Anak Agung Pandji Tisna: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib) k Robot: Perubahan kosmetika |
|||
Baris 38:
Pada tahun 1929, Pandji Tisna dikirim ayahnya ke Lombok, sebuah pulau di dekat Bali, di mana ia tinggal di sana sampai 1934, mengurus bisnis transportasi ayahnya. <ref name="AA Pandji Tisna1"/> Sekembalinya ke Singaraja, Pandji Tisna pindah ke desa kecil di luar kota Singaraja dan mengelola perkebunan kelapa serta usaha ekspor kopra. <ref name="AA Pandji Tisna1"/>Tampaknya kehidupan pedesaan lebih disukainya daripada kehidupan istana.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
Bahasa ibu Pandji Tisna adalah bahasa Bali. <ref name="AA Pandji Tisna1"/>Ia belajar bahasa Belanda saat bersekolah. <ref name="AA Pandji Tisna1"/>Bahasa Melayu atau bahasa Indonesia adalah bahasa ketiga yang dipelajarinya di sekolah sebagai bahasa "asing" ketika ia berumur 12 tahun. <ref name="AA Pandji Tisna1"/>Meski mencintai adat dan tradisi Bali, Pandji Tisna banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam penulisan karyanya. <ref name="AA Pandji Tisna4">{{en}} Teeuw, A. ''Modern Indonesian Literature''. University of Leiden, 1967, The Hague. Halaman 77-78. Sejarah Sastra Modern Indonesia</ref> Sejak tahun 1935, ia bertekad menjadi penulis yang menghasilkan novel dalam bahasa Indonesia, yakni ''[[Ni Rawit, Ceti Penjual Orang]]'', dilanjutkan dengan ''[[Sukreni Gadis Bali]]'', [[''I Swasta: Setahun di Bedahulu'']], dan [[''Dewi Karuna: Salah Satu Jalan Pengembara Dunia'']].<ref name="AA Pandji Tisna1"/> Karya-karya Pandji Tisna yang menampilkan budaya dan tradisi Bali ini memberikan warna baru bagi khazanah kesusasteraan Indonesia pada masa itu yang lebih didominasi kesusasteraan Sumatera.<ref name="AA Pandji Tisna4"/>
Pada 1942, Jepang menyerang dan mengambil alih hampir semua bekas jajahan Belanda di Hindia, termasuk Bali.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>Pada saat itu, Pandji Tisna hidup tenang di pedesaan Singaraja hingga tahun 1944, ketika dia ditangkap oleh militer Jepang karena dicurigai melakukan kegiatan anti-Jepang.<ref name="AA Pandji Tisna1"/> Ia dibebaskan tidak lama kemudian, namun Jepang telah menghancurkan perpustakaannya yang memiliki banyak koleksi buku berbahasa asing.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
Pada tahun 1945, menjelang takluknya Jepang ayah Pandji Tisna meninggal. Sebagai putra sulung, ia mewarisi takhtanya dari ayahnya, [[Anak Agung Putu Djelantik]], pemimpin Buleleng, wilayah di bagian utara Bali pada [[1944]].<ref name="AA Pandji Tisna1"/> Dalam buku karangannya sendiri yang berjudul ''I Made Widiadi'', pada halaman terakhir disebutkan bahwa ia sejak semula tidak mau diangkat raja. Karena tentara pendudukan Jepang memerlukan, maka dengan dipaksa ia diangkat sebaga "syucho".<ref name="AA Pandji Tisna3">{{id}} Tisna, A.A. Pandji. ''I Made Widiadi Kembali kepada Tuhan''. Satya Wacana, 1955, Semarang.</ref>
Menjelang akhir tahun 1945, setelah Jepang menyerah, Pandji Tisna menjadi Ketua Dewan Raja-raja se-Bali (Paruman Agung), yang beranggotakan delapan pemimpin wilayah Bali, dan menjadi pemimpin Bali pada saat itu yang setara dengan jabatan gubernur.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
Baris 50:
Tahun 1947 ia secara sadar turun dari takhta kerajaan. Kedudukan raja dilanjutkan oleh adiknya Anak Agung Ngurah Ketut Djelantik atau I Gusti Ketut Djelantik yang dikenal dengan nama Meester Djelantik sampai pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949 dan Anak Agung Ketut Djelantik menjadi raja Buleleng terakhir.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
Anak Agung Pandji Tisna meninggal dunia [[2 Juni]] [[1978]] dan dikuburkan dengan upacara agama Kristen di tanah pekuburan pribadinya di atas sebuah bukit di desa Seraya - Kaliasem di sebelah sebuah gereja yang telah lebih dahulu dibangun olehnya.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
== Pendidikan, menjadi sastrawan ==
Anak Agung Pandji Tisna mendapatkan pendidikan formalnya di [[HIS]] di Singaraja dan kemudian [[MULO]] di [[Batavia]].
Oleh masyarakat luas, Anak Agung Pandji Tisna lebih dikenal sebagai pengarang novel. Roman-romannya diterbitkan oleh [[Balai Pustaka]], yang semuanya mengambil tempat di Bali, terutama di daerah Singaraja, tempat kelahirannya. Cerita-cerita pendeknya banyak dimuat dalam majalah "Terang Boelan" yang terbit di Surabaya. Ia juga sempat menulis sejumlah puisi, di antaranya "Ni Poetri", yang diterbitkan oleh [[Sutan Takdir Alisyahbana]] dalam majalah "Poedjangga Baroe" di Jakarta.
Baris 65:
== Karya tulis ==
* [[I Made Widiadi (Kembali Kepada Tuhan)]] (1955)
* [[I Swasta Setahun di Bedahulu]] (1938)
* [[Sukreni Gadis Bali]] (1936) (pertama-tama terbit dalam [[bahasa Bali]], kini sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa lain)
** "Bali Taruniyan Dedenekuge Kathawa", edisi [[bahasa Sinhala]] terj. Dr. P. G. Punchihewa
** "The Rape of Sukreni", edisi [[bahasa Inggris]], terj. [[George Quinn]]
* [[Ni Rawit Ceti Penjual Orang]] (1935)
** "Panglajar djadi tjoelik", (1940) terjemahan [[bahasa Sunda]] oleh Soerjana
Baris 82:
== Pranala luar ==
* [http://www.bali-travelnews.com/Batrav/Batrav122/people.htm "Tourism Award "Karya Karana"]
* [http://www.bali.go.id/Government/index.asp?idList=409&nCat=Struktur%20Organisasi&nCha=Pemerintahan Bali 1 Dulu Hingga Kini]
* [http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/8/13/b17.htm ''Pelebon'' Pandji Tisna - Ratusan Warga Iringi Prosesi]
* [http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2002/12/30/f2.htm Lovina: Love Indonesia atau Love of Pandji Tisna]
* [http://www.buleleng.com/jatidiri.html A A Panji Tisna - His Life and Thought]
|