Halim Perdanakusuma: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k minor cosmetic change
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: pemboman → pengeboman using AWB
Baris 31:
Ayahnya, Haji Abdul Gani Wongsotaruno adalah [[Patih]] [[Sumenep]]. Karena itu tidaklah mengherankan  bila si ayah mengharapkan agar putra ketiga dari lima bersaudara itu kelak mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang pamongpraja. Sifatnya yang ramah dan periang, menyebabkan Halim banyak memperoleh sahabat. Selain itu ia juga memiliki  perasaan halus  yang tercermin dalam kesenangannya  kepada musik dan seni lukis. Di bidang seni musik ia dikenal sebagai pemain biola yang cukup memukau. Lukisan yang banyak dibuatnya  memberikan kesan bahwa ia memiliki bakat dibidang ini.
 
Pendidikannya diawali dengan memasuki [[HIS]] (<em>''Hollandsch Inlandsche School</em>'') di Sumenep pada tahun [[1928]] dan tamat tahun [[1935]]. Setelah tamat  ia melanjutkan  sekolah ke [[MULO]] (<em>''Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs</em>'') di [[Surabaya]].  Dalam tahun  [[1938]] ia sudah menggondol  ijazah MULO. Sejak sekolah ia sudah diarahkan oleh ayahnya untuk menjadi seorang  pamongpraja (''ambtenaar''). Karena itu  setelah ia menamatkan MULO ia langsung dikirim ayahnya ke [[Magelang]], untuk menempuh pendidikan pada MOSVIA (<em>''Middelbaare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren</em>'';<em>'' </em>''Sekolah Pendidikan untuk Pegawai Pangrehpraja [[Hindia Belanda]]).
 
Ternyata harapan siayah tidak terkabul. Halim sebenarnya tidak membantah keinginan itu dan ia pun cukup pandai untuk menerima setiap pelajaran yang diberikan kepadanya. Tetapi perubahan situasi politik yang menyebabkan Haji Abdul Gani tidak sempat melihat anaknya menjadi seorang pegawai pemerintah (pamongpraja). Menjelang akhir tahun [[1939]] di Eropa pecah [[Perang Dunia II]].   
Baris 42:
Tanggal [[8 Desember]] [[1941]] Armada Angkatan Laut [[Kekaisaran Jepang]] menyerang pangkalan [[Angkatan Laut]] [[Amerika Serikat]] di [[Pearl Harbor]], Hawai'i dan selanjutnya memicu merebaknya Perang Dunia II di [[Asia Pasifik]]. Selanjutnya, mereka mengarahkan serangannya ke [[Asia Tenggara]], wilayah yang memiliki bahan mentah yang sangat penting bagi keperluan perang, termasuk [[Hindia Belanda]]. [[KNIL]] (Koninlijke Nederlands Indische Leger; Angkatan Perang Kerajaan Hindia Belanda) nyatanya tidak mampu membendung serbuan [[Angkatan perang|Angkatan Perang]] Kekaisaran Jepang yang bergerak sedemikian cepat. Hingga pada [[8 Maret]] [[1942]] Panglima KNIL Liuetenant Generaal [[Hein ter Poorten|Hein Ter Poorten]] menyatakan menyerah tanpa syarat di [[Kalijati, Subang|Kalijati]], [[Jawa Barat]].
 
Sebelum penyerahan tanpa syarat terjadi, Halim beserta seluruh staf dan siswa pendidikan Opsir Angkatan Laut Hindia Belanda telah dipindahkan ke [[Amerika Serikat]]. Di tempat yang baru ini ia memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan militernya. Ia pindah mengikuti pendidikan pada RCAF (<em>''Royal Canadian Air Forces</em>'', Angkatan Udara [[Kanada]]) sebagai peninjau. Selanjutnya, Halim ditempatkan sebagai navigator di [[RAF]] (''Royal Air Force'', Angkatan Udara [[Kerajaan Inggris]]).
 
Dengan pangkat <em>''Wing Commander</em>'', melakukan tidak kurang dari 44 ''sortie'' penerbangan (<em>''flight mission</em>'') menggunakan pesawat pembom ''Lancaster'' atau <em>''Liberator</em>''. Daerah sasarannya adalah daerah-daerah di [[Perancis]] yang diduduki Nazi Jerman (''Nazi Occupied Territory''), dan [[Jerman]], dengan pangkalan operasinya terletak di Inggris. Sempat pula ditempatkan di pangkalan RAF di [[Colombo]], [[Ceylon]] (sekarang [[Srilangka]]), namun perang keburu berakhir pada tahun [[1945]].
 
