Sakdiyah Ma'ruf: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 33:
Sejak 2009, Diyah telah bekerja penuh sebagai seorang interpreter profesional dan penerjemah<ref name=jakar/>. Di waktu luangnya, dia melakukan kegiatan berkomedi. Diyah muncul di saluran televisi swasta, di tempat-tempat lokal di Jakarta, dan ikut ambil bagian dalam acara panggung dengan komedian lainnya<ref name=huff/>. Selama beberapa penampilannya di TV, produser telah memintanya untuk menyensor materinya sendiri, mengatakan bahwa materinya terlalu konseptual, teoritis, sarat dengan pesan. Tapi Diyah merasa terdorong untuk bertahan, hidup dalam masyarakat di mana perempuan publik dicambuk karena menjadi korban kekerasan<ref name=beast/>.
Salah satu acara televisi yang pernah Diyah ikuti adalah acara [[Stand Up Comedy Show]] dan kompetisi [[Stand Up Comedy Indonesia Kompas TV]] pertama pada tahun 2011, di mana Diyah lolos melalui audisi di [[Yogyakarta]]. Kompetisi tersebut mencatatkan namanya sebagai komika wanita berhijab pertama di [[Indonesia]]. Namun dalam kompetisi tersebut, Diyah hanya tampil satu kali dengan materinya yang masih kental dengan Islam dan Perempuan. Setelah itu, Diyah akhirnya harus mengundurkan diri karena alasan
Hans David Tampubolon menulis dalam '' The Jakarta Post '' pada November 2014 yang menyatakan "''stand-up comedy'' dinyatakan lumpuh dan membosankan di Indonesia," Diyah telah memulai apa yang bisa dianggap sebuah revolusi dan telah mengangkat alis dengan penampilan panggungnya karena ia suka secara terang-terangan mengatasi masalah yang sangat kontroversial yang biasanya dihindari oleh komika populer lain demi menjaga wajah mereka di layar televisi Anda. Tampubolon menyatakan bahwa memberinya tampilan dan popularitas yang berkembang, Diyah bisa dengan mudah menjadi arus utama komedi bintang utama di TV, tetapi karena tuntutan konstan oleh produsen TV bahwa dia menyensor materinya sendiri, ia memilih untuk melakukan sebaliknya, menyampaikan pesan tanpa sensor nya untuk melestarikan seni nya<ref name=jakar/>. Diyah mengatakan bahwa baginya, menjadi seorang pelawak tunggal atau komika bukan tentang ketenaran atau uang melainkan tentang memberi audiens pengalaman yang tak terlupakan dan membuat mereka berpikir tentang isu-isu sosial dan orang-orang yang mempengaruhi mereka secara pribadi, bahkan setelah turun panggung<ref name=jakar/>.
|