Suku Batak: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 137:
== Kontroversi ==
Sebagian orang [[Karo]], [[Angkola]], dan [[Mandailing]] sempat tidak menyebut dirinya sebagai bagian dari suku Batak. Meski
Konflik terbesar adalah pertentangan antara masyarakat bagian utara Tapanuli dengan selatan Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Bagian utara menuntut identitas Batak untuk sebagain besar penduduk Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan bagian selatan menolak identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur budaya dan sumber-sumber dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak ingin disebut sebagai bagian dari etnis Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam Kasus Syarikat Tapanuli (1919-1922), Kasus Pekuburan Sungai Mati (1922),<ref>{{cite book | last =Perret | first =Daniel | authorlink = | coauthors = | title =La Formation d'un Paysage Ethnique: Batak & Malais de Sumatra Nord-Est | publisher =École Française d'Extrême-Orient | date = | location = Paris | url = | doi = | isbn = | page = 316-325 }}</ref> dan Kasus Pembentukan Propinsi Tapanuli (2008-2009).
Dalam sensus penduduk tahun 1930 dan 2000, pemerintah mengklasifikasikan Simalungun, Karo, Toba, Mandailing, Pakpak dan Angkola bukan sebagai etnis Batak.<ref> {{en}} Leo Suryadinata, Evi Nurvidya arifin, Aris Ananta, [http://books.google.co.id/books?id=nFckUneBbRIC&dq=Indonesia%27s+Population:+Ethnicity+and+Religion+in+a+Changing+Political+Landscape&printsec=frontcover&source=bl&ots=C_BK8d_8vs&sig=4_QnkNN1VlxjKnTP_T7tYzTlhZ8&hl=id&ei=8FIaSqPEOY6CkQXD9kQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1#v=onepage&q=&f=false ''Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape''], Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, hal.48.</ref>
== Lihat pula ==
|