Kerajaan Sumedang Larang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 462:
'''Prabu Agung Resi Cakrabuana''' atau lebih dikenal '''Prabu Tajimalela''' dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal berdiri bernama ''Kerajaan Tembong Agung'' dengan ibukota di ''Leuwihideung'' (sekarang Kecamatan Darmaraja). Ia punya tiga putra yaitu '''Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung''', dan '''Sunan Geusan Ulun'''.
Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan dia membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga dia dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan para keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, [[Kabupaten Karawang|Karawang]], dan [[Kabupaten Brebes|Brebes]].
Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama '''Ratu Istri Rajamantri''', menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua '''Sunan Guling''', yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu '''Sunan Tuakan'''. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu '''Nyi Mas Ratu Patuakan'''. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu '''Sunan Corenda''', putra Sunan Parung, cucu [[Sri Baduga Maharaja|Prabu Siliwangi]] (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama '''Nyi Mas Ratu Inten Dewata''' (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar '''Ratu Pucuk Umun'''.
Ratu Pucuk Umun menikah dengan '''Pangeran Kusumahdinata''', putra [[Pangeran
=== Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri ===
Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang Larang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi [[Pangeran Santri]] (1505-1579 M) yang bergelar '''Ki Gedeng Sumedang''' dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah Putra [[Pangeran Pamelekaran]] atau Pangeran Muhammad, cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan atau [[Pangeran Panjunan]]) dan cicit dari [[Syekh Datuk Kahfi]], seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan [[Prabu Geusan Ulun]] atau dikenal dengan '''Prabu Angkawijaya'''. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya.
Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam orang anak, yaitu :
|