== Kembali ke Tanah Air ==
Baris 54:
 
Beberapa misi penerbangan militer dilakukan Halim, antara lain:
# Menerbangkan pejabat-pejabat pemerintah Republik Indonesia dari Yogyakarta untuk berunding dengan pihak Belanda di [[Batavia]] (sekarang [[Jakarta]]). Pada tanggal [[23 April]] [[1946]], Halim bertindak sebagai navigator salah satu dari 3 pesawat <em>''Tachikawa 98 Cukiu</em>'' yang tinggal landas dari Lapangan Terbang Maguwo, Yogyakarta menuju [[Bandara Kemayoran|Lapangan Terbang Kemayoran]], Jakarta. Ketiga pesawat tersebut berhasil mendarat di lapangan terbang Kemayoran-Jakarta, setelah menempuh penerbangan selama satu tiga perempat jam. Namun, pesawat yang ditumpangi Halim mengalami kerusakan  pada alat pendaratnya, tetapi penerbang dan penumpangnya selamat.
# Esok harinya ([[24 April]] 1946), dilakukan terbang formasi 3 pesawat ke Lapangan Terbang Gorda di [[Banten]], kemudian melintasi [[Selat Sunda]] penerbangan dilanjutkan  ke [[Sumatera Selatan]]. Namun, karena keadaan cuaca sangat buruk, pesawat tidak dapat melanjutkan perjalanan dan kembali ke Banten. Sesudah beristirahat di Banten, ketiga pesawat itu kembali ke Yogyakarta.
# Penerbangan formasi yang untuk pertama kali ke pulau [[Madura]] tanggal [[12 Mei]] [[1946]], dengan pilot adalah Opsir Udara I H. Soedjono dan Halim bertindak sebagai navigator. Berhubung lapangan terbang di pulau Madura belum disiapkan, maka mereka terpaksa melakukan pendaratan darurat di sebuah tambak pembuatan garam. 
Baris 60:
 
== Agresi Militer I Belanda ==
Menghadapi Agresi Militer I Belanda, AURI tidak tinggal diam. Agresi militer ini dilancarkan Belanda pada hari Minggu tanggal [[21 Juli]] [[1947]]. Mereka memulai aksinya dengan melakukan pembomanpengeboman dan penyerangan  dari udara secara serentak terhadap semua pangkalan udara Republik Indonesia sehingga banyak menimbulkan kerusakan. Hanya lapangan terbang Maguwo Yogyakarta, pada hari itu terhindar dari serangan musuh karena tertutup kabut tebal. Seluruh rangkaian pangkalan udara yang memanjang dari Jawa Barat hingga [[Jawa Timur]] mendapat gilirannya.
 
Pesawat-pesawat pembom Angkatan Udara Belanda (ML - ''Militaire Luchvaart'') menjatuhkan bom-bom ringan dan roket, menyerang dengan senapan mesin dan meriam terhadap lapangan terbang Gorda dekat [[Serang]], [[Kalijati, Subang|Kalijati]] dekat [[Subang]], [[Cibeureum]] dekat [[Tasikmalaya]], Panasan dekat [[Solo]], [[Maospati, Magetan|Maospati]] dekat Madiun dan [[Jatiwangi, Majalengka|Jatiwangi]] dekat [[Majalengka]]. Lapangan terbang Bugis dekat [[Malang]] pun tak luput dari serangan dan mengalami kerusakan paling berat. Sejumlah besar pesawat terbang milik AURI dihancurkan di landasan oleh pesawat-pesawat tempur musuh. Dengan demikian seolah-olah AURI telah lumpuh.  
 
Untuk menunjukan kepada  dunia luar bahwa AURI masih hidup, selaku perwira operasi, Halim mendapat perintah untuk menyusun serangan balasan terhadap lawan. Setelah rencana tersusun dengan baik, maka ditetapkan hari-H dan jam-J-nya. Demikianlah, pada tanggal [[29 Juli]] [[1947]] pukul 05.00 pagi, 3 buah pesawat  telah disiapkan di lapangan terbang Maguwo untuk melakukan serangan udara balasan. Kepala Staf AURI Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma ikut melepas keberangkatannya. Mula-mula lepas landas pesawat pembom tukik (''dive bomber'') <em>''Mitsubishi 98 Guntei </em>''dengan penerbang Kadet Moeljono dan penembak Kadet Abdulrachman dengan sasaran [[Semarang]]. Pesawat ini dilengkapi dengan senapan mesin dan beberapa buah bom seberat masing-masing 40 &nbsp;kg. Kemudian menyusul 2 buah pesawat latih bersayap ganda (''bi-plane'') Cureng masing-masing dengan penerbang Kadet [[Suharnoko Harbani|Soeharnoko Harbani]]  dan penembak udara Kadet Kaput menuju sasaran [[Ambarawa]], dan sebuah lagi dengan penerbang Kadet Soetardjo Sigit dan penembak udara Kadet Sutardjo dengan sasaran [[Salatiga]]. Tiap-tiap pesawat dilengkapi dengan dua buah bom seberat 50 &nbsp;kg yang diletakkan di kiri dan kanan sayap pesawat bagian bawah, ditambah dengan satu peti peluru mortar seberat 15 &nbsp;kg. Misi serangan udara atas daerah pendudukan musuh ini berhasil mencapai target seperti apa yang direncanakan dan semuanya kembali ke pangkalan dengan selamat.
 
