Chen Fu Zhen Ren: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib) |
k perbaiki; perubahan kosmetik |
||
Baris 6:
Klenteng-klenteng yang memuja Chen Fu Zhen Ren sebagai panutan utama mereka tersebar di wilayah [[Pulau Jawa]], [[Pulau Bali|Bali]], hingga [[Pulau Lombok]]. Namun, kebesaran Yang Mulia Kongco Chen Fu Zhen Ren juga dikenal hingga ke [[Jawa Barat]] dan [[Mancanegara]]. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa warga [[Cina]] dari [[Banyuwangi]] dan sekitarnya yang menetap di [[Jawa Barat]] serta masih memiliki sanak keluarga di daerah asal mereka. Selain itu, umat [[Klenteng]] Chen Fu Zhen Ren juga secara periodik melakukan [[Xun Jing|kirab]] ke berbagai daerah, misalnya mengunjungi TITD Hwie Ing Kiong di [[Kota Madiun|Madiun]], dengan membawa rupang sang [[Dewa]] dalam sebuah arak-arakan. Jalur perdagangan serta penelitian akademis juga berperan besar membawa nama Chen Fu Zhen Ren hingga ke [[Singapura]], [[RRT]], [[Belanda]], dan sebagainya.
== Etimologi ==
Nama Chen Fu Zhen Ren menyandang gelar [[Zhenren]], bila diterjemahkan menjadi ''Manusia Sejati Tan''. Istilah [[Zhenren|Zhen Ren]] (atau ''Cin Jin'' menurut dialek [[Hokkien]]) memiliki arti ''Manusia Sejati'', sementara ''Chen'' ([[Hokkien]]: ''Tan'') merupakan nama keluarga atau [[Marga]].
Baris 19:
:"manusia yang sesungguhnya", "dalam daging", "guru spiritual [[Taoisme]]".
== Sejarah tertulis ==
Hanya ada dua sumber tertulis yang mengisahkan kehidupan Chen Fu Zhen Ren, sementara sumber-sumber lain tidak ditulis melainkan diturunkan secara oral. Sumber pertama adalah biografi singkat yang tertuang dalam prasasti pendirian Klenteng Liong Coan Bio di Probolinggo. Sumber kedua berasal dari dokumen Melayu yang disimpan di KITLV, [[Leiden]], Belanda. Dokumen tersebut berhasil disalin oleh seorang cucu dari pengurus Klenteng [[Hoo Tong Bio]] [[Banyuwangi, Banyuwangi|Banyuwangi]] (nama penyalin tidak berhasil diidentifikasikan) pada tahun 1880 saat ia berada di [[Kota Buleleng|Buleleng]], [[Bali]].<ref name=salmon>Salmon, Claudine dan Sidharta, Myra. 24 Juni 2000. Kebudayaan Asia-Dari Kapten Hingga Nenek Moyang yang Didewakan: Pemujaan Terhadap Kongco di Jawa Timur dan Bali (Abad ke-18 dan 20).</ref>
Baris 27:
Tulisan Melayu mengisahkan perjalanan hidup Chen Fu Zhen Ren saat dia masih sebagai manusia hingga legenda yang terjadi setelah dia meninggalkan dunia. Kisah hidup Chen Fu Zhen Ren dibawah ini merupakan ringkasan dari salinannya yang dibuat oleh Penulis ''Aku'' (Buleleng, 2 Juni 1880).<ref name=salmon/>
=== Masa kehidupan sebagai manusia ===
Dalam tulisan ini, Chen Fu Zhen Ren disebutkan bernama '''Tan Cin Jin''' (menurut dialek [[Hokkien]]). Ia adalah kakak tertua dan memiliki dua adik pria yang datang ke Indonesia bersama-sama. Tan Cin Jin menjadi kapten dari kapal bertiang satu (Perahu Sloop). Pada suatu ketika mereka mengadakan perjalanan dari [[Batavia]] menuju Bali, tetapi perahu mereka naas di [[Selat Bali]]. Tan Cin Jin terdampar di pantai [[Blambangan]], adik keduanya hilang di laut, sementara yang ketiga terdampar di pantai Bali. Umat Klenteng Chen Fu Zhen Ren meyakini bahwa adik kedua dia menjadi Dewa di Pantai [[Watu Dodol]] dan disebut '''Ji Kongco''' (''Kakek Buyut Kedua'') sementara yang ketiga menjadi harimau dan disebut '''Sa Kongco''' (''Kakek Buyut Ketiga''). Itulah sebabnya masyarakat setempat, terutama suku [[Fujian]] (Hokkian), percaya bahwa harimau tidak akan memangsa mereka yang telah dianggap sebagai cucu-cucunya.
