Abdul Qadir bin Abdul Mutalib: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: beliau → dia (12), Beliau → Dia (13), removed stub tag
Baris 26:
|main_interests =
|notable_ideas =
|notable_works = ''Tuhfah al-Qari‘ al-Muslim fi al-Ahadits al-Muttafaq ‘Alaiha Bayn al-Imam al-Bukhari wa al-Imam Muslim'',</br />''Al-Khazain As-Saniyyah'',</br />''Syarh ‘Aqidah Thahawiyyah'',
|alma_mater =
|disciple_of =
|awards =
|influences = [[Imam Asy-Syafi'i]]</br />[[Imam Ath-Thahawi]]</br />[[Imam An-Nawawi]]</br />[[Muhammad Yasin Al-Fadani]]
|module =
|website =
Baris 41:
}}
 
'''Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib bin Hassan''' ({{lang-ar|الشَّيْخُ عَبْدُ القَادِرِ بْنُ عَبْدِ المُطَّلِبِ بْنِ حَسَنٍ الأَنْدُوْنِيْسِي المَنْدِيْلِي المَكِّيّ الشَّافِعِيْ}}) ([[Kabupaten Tapanuli Selatan|Mandailing]], [[Sumatera Utara]] [[1910]] M - [[Mekkah]], [[Arab Saudi]] [[1965]] M)<ref name=niknasri>{{harvnb|NikNasri.com1|2014}}.</ref> adalah seorang ulama Nusantara yang ternama di kalangan Melayu.<ref name=alkisah1>{{harvnb|Majalah Alkisah Bagian 1|2014}}.</ref> Dilahirkan pada tahun 1329 H di desa [[Sigalangan]], [[Kecamatan Batang Angkola]], [[Kabupaten Tapanuli Selatan]], [[Sumatera Utara]]. Namanya adalah ‘Abdul Qadir bin ‘Abdul Muththalib bin Hassan Al-Andunisi Al-Mandili Al-Makki Asy-Syafi’i. Sebenarnya, nama bapaknya masih diperselisihkan oleh kalangan sejarawan. Ada yang menyebebut Thalib, sedangkan di pihak lain menyebut ‘Abdul Muththalib. Akan tetapi perselisihan ini akan segera sirna jika kita kembalikan pada apa yang dituliskan Syaikh ‘Abdul Qadir sendiri. Antara lain dalam ''Al-Khazain As-Saniyyah'', ''Syarh ‘Aqidah Thahawiyyah'', dan ''Kunci Anak Syurga'', beliaudia menulis bahwa ayahnya bernama ‘Abdul Muththalib, bukan Thalib<ref name="abdul qadir al-mandili">[https://muslim.or.id/22576-abdul-qadir-al-mandili-pembawa-dakwah-sunnah-di-nusantara.html Abdul Qadir Al-Mandili, Pembawa Dakwah Sunnah di Nusantara]</ref>. Biografinya telah diangkat dalam sebuah buku yang berjudul ''Syeikh Abdul Qadir Al-Mandaili (1910-1965): Biografi dan Pendidikan Akhlak'' karya Prof. Madya Dr. Ramli Awang, seorang tenaga peng­ajar di Pusat Pengajian Islam dan Pem­bangunan Sosial, [[Universitas Teknologi Malaysia]]<ref name=alkisah1/>. Artikel tentang biografi beliaudia pun telah ditulis oleh Fiman Hidayat Mawardi di situs muslim.or.id<ref name="abdul qadir al-mandili"/>. Ia berasal dari kalangan keluarga petani.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah1/> Ia dijuluki “Al-Mandaili” karena berasal dari suku Mandailing.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah1/> Ada dua nama Syaikh Abdul Qadir asal Mandailing yang terkenal, satu terkenal di Makkah dan satunya lagi terkenal di dunia Melayu.<ref name=alkisah1/> Yang lebih senior dan terkenal di Makkah adalah Syeikh [[Abdul Qadir bin Shobir Al Mandili]], kelahiran [[Huta Siantar, Panyabungan Kota, Mandailing Natal]], [[Sumatera Utara]]. Sedangkan Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib lebih terkenal di Melayu dahulu baru kemudian pada tahun 1936 berangkat ke [[Makkah]] untuk menuntut ilmu.<ref name=alkisah1/>
 
== Pendidikan Awal ==
Baris 82:
Adapun jadwal kajian Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili adalah setiap usai shalat ‘Ashar, Maghrib, dan Shubuh. Selain di Masjidil Haram, ia juga biasa memberi pelajaran di rumahnya sendiri dan tempat lainnya<ref name="abdul qadir al-mandili"/>.
 
