنُ عَبْدِ المُطَّلِبِ بْنِ حَسَنٍ الأَنْدُوْنِيْسِي المَنْدِيْلِي الأَنْدُوْنِيْسِيالمَكِّيّ الشَّافِعِيْ}}) ([[Kabupaten Tapanuli Selatan|Mandailing]], [[Sumatera Utara]] [[1910]] M - [[Mekkah]], [[Arab Saudi]] [[1965]] M)<ref name=niknasri>{{harvnb|NikNasri.com1|2014}}.</ref> adalah seorang ulama Nusantara yang ternama di kalangan Melayu.<ref name=alkisah1>{{harvnb|Majalah Alkisah Bagian 1|2014}}.</ref> Dilahirkan pada tahun 1329 H di desa [[Sigalangan]], [[Kecamatan Batang Angkola]], [[Kabupaten Tapanuli Selatan]], [[Sumatera Utara]]. Namanya adalah ‘Abdul Qadir bin ‘Abdul Muththalib bin Hassan Al-Andunisi Al-Mandili Al-Makki Asy-Syafi’i. Sebenarnya, nama bapaknya masih diperselisihkan oleh kalangan sejarawan. Ada yang menyebebut Thalib, sedangkan di pihak lain menyebut ‘Abdul Muththalib. Akan tetapi perselisihan ini akan segera sirna jika kita kembalikan pada apa yang dituliskan Syaikh ‘Abdul Qadir sendiri. Antara lain dalam ''Al-Khazain As-Saniyyah'', ''Syarh ‘Aqidah Thahawiyyah'', dan ''Kunci Anak Syurga'', beliau menulis bahwa ayahnya bernama ‘Abdul Muththalib, bukan Thalib<ref name="abdul qadir al-mandili">Abdul Qadir Al-Mandili, Pembawa Dakwah Sunnah di Nusantara</ref>. Biografinya telah diangkat dalam sebuah buku yang berjudul ''Syeikh Abdul Qadir Al-Mandaili (1910-1965): Biografi dan Pendidikan Akhlak'' karya Prof. Madya Dr. Ramli Awang, seorang tenaga peng­ajar di Pusat Pengajian Islam dan Pem­bangunan Sosial, [[Universitas Teknologi Malaysia]]<ref name=alkisah1/>. Artikel tentang biografi beliau pun telah ditulis oleh Fiman Hidayat Mawardi di situs muslim.or.id<ref name="abdul qadir al-mandili"/>. Ia berasal dari kalangan keluarga petani.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah1/> Ia dijuluki “Al-Mandaili” karena berasal dari suku Mandailing.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah1/> Ada dua nama Syaikh Abdul Qadir asal Mandailing yang terkenal, satu terkenal di Makkah dan satunya lagi terkenal di dunia Melayu.<ref name=alkisah1/> Yang lebih senior dan terkenal di Makkah adalah Syeikh [[Abdul Qadir bin Shobir Al Mandili]], kelahiran [[Huta Siantar, Panyabungan Kota, Mandailing Natal]], [[Sumatera Utara]]. Sedangkan Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib lebih terkenal di Melayu dahulu baru kemudian pada tahun 1936 berangkat ke [[Makkah]] untuk menuntut ilmu.<ref name=alkisah1/>
 
== Pendidikan Awal ==
Baris 90:
Ketika menjadi guru di [[Masjidil Haram]], Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib pernah ditawarkan dengan berbagai jabatan, sebagai guru agama di [[Cape Town]], [[Afrika Selatan]]. Presiden [[Soekarno]] juga dikisahkan pernah menawarkan sebagai Mufti Indonesia, sedangkan Raja [[Arab Saudi]] menawarkan posisi Qadhi Al-Qudat dengan gaji yang besar.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Tetapi semua itu ditolak olehnya karena ia lebih memilih konsentrasi dalam hal mengajar di Masjidil Haram.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>Sesuai dengan gelar yang diberikan kepadanya yakni "Khuwaidam Talabah al-Ilmu as-Syarif bil Harami al-Makki (Khadam kecil bagi penuntut ilmu di Masjidil Haram)".<ref name=niknasri/>
 
== PrinsipBeberapa ImanPokok MenurutPemikiran Al-MandiliBeliau ==
=== Iman ===
==== Prinsip Iman Menurut Al-Mandili ====
Beliau berkata, “Dan bahwa iman itu pada madzhab imam kita [[Imam Asy-Syafi'i|Asy-Syafi’i]], dan [[Imam Malik]], dan [[Imam Ahmad bin Hanbali|Imam Ahmad bin Hanbal]] –rahimahumullah-, mengaku dengan lidah, dan membenarkan dengan hati, dan membenarkan dengan anggota. Seperti mengucap dua kalimat syahadat, dan seperti mengi’tiqadkan dengan putus (baca: kokoh) bahwa [[Nabi Muhammad]] itu hamba Allah dan rasul-Nya, dan seperti mengerjakan sembahnyang. Karena hadits [[Imam Bukhari|Al-Bukhari]]:
 
Baris 102 ⟶ 104:
Artinya, ‘Dan tiada ada Allah Ta’a menghendaki akan mensia2kan akan sembahyang kamu menghadap ke [[Baitul Maqdis]], bahkan memberi pahala Ia akan kamu atasnya.’ (Anak Kunci Syurga hal. 11)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
==== Berkurang dan Bertambahnya Iman ====
Beliau berkata, “Dan adalah iman itu bertambah ia dengan sebab bertambah taat, dan kurang ia dengan kurang taat, karena firman Allah Ta’ala:
 
Baris 110 ⟶ 112:
Dan tiap2 yang menerima ia akan bertambah, menerima ia akan kurang.” (Anak Kunci Syurga hlm. 11)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
=== Makna Kalimat La Ilaha Illallah ===
Beliau berkata ketika menjelaskan perkataan [[Imam Ath-Thahawi|Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi]], “و لا إله غيره”, “Dan tiada yang disembah sebenar lain daripada-Nya.”
 