Baris 40:
Dalam kisah, Tan Cin Jin dikatakan berjalan kaki melintasi laut. Kedua sandalnya digunakan kedua ajudannya untuk mengambang. Sesampai di pantai Blambangan, mereka naik ke puncak Gunung Sembulungan dan [[moksa]] (menghilang) di sana.
=== Masa kehidupan setelah Menjadi roh suci ===
40-50 tahun kemudian, dikatakan bahwa ''saat itu banyak sekali orang Cina yang menetap di Blambangan'' dan ''empat perkampungan Cina terbentuk di [[Blimbingsari, Rogojampi, Banyuwangi|Banyualit]], [[Kedaleman, Rogojampi, Banyuwangi|Kedaleman]], [[Lateng, Banyuwangi, Banyuwangi|Lateng]] dan Kesatrian'', kisah Chen Fu Zhen Ren kembali muncul. Peneliti C. Salmon dan M. Sidharta meyakini bahwa kisah ini terjadi tidak sampai 50 tahun kemudian, sebab menurut perkiraan mereka, Tan Cin Jin tiba di Blambangan setelah tahun 1729 (setelah Mengwi menguasai Blambangan) dan tahun kehancuran Blambangan (berdasarkan tulisan ini) adalah pada tahun 1765. Pada masa itu (Abad XVII), terdapat lalu lintas budak yang penting antara Bali dan Batavia, termasuk lalu lintas perbudakan terpenting di Asia.<ref>A. Van der Kraan. ''Bali; Slavery and Slave Trade'', dalam edisi A.J.S. Reid, ''Slavery, Bondage and Dependency in Southease Asia'', St. Lucia, Penerbit University of Queensland, 1983, hal. 315-340; Schulte Nordholt, 1980, ''Matht, mensen en middelen; Patronen en dynamiek in de Balische politik ca. 1700-1840'', Doctoraalscriptie Vrijie Universiteit Amsterdam, hal. 32-54. Sumber: Salmon dan Sidharta, 2000.</ref>
Baris 55:
Keterangan: kata ''...wangi'' yang tidak terbaca, kini secara umum dianggap ''di Banyuwangi''.
== Sejarah oral dan legenda ==
Berikut ini merupakan berbagai sejarah dan kisah Chen Fu Zhen Ren yang diturunkan dari mulut ke mulut oleh masyarakat [[Jawa]] dan [[Pulau Bali|Bali]].
=== Kisah dari Mengwi (Banjar Jawa) ===
Lokasi Banjar Jawa berada di daerah utara Desa [[Mengwi]], [[Bali]]. Penduduk banjar tersebut mengaku berasal dari Jawa dan dibawa ke Bali untuk membangun sebuah istana (puri) dibawah paduan seorang arsitek Cina.
Pada awal tahun 1980an, seorang berkebangsaan Belanda bernama [[Henk Schulte Nordholt]] mendengar kisah dari I Gusti Agung Gede Rai (dari Puri Kleran) dan Ida Bagus Ketut Sindu (dari Mengwi) bahwa Raja Mengwi pernah mengadakan suatu kontes membuat rancangan terbaik untuk istana Mengwi yang baru. Seorang [[pandita]] dari Sibang mencobanya, tetapi seorang arsitek Cina dari [[Blambangan]] berhasil memenangkannya. Arsitek tersebut membawa orang-orang Jawa untuk membantunya dalam proses pembangunan puri, tetapi hingga 3 hari sebelum batas waktu pembangunan, hanya tembok luar puri yang selesai dibangun. Ajaibnya, puri tersebut berhasil diselesaikan tepat pada waktunya. Penduduk Mengwi pada masa itu merasa takut dan meminta Raja Mengwi untuk membunuh sang arsitek. Namun, sang arsitek berhasil melarikan diri ke Jawa dan menghilang di [[Watu Dodol]] dengan ditemani dua orang pengiring yang konon bernama I Gusti Ngurah Subuh dan Ida Bagus Den Kayu.<ref>{{cite news|url=http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2003/2/2/ars1.html|authors=I Nyoman Gde Suardana|title=Kong Tjo di Vihara Dharmayana, Kuta|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=Bali Post|date=2
C. Salmon dan M. Sidharta (1999) juga berhasil memperoleh informasi dari Anak Agung Gede Ajeng Tisna Mangun (dari Puri Gede Mengwi) bahwa Raja Mengwi saat itu bukan meminta sang arsitek untuk menggambar rancangan puri, melainkan rancangan [[Pura Taman Ayun]]. Sang arsitek membuat kerangka taman dengan menggali parit pembatas taman kemudian menggambar rancangan serta memberi instruksi tentang tanaman serta pepohonan yang akan ditanam. Arsitek itu kemudian pergi menuju pesisir pantai bersama dua orang yang ditugasi untuk menemaninya dan tidak pernah kembali lagi. Kisah ini diilustrasikan pada bagian depan Klenteng Gong Zu Miao di Tabanan, Bali. Kerancuan timbul karena berdasarkan sejarah, [[Pura Taman Ayun]] selesai dibangun pada Tahun 1634, tidak sesuai dengan perkiraan hidup Chen Fu Zhen Ren berdasarkan tulisan Melayu.