Tentang halaqah pengajian Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili, Syaikh Zakariya bin ‘Abdullah Bela pernah menuturkan, “Beliau“Dia memeiliki beberapa pelajaran yang disampaikannya di Masjidil Haram dalam bidang fiqih madzhab Syafi’i, nahwu, sharaf, balaghah, hadits, mushthalah hadits, tafsir, selain beberapa pelajaran yang diterimanya dari guru-gurunya. Majelis pengajiannya tidak kurang dari 200 pelajar dalam setiap pengajiannya karena sebab kepiawiannya yang begitu kuat dalam metode menerjemahkan (pelajaran), pengalamannya yang luas dalam menyampaikan pelajaran, dan metode-metode pengajaran.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
Sementara itu ‘Abdul Wahhab bin Ibrahim Abu Sulaiman dan Muhammad Ibrahim Ahmad ‘Ali menuturkan, bahwa pengajian Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili nampak begitu jelas di antara pengajian-pengajian lain yang ada di [[Masjidil Haram]]. Biasanya digelar saat masjid tengah sepi, yaitu selepas shalat ‘ashar, isya’, dan shubuh di Bab Al-‘Umrah. BeliauDia duduk di sebuah kursi yang tinggi agar suaranya dapat didengar banyak pelajar yang menghadiri pengajiannya yang mengelilinginya di setiap sisinya.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
Pengajiannya berlangsung hingga beberapa jam, dua atau tiga jam. Para hadirin pun dengan penuh antusias menyimak pelajaran yang ia sampaikan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung. Suaranya dikenal membahana dan berderak memenuhi masjid. BeliauDia biasa mengenakan sorban dan jubbah [[Makkah]]. Cara jalannya penuh dengan keistimewaan, kesehariannya dilalui dengan kesungguhan, selalu bersikap rendah hati di hadapan para muridnya, dan bertingkah layaknya ulama-ulama Makkah pada umumnya.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
Ketika menjadi guru di [[Masjidil Haram]], Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib pernah ditawarkan dengan berbagai jabatan, sebagai guru agama di [[Cape Town]], [[Afrika Selatan]]. Presiden [[Soekarno]] juga dikisahkan pernah menawarkan sebagai Mufti Indonesia, sedangkan Raja [[Arab Saudi]] menawarkan posisi Qadhi Al-Qudat dengan gaji yang besar.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Tetapi semua itu ditolak olehnya karena ia lebih memilih konsentrasi dalam hal mengajar di Masjidil Haram.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Sesuai dengan gelar yang diberikan kepadanya yakni "Khuwaidam Talabah al-Ilmu as-Syarif bil Harami al-Makki (Khadam kecil bagi penuntut ilmu di Masjidil Haram)".<ref name=niknasri/>
 
== Beberapa Pokok Pemikiran BeliauDia ==
=== Iman ===
==== Prinsip Iman Menurut Al-Mandili ====
BeliauDia berkata, “Dan bahwa iman itu pada madzhab imam kita [[Imam Asy-Syafi'i|Asy-Syafi’i]], dan [[Imam Malik]], dan [[Imam Ahmad bin Hanbali|Imam Ahmad bin Hanbal]] –rahimahumullah-, mengaku dengan lidah, dan membenarkan dengan hati, dan membenarkan dengan anggota. Seperti mengucap dua kalimat syahadat, dan seperti mengi’tiqadkan dengan putus (baca: kokoh) bahwa [[Nabi Muhammad]] itu hamba Allah dan rasul-Nya, dan seperti mengerjakan sembahnyang. Karena hadits [[Imam Bukhari|Al-Bukhari]]:
 
قال أتدرون ما الإيمان بالله وحده؟ قالوا الله و رسوله أعلم . قال شهادة أن لا إله إلا الله و أن محمدا رسول الله
Baris 105:
 
==== Berkurang dan Bertambahnya Iman ====
BeliauDia berkata, “Dan adalah iman itu bertambah ia dengan sebab bertambah taat, dan kurang ia dengan kurang taat, karena firman Allah Ta’ala:
 
ليزدادوا إيمانا مع إيمانهم
Baris 113:
 
=== Makna Kalimat La Ilaha Illallah ===
BeliauDia berkata ketika menjelaskan perkataan [[Imam Ath-Thahawi|Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi]], “و لا إله غيره”, “Dan tiada yang disembah sebenar lain daripada-Nya.”
 