“Ini kalimat tauhid yang menyeru kepadanya oleh sekalian Rasul –‘alaihimush shalatu wassalam-. Dan bermula mengitsbatkan tauhid dengan ini kalimat adalah ia dengan ditilik kepada nafi dan itsbat yang memberi faham akan tersimpan ketuhanan itu pada tuhan yang satu. Karena bahwa itsbat saja kedatangan tasanya ihtimal (baca: memungkinkan) ada yang lain, maka barang kali karena inilah tatkala berfirman Allah Ta’ala ‘و إلهكم إله واحد’ artinya, ‘bermula tuhan kamu tuhan yang satu,’ berfirman Ia kemudian, ‘لا إله هو الرحمن الرحيم’artinya, ‘Tiada yang disembah dengan sebenar melainkan Ia jua, Tuhan yang mengaruniakan rahmat yang besar2 dan rahmat yang kecil2.’ Maka bahwasannya terkadang melintas di hati seseorang, bahwasannya Tuhan kita satu, maka bagi orang lain Tuhan yang lain, maka menolak Allah Ta’ala akan dia dengan firman-Nya, ‘لا إله إلا هو الرحمن الرحيم’, telah terdahulu maknanya.” (Perisai Bagi Sekalian Mukallaf hlm. 21-22)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
== Seruan= Tauhid ===
==== Pembagian Tauhid ====
Beliau berkata, “Dan ketahui olehmu bahwasannya tauhid itu terbahagi ia tiga bahagian. Pertama tauhid rububiyyah. Artinya mengesakan Allah Ta’ala dengan segala perbuatan-Nya. Dan kedua, tauhid uluhiyyah. Artinya mengesakan Allah Ta’ala dengan segala perbuatan hamba. Ketiga, tauhid asma wa shifat. Artinya, mengesakan Allah Ta’ala dengan segala nama-Nya dan shifat-Nya. Wallahua’lam.”(Perisai Bagi Sekalian Mukallaf hlm. 6)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
==== Tauhid Rububiyyah di Mata Beliau ====
 
Beliau berkata, “Dan tauhid rububiyyah ini mengaku dengan dia oleh orang2 kafir pada masa hidup Rasulullah ﷺ, tetapi tiada memasukkan ia akan mereka itu kedalam agama Islam karena ingkar mereka itu akan tauhid uluhiyyah yang akan datang.”
 
Kemudian beliau memaparkan dalil-dalilnya, yaitu QS Luqman ayat ke-25, QS Az-Zukhruf ayat ke-9, dan QS Al-Mukminun ayat ke- 84.
 
Beliau berkata, “Dan bermula ini tauhid sebenar ia tiada syak padanya. bahkan segala hati manusia dijadikan akan dia mengaku dengan ini tauhid lebih daripada mengaku dengan yang lainnya daripada segala yang ada.”
 
Selanjutnya beliau mengutarakan dalil-dalilnya yang tertera dalam QS Al-Isra’ ayat ke-102, QS Ibrahim ayat ke-10, dan QS An-Naml ayat ke-14. (Perisai Bagi Sekalian Mukallaf hlm. 7-8)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
==== Seruan Tauhid ====
Beliau berkata, “Dan bahwa Allah Ta’ala ketunggalan Ia dengan perbuatan hamba-Nya yang disuruh. Seperti sembahyang, maka tiada kita sembahyang melainkan karena Allah, dan jangan kita sujud melainkan akan Allah Ta’ala, dan jangan kita bernazar melainkan bagi Allah Ta’ala, dan jangan kita kerjakan ibadah melainkan karena Allah Ta’ala, dan janganlah kita sekutukan Allah Ta’ala dengan yang lain-Nya pada ibadah kita, dan jangan kita menyembelih qurban melainkan bagi Allah Ta’ala, dan jangan kita menyembelih karena hantu, dan tok keramat, dan tok ninik. Dan jangan kita harap melainkan akan Allah Ta’ala. Dan jangan kita takut melainkan akan Allah Ta’ala. Dan jangan kita mintak tolong melainkan akan Allah Ta’ala, karena firman Allah Ta’ala:
 
Baris 179 ⟶ 195:
* ''Penawar Bagi Hati''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* ''Risalah Pada Penerangkan Makna Sabilillah yang Mustahiq Akan Zakat''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
Perlu diketahui bahwa pengaruh Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili di kepulauan Nusantara masih terus dapat dirasakan hingga sekarang. Buktinya adalah kitab-kitabnya yang masih dapat dengan mudah kita jumpai terus dicetakulang dan dipelajari, terutama di [[Malaysia]], [[Thailand]], dan sekitarnya. Jika Anda berkesempatan berkunjung ke negeri-negeri tersebut, Anda tidak akan kesulitan menjumpai pengajian kitab Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili. Tidak hanya dikaji di surau dan masjid, kitab-kitabnya tersebut masih kerap dijadikan kurikulum pesantren-pesantren di sana. Sedangkan percetakan masih terus bergerak mencetak kitab-kitabnya adalah Maktabah wa Mathba’ah Muhammad An-Nahdi wa Auladih [[Thailand]]. Jelas ini merupakan prestasi yang luar biasa yang pernah diraih oleh beliau –rahimahullah-.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
Selain itu ada beberapa kitabnya yang di kemudian hari diterbitkan dalam versi bahasa [[Melayu]] dengan font [[latin]].<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
== Murid ==