Kelir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: dimana → di mana
Baris 1:
{{rapikan}}
[['''Kelir]]'''di dalam istilah [[pe[[dalang]]an<nowiki>]] lebih menunjuk kepada </nowiki>[[layar]] tempat memainkan boneka [[wayang]].Sedangkan istilah lain juga berarti [[warna]], misalnya saya memakai baju dengan <nowiki>[[kelir]] [[merah]]</nowiki>, berarti memakai bau berwarna merah.
 
[[[['''Kelir]]''']] dalam kaitannya dengan [[[[pergelaran]]]] [[wayang]] adalah sebuah layar berwarna putih benbentuk empat persegi panjang dengan panjang 2 hingga 12 meter dan lebar 1,5 hingga 2,5 meter. Namun pada perkembanganya ada yang membuat [[kelir]] dengan bentuk setengah lingkaran, kelir Ki Entus Susmono [[Dalang]] dari [[Tegal]] Jawa Tengah.
 
Seperti dikataka oleh Redi Suta seorang [[dalang]] Abdi Dalem [[Keraton]] [[Kasunanan]] Surakarta bahwa panjang kelir yang dipergunakan oleh Keraton Surakarta antara 3,75 meter sampai 4 meter. Kelir ukuran 3,75 meter untuk pementasan wayang [[[[Kyai Para]]]], yang dalam pergelaranya boleh dilihat oleh [[[[penonton]]]] umum dan peralatan ini juga disewakan kepada [[masyarakat]] luas yang membutuhkannya.
 
Sedangkan kelir panjang 4 meter untuk [[wayang]] [[[[Kyai Jimat]]]], [[[[Kyai Kadung]]]] dan [[[[Kyai Kanyut]]]]. Ketiga jenis [[wayang]] ini hanya dipergelarkan khusus untuk keluarga [[Raja]] saja.Di daerah [[Surakarta]] panjang kelir antara 2meter ,3,75 meter,4 dan 6 meter.
 
Hal tersebut karena masyarakat [[[[pedalangan]]]] di Surakarta meniru atau berkiblat kepada ukuran kelir yang ada di [[Keraton]] [[Kasunanan]] Surakarta. Kelir yang terpendek biasanya hanya digunakan untuk kebutuhan belajar bagi para calon Dalang, tanpa menggunakan [[simpingan]].
 
Menurut K.P.A Kusumadilaga, bagian [[kelir]] baik panjang dan lebarnya dibagi menjadi tiga bagaian, pertama bagian tengah diukur dari tengah-tengah [[kelir]] dimanadi mana terdapat [[Blencong]] atau [[lampu]] untuk menerangi pergelaran. Kedua, bagian samping kanan jaraknya satu lengan dari tangan kanan [[Dalang]], diperuntukan sebagai tempat [[simpingan]] [[wayang]] kanan. Ketiga, bagian kiri, jaraknya satu [[lengan]] lebih satu jengkal dari [[tangan]] [[Dalang]], sebagai tempat [[simpingan]] [[wayang]] kiri.
 
Mengapa bagian kiri [[kelir]] yang untuk memainkan [[wayang]] lebih panjang satu [[[[jengkal]]]] dibagian kanan [[Dalang]]? hal ini untuk mengantisipasi [[adegan]] [[kerajaan]], karena kiri tempat [[[[pungawa]]]] [[raja]] menghadap, yang jumlahnya pasti lebih banyak dibandingkan sebelah kanan yang untuk menancapkan [[Raja]] dan [[[[dayang-dayang]]]] saja. Sedangkan lebar [[kelir]] Menurut [[[[Kusumadilaga]]]] dibagi tiga baian juga. Pertama, bagian atas yang disebut dengan [[langitan]], bagian tengah [[[[jagatan]]]] dan bagian bawah [[[[palemahan]]]] (Kamajaya, Sudibya Z.Hadi Sucipto 1981:51-52).
 
[['''Kelir]]''' ini terbuat dari bahan kain sejenis catoon bukan nilon atau orang jawa sering menyebutnya [[[[mekao]]]]. Bahan ini dipilih karena tidak terlalu licin sehingga jika wayang ditempelkan ke kelir tidak akan mudah goyang ke kanan dan ke kiri, dalang bisa mengendalikan gerak wayang dengan mudah.
 
Di semua sisi pinggirnya [[kelir]] di balut dengan kain warna hitam, dengan lekukan tertentu. Sisi atas disebut sebagai [[[[pelangitan]]]] sedangkan sisi bawah disebut [[[[palemahan]]]]. Disebut [[[[pelangitan]]]] karena letaknya di atas dan difungsikan sebagai langitnya wayang. Bila suatu tokoh boneka [[wayang]] dalam posisi [[[[terbang]]]], maka akan sampai menyentuh [[kelir]] bagian atas ini. Sedangkan [[[[palemahan]]]] berasal dari kata [[[[lemah]]]] yang berarti tanah sehingga dalam [[pakeliran]] lebih difungsikan sebagai tempat berpijaknya [[wayang]]. Jika [[tancepan]] wayang di atas garis [[[[palemahan]]]], [[wayang]] tersebut akan terlihat meng[[ambang]].
 
Sisi kanan kiri kelir dijahit berlubang untuk tempat meletakkan [[[[sligi]]]], yakni semacam tiang kecil yang terbuat dari bambu atau kayu untuk membentangkan kelir di bagaian kanan dan kiri yang ditancapkan pada batang [[pisang]] di bagian bawahnya sedangkan bagian atas dihubungkan dengan [[[[gawangan]]]] kelir.
 
Disi atas dan bawah [[kelir]] juga di jahitkan besi benbentuk bulatan atau segitiga kecil yang berfungsi untuk mengencangkan [[kelir]] dengan [[tali]] di bagian atas yang bernama [[[[pluntur]]]] dan dengan [[[[placak]]]] atau [[[[placek]]]] di bagian bawah.
 
Informasi tentang pertunjukan wayang menggunakan kelir sudah ada sejak abad XII, seperti yang termuat dalam kitab Wrettasancaya yang dilukiskan dengan kata-kata "Lwir mawayang tahen gati nikang wukir kineliran himarang anipis". Tulisan tersebut diterjemahkan oleh Kern "Semua pepohonan seperti wayang dengan mega-mega yang mengawang menutupi seperti kelir atau layar. (Hazeu 1978:42).
 
Berita lain adanya kelir juga termuat dalam Kitab Tantu Panggelaran, bahwa [[[[pertunjukan]]]] [[wayang]] sudah menggunakan kelir. Hal itu diceritakan turunnya para [[dewa]] ke mayapada yakni, Batara Icwara (Syiwa), Batara Brahma dan Batara [[Wisnu]] mendalang dengan menggunakan peralatan [[[[pangung]]]] dan [[kelir]] atau [[layar]]. (1979: 42-44).
 
Pada perkembangannya bentuk [[kelir]] ini tidak hanya benbentuk empat persegi panjang, tetapi untuk kebutuhan tertentu kelir ada yang dibuat dengan bentuk setengah lingkaran sebagaimana separoh bola dunia dengan bergambarkan pulau-pulau di sisi bagian atas. Kelir sangat berkaitan erat dengan [[[[gawangan kelir]]]], [[[[gedebog]]]], [[[[tapakdoro]]]], [[kotak wayang]], [[keprak]], [[[[samir]]]] atau <nowiki>[[semyok]]</nowiki>.
 
== Referensi ==