“Ini kalimat tauhid yang menyeru kepadanya oleh sekalian Rasul –‘alaihimush shalatu wassalam-. Dan bermula mengitsbatkan tauhid dengan ini kalimat adalah ia dengan ditilik kepada nafi dan itsbat yang memberi faham akan tersimpan ketuhanan itu pada tuhan yang satu. Karena bahwa itsbat saja kedatangan tasanya ihtimal (baca: memungkinkan) ada yang lain, maka barang kali karena inilah tatkala berfirman Allah Ta’ala ‘و إلهكم إله واحد’ artinya, ‘bermula tuhan kamu tuhan yang satu,’ berfirman Ia kemudian, ‘لا إله هو الرحمن الرحيم’artinya, ‘Tiada yang disembah dengan sebenar melainkan Ia jua, Tuhan yang mengaruniakan rahmat yang besar2 dan rahmat yang kecil2.’ Maka bahwasannya terkadang melintas di hati seseorang, bahwasannya Tuhan kita satu, maka bagi orang lain Tuhan yang lain, maka menolak Allah Ta’ala akan dia dengan firman-Nya, ‘لا إله إلا هو الرحمن الرحيم’, telah terdahulu maknanya.” (Perisai Bagi Sekalian Mukallaf hlm. 21-22)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
Baris 119:
=== Tauhid ===
==== Pembagian Tauhid ====
BeliauDia berkata, “Dan ketahui olehmu bahwasannya tauhid itu terbahagi ia tiga bahagian. Pertama tauhid rububiyyah. Artinya mengesakan Allah Ta’ala dengan segala perbuatan-Nya. Dan kedua, tauhid uluhiyyah. Artinya mengesakan Allah Ta’ala dengan segala perbuatan hamba. Ketiga, tauhid asma wa shifat. Artinya, mengesakan Allah Ta’ala dengan segala nama-Nya dan shifat-Nya. Wallahua’lam.”(Perisai Bagi Sekalian Mukallaf hlm. 6)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
==== Tauhid Rububiyyah di Mata BeliauDia ====
 
BeliauDia berkata, “Dan tauhid rububiyyah ini mengaku dengan dia oleh orang2 kafir pada masa hidup Rasulullah ﷺ, tetapi tiada memasukkan ia akan mereka itu kedalam agama Islam karena ingkar mereka itu akan tauhid uluhiyyah yang akan datang.”
 
Kemudian beliaudia memaparkan dalil-dalilnya, yaitu QS Luqman ayat ke-25, QS Az-Zukhruf ayat ke-9, dan QS Al-Mukminun ayat ke- 84.
 
BeliauDia berkata, “Dan bermula ini tauhid sebenar ia tiada syak padanya. bahkan segala hati manusia dijadikan akan dia mengaku dengan ini tauhid lebih daripada mengaku dengan yang lainnya daripada segala yang ada.”
 
Selanjutnya beliaudia mengutarakan dalil-dalilnya yang tertera dalam QS Al-Isra’ ayat ke-102, QS Ibrahim ayat ke-10, dan QS An-Naml ayat ke-14. (Perisai Bagi Sekalian Mukallaf hlm. 7-8)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
==== Seruan Tauhid ====
BeliauDia berkata, “Dan bahwa Allah Ta’ala ketunggalan Ia dengan perbuatan hamba-Nya yang disuruh. Seperti sembahyang, maka tiada kita sembahyang melainkan karena Allah, dan jangan kita sujud melainkan akan Allah Ta’ala, dan jangan kita bernazar melainkan bagi Allah Ta’ala, dan jangan kita kerjakan ibadah melainkan karena Allah Ta’ala, dan janganlah kita sekutukan Allah Ta’ala dengan yang lain-Nya pada ibadah kita, dan jangan kita menyembelih qurban melainkan bagi Allah Ta’ala, dan jangan kita menyembelih karena hantu, dan tok keramat, dan tok ninik. Dan jangan kita harap melainkan akan Allah Ta’ala. Dan jangan kita takut melainkan akan Allah Ta’ala. Dan jangan kita mintak tolong melainkan akan Allah Ta’ala, karena firman Allah Ta’ala:
 
و لقد أوحي إليك و إلى الذين من قبلك لئن أشركت ليحبطن عملك و لتكونن من الخاسرين
Baris 168:
Artinya, ‘Menjauhkan Allah Ta’ala daripada rahmat-Nya akan mereka yang menyembelih karena lain daripada Allah Ta’ala'. Menceritakan dia oleh Muslim.”
 