Selain itu, pada waktu dilakukan operasi penerjunan pasukan payung ke Kalimantan, Halim selaku Perwira Operasi banyak memberikan andil  dalam pelaksanaannya. Operasi ini dilakukan pada tanggal [[17 Oktober]] [[1947]] dengan menggunakan pesawat Dakota RI-002 dan berhasil menerjunkan pasukan para di bawah pimpinan [[Mayor]] [[Tjilik Riwut]]. Peristiwa ini sekarang diperingati sebagai hari jadi Komando Pasukan Khas ([[Kopaskhas]]) TNI-AU.
Baris 73:
Ibukota Sumatera waktu itu, [[Bukittinggi]], harus mempunyai hubungan langsung dengan Yogyakarta. Sesudah lapangan terbang disiapkan secara gotong royong oleh rakyat, tepat pada hari yang telah ditentukan mendarat pesawat Dakota untuk pertama kalinya di Bukittinggi. Akan tetapi berhubung dengan suasana politik, perhubungan udara itu tidak dapat diselenggarakan secara reguler. Karena kesulitan perhubungan tersebut, maka konsolidasi di lingkungan AURI sulit pula dilaksanakan. Namun oleh Pemimpin Tertinggi Tentara telah digariskan, bagaimana pun juga AURI harus dibangun di Sumatera. Keputusan  ini diambil  mengingat situasi politik semakin genting, dimana Belanda sewaktu-waktu dapat merebut dan menduduki pangkalan-pangkalan udara yang berada di Jawa.  Apabila hal tersebut terjadi, maka Sumatera dijadikan basis perjuangan dan persiapan ke arah itu harus dilakukan jauh-jauh sebelumnya.
 
Tugas untuk membangun AURI di Sumatera  dipercaya kepada Halim. Halim sangat erat berhubungan dengan Panglima Besar TRI [[Jenderal Soedirman]].  Pendapat dan sarannya tentang Angkatan Udara sering diminta oleh Jenderal Soedirman. Pemerintah menugaskan Halim ke Sumatera dan diangkat sebagai  pejabat AURI di Komandemen  Tentara Sumatera. Selama melaksanakan tugas, Halim berhasil menjalin kerjasama dengan Panglima Teritorium dan Tentara II di Sumatera dan masyarakat di daerah itu.   Bahkan lebih daripada itu ia berhasil menghimpun dana mengumpulkan emas dari rakyat untuk kemudian digunakan membeli pesawat. Salah satu bukti hasil pengumpulan dana adalah dengan berhasil dibelinya sebuah pesawt Avro Anson dengan registrasi VH-BBY. Pesawat itu dibeli dengan harga 12 &nbsp;kg emas murni yang kemudian diberi nomor registrasi RI-003. <!--
== Kehidupan dan karier ==
-->
Baris 90:
 
== Kehidupan pribadinya ==
Halim meninggalkan seorang isteri bernama Koessadalina dan seorang anak laki-laki bernama Ian Santoso. Nama itu diberikan sebagai kenang-kenangan terhadap sahabat karibnya, seorang <em>''Wing Commander</em>'' keturunan [[Skotlandia]] yang gugur dalam Perang Dunia II sewaktu melakukan tugas penerbangan bersama Halim. Putranya ini belakangan juga berkarier sebagai seorang penerbang TNI-AU dan berpangkat terakhir [[Marsekal Muda]].
 
Sebagai putra ketiga dari lima bersaudara, Halim mempunyai dua orang kakak dan dua orang adik. Salah seorang adiknya, Makki Perdanakusuma, juga menjadi penerbang AURI, yang disekolahkan ke TALOA (Transocean Air Lines Oakland Airport) di [[Bakersfield, California|Bakersfield]], [[California]], Amerika Serikat pada Nopember [[1950]]. Makki Perdanakusuma ditugaskan sebagai penerbang Dakota C-47 dan belakangan [[Hercules C-130]] dan terakhir berpangkat [[Marsekal Muda]].