Reog: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Serenity (bicara | kontrib)
Serenity (bicara | kontrib)
k Sejarah Reog Ponorogo: tinjauan penulisan
Baris 6:
==Sejarah Reog Ponorogo==
 
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok <ref> {{id}} Reog di Jawa Timur, Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1978-9 </ref>, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa [[Bra Kertabumi]], Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan [[Cina]]nya rajanya dalam kerajaanpemerintahan dan tingkahprilaku laku rajanyaraja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan rajanyasang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni '''Reog''', yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal berkatmenggunakan kepopuleran Reog.
 
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari [[gemblak]] yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, sendirian, yang menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya <ref> {{id}} Herman Joseph Wibowo. Drama Tradisional Reog: Suatu Kajian Sistem Pengetahuan Dan Religi,' in Laporan Penelitian JARAHNITRA, Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 1995-6, pp. 1-59, dan kaset video no 24, 14/7/1991, arsip video milik Josko Petkovic. </ref>. Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.