Kongres Perempuan Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kongres Perempuan Indonesia I yang mendasari penetapan Hari Ibu di Indonesia Tag: |
k Perbaikan link, editing kata dan penambahan isi |
||
Baris 1:
'''Kongres Perempuan Indonesia ke-1''' diselenggarakan di [[Yogyakarta]], [[Hindia Belanda]] (sekarang [[Indonesia]]) pada tanggal 22 hingga 25 Desember [[1948]]. Kongres yang diikuti oleh 30 organisasi perempuan dari 12 kota di [[Jawa]] dan [[Sumatera]] ini bertujuan memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan pernikahan.
Sentimen rasa nasionalis pada masa itu memang sedang tinggi, hal ini ditandai dengan telah dilakukannya Kongres Pemuda Indonesia Ke-2 di Jakarta yang mendahului Kongres Perempuan, namun sejarah organisasi perempuan Indonesia sebenarnya telah dimulai tahun [[1912]], karena jika ditelusuri dari berdirinya organisasi perempuan pertama adalah pada tahun 1912.
== Pelaksanaan ==
Kongres diadakan di sebuah pendopo nDalem Jayadipuran, milik seorang bangsawan, R.T. Joyodipoero. Sekarang ini gedung tersebut dipergunakan sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta.
Tercatat sekitar 1000 orang hadir pada resepsi pembukaan yang diadakan mulai tanggal [[22 Desember]] 1928. Di antara yang hadir terdapat juga tokoh-tokoh organisasi-organisasi terkemuka di [[Hindia Belanda]] (sekarang [[Indonesia]]) yang dipimpin dan didominasi oleh kaum lelaki, seperti [[Boedi Oetomo]], [[PNI]], Pemuda Indonesia, [[PSI]], Walfadjri, [[Jong Java]], Jong Madoera, [[Muhammadiyah]] dan Jong Islamieten Bond. Para peninjau mencatat sejumlah tokoh penting yang hadir antara lain: Mr. Singgih dan Dr. [[Soepomo]] dari Boedi Oetomo, Mr. Soejoedi (PNI), Dr. Soekiman (PSI), A.D. Haani (Walfadjri). Selain resepsi pembukaan, ada 3 pertemuan terbuka berikutnya selama berlangsungnya kongres.
Pers saat itu memberikan peliputan yang simpatik, misalnya surat kabar lokal berbahasa Jawa, “Sedijo Tomo” menyatakan kekagumannya atas hasil2 kongres tapi juga mengingatkan agar gerakan perempuan yang meski terpengaruh Barat jangan sampai kehilangan ciri-ciri
Pemerintah kolonial Hindia Belanda juga ikut mengapresiasi kongres ini sebagaimana dilaporkan oleh Penasihat Urusan Pribumi, [[Charles Olke van der Plas]], yang melaporkan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, [[Andries Cornelis Dirk de Graeff]], dengan kalimat berikut: ▼
▲Pemerintah kolonial Hindia Belanda juga ikut mengapresiasi kongres ini sebagaimana dilaporkan oleh Penasihat Urusan Pribumi, [[Charles Olke van der Plas]], yang melaporkan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, [[Andries Cornelis Dirk de Graeff]], dengan kalimat berikut:
“…laporan dari berbagai pihak memandang konferensi ini telah berhasil. Dalam kesempatan ini juga kenyataannya bahwa perempuan sering lebih realistis, lebih berimbang dan lebih beradab dalam pendekatan dibandingkan lelaki… Organisasi ini pantas mendapatkan ucapan selamat dan perhatian secukupnya…”
Baris 16 ⟶ 18:
Jika dinilai sebagai kekurangan yang tercatat saat penyelenggaraan kongres, masalah keterwakilan gerakan organisasi-organisasi dari daerah-daerah merupakan isu yang dihadapi. Walau catatan kongres menunjukkan bahwa ada 30 organisasi mengirimkan utusan, tapi sebagian merupakan cabang dari organisasi yang sama. Sejumlah organisasi di Sumatera mengirimkan telegram berisi dukungannya namun kelihatannya tidak bisa hadir lebih disebabkan karena masalah jarak dan keterbatasan transportasi.
Saat mencatat kegiatan kongres, Ny. Toemenggoeng terkejut karena tidak ada organisasi-organisasi Sunda yang menurut panitia penyelenggara kongres tidak mengenal adanya organisasi Sunda, jawaban yang menurut Ny. Toemenggoeng keliru karena Ny. Abdoerachman sudah mendirikan organisasi yang sangat terkenal di [[Bogor]] dengan nama ''Kemadjoean Isteri'' tahun [[1926]]. Belum lagi gerakan pendidikan ''Sakola Kautamaan Istri'' (Sekolah Keutamaan Perempuan) yang didirikan oleh R. [[Dewi Sartika]] di [[Bandung]] pada tahun [[1904]].
Menurut catatan Susan Blackburn<ref>1. "Kongres Perempuan Indonesia - Tinjauan Ulang", Susan Blackburn, (YOI & KITLV)"</ref>, beberapa tokoh feminis [[Eropa]] merasa tersinggung karena kongres tersebut hanya diperuntukkan bagi "kaum Pribumi", suatu identitas yang membedakan mereka dari perempuan2 lain.
Baris 25 ⟶ 27:
Beberapa pidato yang dibacakan oleh tokoh2 perempuan pada saat Kongres:
Pada 22 Desember [[1953]], dalam acara peringatan ke-25 Kongres ini, [[Presiden RI]] [[Soekarno]] menetapkan sebagai Hari Ibu Nasional melalui Dekrit Presiden RI No. 316 Tahun 1953. Sejak saat itulah, setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia.▼
▲1. "Pergerakan Kaoem Isteri, Perkawinan & Pertjeraian", oleh Ny. R.A. Soedirman dari organisadi Poeteri Boedi Sedjati
== Lihat Juga ==
▲2. "Deradjat Perempoean", oleh Ny. Siti Moendjijah (Aisjijah Djokjakarta)
[[Kongres Pemuda Kedua|Kongres Pemuda]] Indonesia ke-2
[[Hari Ibu]]
▲3. "Perkawinan Anak-Anak", oleh Saudari Moegaroemah (Poeteri Indonesia)
▲4. "Kewadjiban & Tjita-Tjita Poeteri Indonesia", oleh Saudari Sitti Soendari
▲5. "Bagaimanakah Djalan Kaoem Perempoean Waktoe Ini & Bagaimanakah Kelak", oleh Saudari Tien Sastrowirjo
▲6. "Kewadjiban Perempoean di Dalam Roemah Tangga", oleh Saudari R.A. Soekonto (Wanita Oetomo)
▲7. "Hal Keadaan Isteri di Europah", oleh Ny. Ali Sastroamidjojo
▲8. "Keadaban Isteri", oleh Nyi Hajar Dewantoro
▲Pada 22 Desember [[1953]], dalam acara peringatan ke-25 Kongres ini, [[Presiden RI]] [[Soekarno]] menetapkan sebagai Hari Ibu Nasional melalui Dekrit Presiden RI No. 316 Tahun 1953. Sejak saat itulah, setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia.
== Referensi ==
|