Selanjutnya beliaudia membawakan perkataan [[Imam An-Nawawi]] dalam Syarh [[Shahih Muslim]].
BeliauDia berkata, “Dan ini tauhid ialah yang mengingkarkan akan dia oleh musyrikun. Dan inilah perbantahan antara sekalian rasul dan sekalian umat mereka itu dari semenjak Nabi Nuh sampai kepada Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihima wa sallam-.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
== Karya ==
Syeikh Abdul Qadir juga aktif dalam menulis, sekitar 24 buah karya tulis dalam bahasa Melayu dan Arab<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> telah lahir dari kegigihan ia menutut ilmu dan mengajar, termasuk di antaranya enam buah karya terjemahan. Tulisannya meliputi berbagai bidang seperti ushuludin, fiqih, pendidikan, hukum, dan akhlaq, politik, dan perundangan. Syaikh Abdul Qadir telah lebih dahulu "modern" dalam pemikiran di kalangan ulama-ulama tradisional lainnya pada masa itu tatkala ia memperbincangkan ideologi kapitalisme, sosialisme, dan komunisme.<ref name=alkisah1/><ref name=alkisah2/> Tulisan-tulisan tersebut masih terus dicetak dan dipelajari di berbagai lembaga pendidikan formal maupun non formal. Pada tulisan-tulisannya itu dapat dengan jelas kita rasakan nuansa dakwah kepada tauhid yang beliaudia prioritaskan.
 
Di antara karya-karya beliaudia adalah :
* ''Al-Khaza‘in as-Saniyyah min Masyahir al-Kutub al-Fiqhiyyah Li A‘immatina al-Fuqaha‘ asy-Syafi’iyyah''.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>. Kitab ini, kata ‘Abdul ‘Aziz As-Sayib, seperti yang dampak pada judul dan muqaddimah penulisnya, (disusun) untuk orang hendak membaca kitab-kitab fiqih Syafi’i. Al-Mandili memaksudkan agar orang yang mentelaah kitab-kitab itu menjadi mudah karena nama-nama pengarang kitab yang dikandungnya terkadang masih samar bagi pembaca, serta istilah-istilah dan semacamnya yang boleh jadi belum diketahui oleh pelajar. Dari sanalah Syaikh Al-Mandili menjadikan kitabnya terdiri dari 8 pasal. Pertama nama-nama kitab yang kerap disebutkan dalam kitab-kitab fiqih Syafi’iyyah. Inilah pokok kitab Al-Khazain As-Saniyyah dan intinya yang paling banyak dihimpunkan oleh si penulis. Kedua, menentukan pakar fiqih yang 7 yang berada di Madinah Munawwarah. Ketiga, nama-nama reformer umat ini. keempat, nama-nama pakar hadits yang sering disebutkan dalam kitab-kitab fiqih. Lima, rumus nama-nama pengarang kitab. Keenam, beberapa istilah, yaitu gelar dan sifat sebagian ulama yang sering disebutkan dalam kitab-kitab fiqih Syafi’iyyah seacara khusus, dan kitab-kitab ilmiah secara umum. Ketujuh, nama-nama komplotan sesat. Kedelapan, pakar qiraah yang tujuh beserta para perawinya.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* ''Risalah Pokok Qadiani'', memaparkan kesesatan dan bahaya ajaran [[Mirza Ghulam Ahmad]]<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1949) ''Senjata Tok Haji dan Tok Labai''<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1950) ''Pembantu bagi Sekalian Orang Islam dengan Harus Membaca Quran dan Sampai Pahalanya kepada Sekalian Yang Mati'' <ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1952) ''Tuhfah al-Qari‘ al-Muslim fi al-Ahadits al-Muttafaq ‘Alaiha Bayn al-Imam al-Bukhari wa al-Imam Muslim''. <ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Kitab ini beberapa hadits pilihan yang disepakati periwayatannya oleh Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari dan Imam Abul Hajjaj Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naesaburi.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* (1953) ''Bekal Orang yang Menunaikan Haji'' <ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1956) ''Hukm al-Ihram min Jaddah, Penawar bagi Hati, Perisai bagi Sekalian Mukallaf, Pendirian bagi agama Islam ''<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
Baris 196:
* ''Risalah Pada Penerangkan Makna Sabilillah yang Mustahiq Akan Zakat''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
Perlu diketahui bahwa pengaruh Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili di kepulauan Nusantara masih terus dapat dirasakan hingga sekarang. Buktinya adalah kitab-kitabnya yang masih dapat dengan mudah kita jumpai terus dicetakulang dan dipelajari, terutama di [[Malaysia]], [[Thailand]], dan sekitarnya. Jika Anda berkesempatan berkunjung ke negeri-negeri tersebut, Anda tidak akan kesulitan menjumpai pengajian kitab Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili. Tidak hanya dikaji di surau dan masjid, kitab-kitabnya tersebut masih kerap dijadikan kurikulum pesantren-pesantren di sana. Sedangkan percetakan masih terus bergerak mencetak kitab-kitabnya adalah Maktabah wa Mathba’ah Muhammad An-Nahdi wa Auladih [[Thailand]]. Jelas ini merupakan prestasi yang luar biasa yang pernah diraih oleh beliaudia –rahimahullah-.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
Selain itu ada beberapa kitabnya yang di kemudian hari diterbitkan dalam versi bahasa [[Melayu]] dengan font [[latin]].<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
Baris 206:
Syeikh Abdul Qadir sangat gigih mengajar dan tidak mengenal keadaan sakit. Apabila ditanya oleh anak muridnya apakah ia sudah sembuh, ia menjawab, ''"kalau menangis pun bukan nak lega"'',<ref name=niknasri/> demikian dari kalangan Melayu menyebutnya.
 