Baris 67:
Menurut Henk Schick Nordholt, penulis berkebangsaan Belanda, dalam bukunya '''Negara Mengwi''', pada Tahun 1750 Taman Ayun direnovasi. Ahli bangunan yang memantau pada saat itu bernama ''Hobin Ho''.<ref name=tjah>Indrana Tjahjono dan Mas Soepranoto. 2010. ''Kongco Tan Hu Cin Jin''. Banyuwangi.</ref>
=== Kisah dari Klenteng Banyuwangi dan Tabanan ===
Kisah Chen Fu Zhen Ren dikenal cukup baik oleh umat Klenteng Hu Tang Miao, Banyuwangi, yang merupakan [[Klenteng]] tertua di Jawa Timur dan Bali. Dia disebut sebagai ''Wainanmeng Gongzu'' (''Kakek Buyut dari Blambangan'') atau hanya [[Kongco]].<ref name=salmon/>
Menurut pengurus Klenteng Banyuwangi, Chen Fu Zhen Ren adalah seorang pengrajin dari Kanton ([[Guangzhou]]). Ia diminta untuk membangun istana bagi Raja Kerajaan [[Singaraja]], tetapi banyak orang yang menjadi dengki kepadanya. Maka Chen Fu Zhen Ren melarikan diri menyeberangi [[Selat Bali]].
Chen Fu Zhen Ren menciptakan seekor harimau dari punggung sebelah kanan dan buaya dari punggung sebelah kiri untuk menahan para pengejarnya.
=== Legenda Watu Dodol ===
[[Berkas:Makam Watudodol 2011.jpg|thumb|240px|Makam di [[Watu Dodol]] pada Tahun 2011]]
Chen Fu Zhen Ren adalah seorang arsitek yang memenuhi sayembara Raja Mengwi untuk membangun sebuah taman kerajaan dalam kurun waktu tertentu. Namun, hingga tiga hari dari batas waktu yang ditentukan, arsitek tersebut belum membangun apa-apa. Selama ini Raja Mengwi terus memberinya peringatan, tetapi sang arsitek terlihat acuh. Pada malam di hari ketiga sebelum batas waktu berakhir, tiba-tiba saja taman istana yang sangat indah muncul begitu saja.<ref name=dewa>''Dewa-Dewi Kelenteng'', Penerbit: Kelenteng Sam Po Kong, Semarang.</ref>
Baris 82:
Pada saat dilakukan pelebaran jalan, pemerintah berusaha untuk memindahkan [[Watu Dodol]] tetapi tidak berhasil. Itulah sebabnya kini Watu Dodol berada di tengah-tengah dua ruas jalan raya di sebelah utara Banyuwangi.<ref name=dewa/>
=== Kisah Pedagang Hainan ===
Tiga patung kayu di Klenteng [[Hoo Tong Bio|Hu Tang Miao]], Banyuwangi, memiliki kisah lain yang berbeda dari yang dituliskan dalam Tulisan Melayu<ref>Moetirko, ''Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang, Tempat Ibadah Tridharma Se-Jawa'', Semarang, Sekretariat Empeh Wong Kam Fu, 1980, hal. 293. Sumber: Salmon dan Sidharta, 2000.</ref>. Kisah ini menyebutkan seorang pedagang asal [[Hainan]] yang terhenti oleh kekuatan supranatural pada saat melintas dekat [[Muncar, Banyuwangi|Muncar]]. Si pedagang menuju tepi pantai dan menjadi petapa. Suatu hari ia melihat cahaya terang di tengah hutan dan menemukan sebuah kayu terpotong menjadi tiga bagian. Ia membawanya pulang ke Hainan dan mengukirnya. Namun, ukiran kayu tersebut menolak tinggal di Hainan dan minta dibawa kembali ke Blambangan, ditempatkan pada sebuah Klenteng di Banyuwangi.
