Atheis (novel): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
Rachmat-bot (bicara | kontrib) k Robot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 35:
Ringkasan cerita di bawah ditulis secara kronologis.
Hasan, yang lahir di Panyeredan di keluarga penganut [[Tarekat Naqsyabandiyah]], adalah siswa
Di Bandung, Hasan bekerja untuk [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|pemerintah pendudukan Jepang]] dan hidup secara asketik; dia sering berpuasa berhari-hari dan memasukkan tubuhnya ke dalam sungai berulang kali dini pagi. Saat di Bandung, dia bertemu dengan sahabatnya semasa kecil, Rusli, yang memperkenalkan seorang gadis bernama Kartini. Karena melihat bahwa Rusli dan Kartini adalah [[Marxisme-Leninisme|Marxis-Leninis]] yang [[atheis]], Hasan merasa seakan dipanggil untuk mengembalikan mereka ke agama Islam. Namun, dia tidak dapat mengatasi argumentasi Rusli yang menolak agama, sampai Hasan pun mulai meragukan keimanannya. Lama-kelamaan Hasan menjadi semakin sekuler, sampai pada suatu hari dia lebih memilih menonton film di bioskop bersama Kartini daripada sholat [[Maghrib]]. Melalui Rusli, Hasan diperkenalkan dengan berbagai orang yang menganut berbagai macam ideologi, termasuk Anwar, seorang [[nihilisme|nihilis]] yang suka main wanita; Hasan juga mulai mendekati Kartini.
Baris 48:
{{anchor|Hasan}}
;Hasan
:Hasan adalah [[protagonis]] utama novel. Dibesarkan seorang Muslim yang saleh, Hasan mulai meragukan kepercayaannya setelah pengaruh dari sahabat kecilnya dan kenalan-kenalan lain di Bandung. Dia menjadi semakin bingung karena perasaannya terhadap Kartini, yang secara fisik mirip dengan cinta pertamanya, Rukmini. Akhirnya, setelah diusir oleh keluarganya dan merasa diabaikan teman-temannya, Hasan tertembak lalu disiksa sampai mati oleh polisi Jepang.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=78–79}}
:Menurut kritikus sastra [[Maman S. Mahayana]], Oyon Sofyan, dan Achmad Dian, perjuangan psikologis Hasan mencerminkan teori [[psikoanalisis]] yang diajukan [[Sigmund Freud]].{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|p=80}} Teeuw mencatat bahwa Hasan tampak kecewa bahwa pengasuhannya yang mengutamakan agama tidak cukup untuk mengatasi godaan dunia modern.{{sfn|Teeuw|1980|p=274}} Penyair sekaligus kritikus sastra Indonesia [[Muhammad Balfas]] menulis bahwa konflik Hasan muncul karena merasa ditarik secara intelektual antara ayahnya yang sangat saleh dan Rusli yang Marxis, sekalian disiksa secara mental oleh Anwar yang penuh percaya diri. Balfas mencatat bahwa ada tiga versi Hasan yang tampak pada pembaca: pandangan Hasan mengenai dirinya sendiri, pandangan narator terhadap Hasan, dan rekoleksi orang lain tentang Hasan yang dicatat narator.{{sfn|Balfas|1976|p=91}}
Baris 63:
{{anchor|Anwar}}
;Anwar
:Anwar adalah seorang anarkis dan nihilis yang merasakan dirinya sebagai Tuhan. Dia terkenal sebagai pemain wanita yang kasar dan tidak berhalangan memanfaatkan orang lain demi kepentingannya sendiri. Melalui tindakannya, Anwar yang menyebabkan kedua peristiwa yang menghancurkan hidup Hasan: ejekan Anwar membuat Hasan bertengkar dengan keluarga, dan sifat pemain wanita dan kebiasaan main matanya, yang akhirnya diarahkan ke Kartini, memicu cerainya Hasan.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=78–79}}
:Anwar diperkirakan telah didasarkan pada penyair [[Chairil Anwar]],{{sfn|Maier|1996|p=131}} seorang anarkis individualis yang terkenal kasar, suka mencuri, dan suka main wanita.{{sfn|Yampolsky 2002, Chairil Anwar: Poet}} Temannya Chairil Anwar, [[Nasjah Djamin]], menunjukkan bahwa penokohan Anwar mencerminkan watak penyair yang tidak peduli, tidak sopan, dan sombong itu dengan tepat.{{sfn|Djamin|LaJoubert|1972|pp=52–53}}
Baris 83:
== Simbolisme ==
Biarpun Achdiat menegaskan bahwa ''Atheis'' dimaksud untuk bersifat realistis dan bukan simbolis, ada sejumlah pembacaan simbolik yang pernah diusulkan. Menurut Achdiat, yang paling umum ialah bahwa kematian Hasan dimaksud untuk menggambarkan kemenangan atheisme atas
Menurut Maier, ''Atheis'' menjadi suatu [[alegori]] untuk perkembangan negara Indonesia. Hasan, yang mewakili tradisionalisme, dibunuh oleh orang Jepang, yang telah mengubah keadaan di [[Hindia Belanda]] saat menduduki Nusantara pada tahun 1942. Sementara, Anwar yang cenderung [[anarki]]s tidak mempunyai tempat di dunia modern. Hanya tokoh modern yang bertanggung jawab, yaitu Rusli, mampu menguatkan negara Indonesia, sebagaimana diwakili Kartini, untuk menghadapi dunia baru.{{sfn|Maier|1996|p=147}}
Baris 110:
;Bibliografi
{{refbegin|colwidth=30em}}
* {{cite web
|title=Atheis
|language=Inggris
Baris 139:
| ref = harv
}}
* {{cite journal
|last1=Djamin
|first1=Nasjah
Baris 172:
| ref = harv
}}
* {{cite book
|last1=Maier
|first1=Hendrik M. J.
Baris 192:
|ref=harv
}}
* {{cite book
|last1=Mihardja
|first1=Achdiat K.
Baris 211:
|ref=harv
}}
* {{cite news
|title=Obituary: ‘Atheist’ writer laid to rest in Canberra
|trans_title=Obituari: Penulis 'Atheis' Dikuburkan di Canberra
Baris 248:
| ref = harv
}}
* {{cite web
|url=http://www.seasite.niu.edu/flin/literature/chairil-anwar_lat15.html
|title=Chairil Anwar: Poet of a Generation
|