Syaikh Zakaria pernah menuturkan, “Di samping wataknya yang bagus, akhlaknya yang mulia, tabiatnya yang indah, beliaudia juga dicintai di dunia intelektual, beliaudia selalu memandangnya dengan penuh penghargaan dan penghormatan.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
== Wafat ==
Setelah menetap 29 tahun<ref name=alkisah2/> lamanya di [[Makkah]] mengabdikan dirinya dalam keilmuan, pada 1965 M <small><nowiki>[</nowiki>[[Kalender Hijriyah]]: 18 Rabiul Akhir 1385<nowiki>],</nowiki></small><ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Syaikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib bin Hasan Al-Mandaili me­ngem­buskan napas yang terakhir pada usia 63 tahun lebih setelah mengalami pe­nyakit pada kakinya.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Mungkin semacam tumor atau lainnya. Para ahli medis menyarankan agar penyakit itu dioperasi saja, akan tetapi ia menolaknya. Pada musim haji tahun 1384 H, beberapa ahli kedokteran [[Indonesia]] memberinya saran agar berobat ke Indonesia. Ia pun menyetujui saran tersebut. Akan tetapi karena di sana juga hendak dilakukan operasi, ia kembali menolaknya. Akhirnya ia kembali ke Makkah. Ia sempat berkunjung ke [[Madinah|Madinah Al-Munawwarah]]<ref name="abdul qadir al-mandili"/>.
 
Penulis ''Al-Jawahir Al-Hissan'' mengatakan, “Sekembalinya dari [[Madinah]], beliaudia wafat pada 20 Rabi’ul Tsani tahun 1385 H. Yang menyampaikan berita wafatnya padaku adalah Al-Ustadz ‘Abdul Ghani Al-Mandili yang pada saat itu aku masih berada di Masjid Madinah Munawwarah. Semoga Allah merahmati dan memberinya berkah.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/> Masyarakat Makkah sangat berduka cita dengan wafatnya beliaudia, para pelajar sangat kehilangan ulama panutan mereka, isak tangis menyelubungi kewafatan seorang ulama yang alim, banyaknya para pelayat dan yang iku menyolatkan menunjukkan betapa besarnya kecintaan mereka kepada Syeikh Abdul Qadir Al-Mandili, ia di kuburkan di perkuburan Ma`la [[Makkah|Makkah Mukarramah]].<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
 
== Catatan kaki ==
Baris 303:
[[Kategori:Kelahiran 1910]]
[[Kategori:Kematian 1965‎]]
 
 
{{indo-bio-stub}}