Sang Penari: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
What a joke (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Hanamanteo (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 39:
Film ini merupakan film adaptasi kedua dari novel tersebut setelah film ''[[Darah dan Mahkota Ronggeng]]'' (1983). ''Sang Penari'' membutuhkan dua tahun penelitian untuk menyajikan konteks sejarah dengan lebih baik, termasuk [[Gerakan 30 September]] dan peristiwa [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|pembantaian anti-komunis]] yang mengikutinya. Rincian ini dalam novelnya disensor oleh pemerintahan [[Orde Baru]] kala itu, namun digambarkan lebih jelas dalam film ini. Walaupun film ini berlatar dan disyuting di [[Purwokerto]], [[Jawa Tengah]], kedua pemeran utama film ini bukan berasal dari [[etnis Jawa]]. Prisia Nasution, dalam peran debutnya, adalah [[orang Batak]], sedangkan Oka Antara adalah [[orang Bali]].
Setelah rilis pada [[10 November]] 2011, Sang Penari mendulang pujian kritikus. Tohari menyebutnya sebagai adaptasi layak untuk karyanya, {{sfn|Kurniasari 2011, Ronggeng 2.0}} sementara Sembiring Labodalih dari ''[[Jakarta Globe]]'' mendeskripsikan elemen sosio-budaya film ini layak disebut sebuah [[tragedi Shakespeare]].
== Sinopsis ==
Baris 75:
== Gaya dan tema ==
''Sang Penari'' menyentuh tema sejarah [[komunisme]] di Indonesia, dengan fokus pada [[Partai Komunis Indonesia|partai komunis]] Indonesia saat menyebarkan ideologi dalam acara kesenian rakyat, dan [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|pembersihan sistematis anggota Partai Komunis]] itu dari 1965-1966 oleh militer Indonesia, yang diduga telah memakan korban beberapa ratus ribu orang. {{sfn|Siregar 2011, Film: Dancing through}} Film ini adalah film Indonesia ketiga yang bertemakan pembunuhan tersebut, menyusul film ''[[Pengkhianatan G30S/PKI]]'' (1984) besutan [[Arifin C. Noer]] dan ''[[Gie]]'' (2005) besutan [[Riri Riza]]. {{sfn|Siregar 2011, Film: Dancing through}} Tohari kemudian mengatakan bahwa jika ia menulis tentang pembunuhan tersebut seperti digambarkan dalam film, pemerintah [[Orde Baru]] yang represif akan menembak dia.
''Sang Penari'' juga menampilkan banyak kalimat yang diucapkan dalam [[bahasa Banyumasan]], bahasa daerah latar cerita film ini. {{sfn|Subagyo 2011, "Sang Penari", Potret}} Film ini juga menampilkan beberapa aspek budaya Indonesia, termasuk batik {{sfn|Subagyo 2011, "Sang Penari", Potret}} dan [[musik Jawa]].{{sfn|Sembiring 2011, Gripping Drama Shines}}
|