=== Kisah arca Klenteng Rogojampi ===
{{lihat pula|Tik Liong Tian}}
[[
Menurut tradisi oral, seorang pedagang bernama Lin Jing Feng (1915) bermimpi bahwa Chen Fu Zhen Ren berada di Watu Dodol. Penduduk setempat biasa menyembah dua nisan [[Muslim]] yang berbentuk seperti Watu Dodol. Di sana, Lin Jing Feng menemukan sebuah arca batu yang dipercaya merupakan gambaran dari Chen Fu Zhen Ren. Arca batu tersebut kini berada di [[Tik Liong Tian|Klenteng Rogojampi]].
=== Pengalaman kaum spiritualis ===
* Bulan Mei 2010. Istri seorang paranormal dari Bali dimasuki Roh Suci yang bersuara halus serta menggunakan bahasa mandarin. Roh tersebut menyatakan bahwa dia adalah pemimpin tempat tersebut. Menurut pengamatan spiritual, Roh tersebut selanjutnya memasuki altar Chen Fu Zhen Ren.<ref>Indrana Tjahjono dan Mas Soepranoto. 2010. ''Kongco Tan Hu Cin Jin''. Banyuwangi. Hal. 20.</ref>
=== Penelitian spiritualis ===
Kedua peneliti dan spiritualis Indrana Tjahjono dan Mas Soepranoto mengeluarkan sebuah hipotesa bahwa Chen Fu Zhen Ren adalah seorang kaisar ke II [[Dinasti Ming]], yaitu Kaisar [[Zhu Yunwen]], yang dikudeta pamannya sendiri dan menghilang.
Kaisar [[Zhu Yunwen]] bertahta selama tiga tahun sebelum dikudeta pada tahun 1403. Zhu Yunwen menghilang, diduga melarikan diri ke Samudera Selatan. [[Kaisar Yongle|Kaisar Yung Lo]] khawatir Zhu Yunwen akan merebut kembali tahtanya. Ia mengirim tiga panglima, yaitu Wan Lian Fu ke [[Kerajaan Champa|Campa]], Yan Qin ke Jawa, dan [[Cheng Ho]] dalam tujuh pelayarannya.<ref>Gan Kok Hwie dan Kwa Tong Hay. ''600 th Pelayaran Muhibah ZHENG H'' (262 th Tay Kak Sie). KAISAR YANG HILANG, Hal. 57. Sumber: Tjahjono dan Soepranoto, 2010.</ref>
Baris 102:
Peristiwa kudeta Kaisar Zhu Yunwen pada tahun 1403 dengan pembangunan Pura Taman Ayu pada tahun 1627 serta perkiraan pembangunan Istana di [[Blambangan]] pada tahun 1700an menimbulkan permasalahan tersendiri. Kelompok spiritualis percaya bahwa rentang tahun yang begitu jauh justru menunjukkan kebesaran dari Chen Fu Zhen Ren.
== Daftar sembilan klenteng utama Chen Fu Zhen Ren ==
# TITD Hu Tang Miao ([[Hoo Tong Bio]]), Jl Ikan Gurami 54, [[Banyuwangi, Banyuwangi|Banyuwangi]], [[Jawa]]
# TITD Bao Tang Miao ([[Poo Tong Bio]]), Jl Teratai No 1, [[Besuki, Situbondo|Besuki]], [[Jawa]]
# TITD Long Quan Miao ([[Liong Coan Bio]]), Jl WR Supratman 51, [[Kota Probolinggo|Probolinggo]], [[Jawa]]
# TITD De Long Dian ([[Tik Liong Tian]]), Jl Raya 69, [[Rogojampi, Rogojampi, Banyuwangi|Rogojampi]], [[Jawa]]
# Vihara Dharma Cattra (Kong Co Bio), Jl Melati 18, [[Kabupaten Tabanan|Tabanan]], [[Bali]]
# Vihara Dharmayana ([[Vihara Dharmayana Kuta|Leeng Gwan Bio]]), Jl Blambangan, [[Kuta, Badung|Kuta]], [[Bali]]
# TITD Ling Yen Gong (Ling Gwan Kiong), Jl Erlangga 65, [[Singaraja]], [[Bali]]
# TITD Cung Ling Bio, Jl Udayana, [[Negara, Jembrana|Negara]], [[Bali]]
# Vihara Bodhi Dharma (Pao Hwa Kong), Jl Yos Sudarso 180, [[Ampenan, Mataram|Ampenan]], [[Pulau Lombok|Lombok]]
== Kultus ==
Yang Mulia [[Kongco]] Chen Fu Zhen Ren dikenal sebagai ''Kakek Leluhur'' yang ramah dan murah hati, memiliki tutur kata lembut dan santun. Beberapa orang yang memiliki kekuatan supranatutral (baik dari umat Klenteng Chen Fu Zhen Ren maupun agama atau kepercayaan lain) menggambarkannya sebagai seorang tua yang memiliki tubuh sehat, berpakaian putih, berambut putih, dan berjanggut panjang berwarna putih. Banyak umat yang menanyakan masalah kehidupan maupun pengobatan kepada Chen Fu Zhen Ren, yang bagi umat Konghucu keakuratannya dipercaya setara dengan [[Kongco]] dari Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban. Beberapa umat yang mengalami kebaikan Chen Fu Zhen Ren meninggalkan kenang-kenangan berupa tulisan (papan nama atau sepasang papan sajak '''Dui Lian''') atau cinderamata pada Klenteng yang memuja dia.<ref name=salmon/>
=== Prasasti dari Klenteng Hu Tang Miao, Banyuwangi ===
* Dui Lian bertanggal ''Tianyun Xinhai'' (Musim Dingin 1911/1912).
{{quote|Tan melalui kebajikannya telah naik ke Surga; Cin dengan tindakannya yang hebat melindungi kemanusiaan.}}
Baris 128:
{{quote|Bila Ada Doa Pastilah Ada Jawaban.}}
=== Prasasti dari Klenteng Bao Tang Miao, Besuki ===
* Prasasti ''Shen Ling Hai Guo''
{{quote|Kemanjuran Dewa melindungi negara-negara maritim.}}
Baris 138:
{{quote|Jalan Kong mewujudkan kebahagiaan penuh, penduduk Timur sadar akan hal ini dan telah diubah; bantuan Co dapat menyebar ke mana-mana, pedagang barat Yi mendapat keuntungan dari kebaikannya.}}
=== Prasasti dari Klenteng Long Quan Miao, Probolinggo ===
* Prasasti bertanggal ''Tongzhi Dingmao'' oleh ''keturunan'' bernama Chen Zhen Fang.
{{quote|Kong telah disebut sebagai Orang Benar, di pedesaan di sebelah Selatan penduduk Probolinggo diselubungi kebaikannya; Co dianggap sebagai seseorang yang bijaksana, orang-orang, dan pegawai-pegawai negeri menerima bantuannya.}}
=== Prasasti dari TITD Ling Yen Gong, Singaraja ===
* Dui Lian bertanggal ''Tongzhi Guiyou'' (1873) oleh Qiu Wen Sheng.
{{quote|Karunia Kong seperti hujan yang turun terus-menerus, bantuannya yang besar membasahi semua tempat; kebaikan Co seperti gunung yang tertutup awan, berkatnya yang besar memberi kebahagiaan dan damai.}}
Baris 164:
* Prasasti bertanggal ''Guang Xu Yimao'' (1879) oleh pemilik perusahaan ''Jiang Fuji'', Singapura.
== Lihat pula ==
* [[Tridharma]]
* [[Agama Khonghucu]]
Baris 170:
* [[Kepercayaan tradisional Tionghoa]]
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
== Pranala luar ==
* W. Franke, C. Salmon, dan Anthony Siu. ''Chinese Epigraphic Materials in Indonesia'', Singapura, Paris, Masyarakat Laut Selatan, École française d'Extrême-Orient, Asosiasi Archipel, 1997, II Jawa 2, hal. 846.
* [http://arkeologi.web.id/articles/arkeosinologi/1531-riwayat-klenteng-tertua-di-jawa-timur-dan-bali- Riwayat Klenteng Tertua di Jawa Timur dan Bali].
|