Sistem kasta Bali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kasta bali |
k ejaan, replaced: dari pada → daripada |
||
Baris 13:
Di dalam masyarakat Hindu dikenal adanya sistem warna,yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai. Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan pengaruh politisnya dimasyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang kemudian disebut dengan kasta.
Berbeda dengan sistem Warna yang bersumber dari ajaran Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan dengan keberadaan sistem warna ini, adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik ''devide et impera'' pada masa pendudukan Hindia Belanda membuat sistem kasta dalam masyarakat Hindu Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang asli.
Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut sistem kasta adalah Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang sistem warna tertulis: “golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”. Karena inilah sistem kasta yang mengadopsi sistem warna, kemudian menganggap golongan Brahmana sebagai yang tertinggi.
Berbeda dengan keyakinan dasar agama Hindu yang memandang semua warna dalam masyarakat sama sama memiliki nilai penting masing masing,sama halnya seperti seluruh bagian tubuh dalam kehidupan: semua adalah sama penting,sama sama berguna serta saling menunjang satu sama lainnya,sehingga tidak ada bagian tubuh yang lebih rendah nilainya dari bagian yang lainnya, atau sebaliknya;lebih mulia dari yang lainnya.Ini jelas sangat berbeda dengan apa yang kemudian diimplementasikan oleh sistem kasta,yang beranggapan sebagai: brahmana yang tertinggi karena kepala adalah bagian tubuh teratas, dan sudra adalah kaki, maka paling rendah derajatnya.
Baris 23:
Golongan Ksatria yang dikatakan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada saat peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit. Tugasnya menjalankan pemerintahan.
Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri
Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki adalah bagian tubuh yang paling di bawah, maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan harus melayani kasta-kasta yang ada di atasnya.
===Triwangśa===
Pembagian kasta dengan hanya mengambil tiga kasta teratas dari sistem Caturwangśa. Menurut [[Kamus Besar Bahasa Indonesia]], ''triwangsa'' (tri·wang·sa) tergolong dalam [[kata benda]] yang memiliki arti "tiga kasta (Brahmana, Kesatria, Waisya)".<ref>[http://kbbi.web.id/triwangsa Kamus Besar Bahasa Indonesia]</ref> Berdasarkan triwangsa, semua gelar diperoleh secara askriptif atau turun-menurun dan ditentukan berdasarkan garis keturunan.<ref name=sejarah>Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2008. [http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&pg=PA94&lpg=PA94&dq=%22triwangsa%22+pengertian&source=bl&ots=yPG7kspyDq&sig=yReZZh2Kz8EhsgElslt3amdAX-4&hl=en&sa=X&ei=cTUQU4TpFIKkiQfguoDwCw&redir_esc=y#v=onepage&q=%22triwangsa%22%20pengertian&f=false Sejarah nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indoensia], Cetakan ke-2. Jakarta: [[Balai Pustaka]]. [[ISBN]] [[Istimewa:Sumber Buku/9794074101|979-407-410-1]].</ref> Pola triwangsa masyarakat Bali memengaruhi kehidupan kerajaan [[Mataram, Lombok]]. Pengaruh terutama terlihat pada pemakaian gelar ( gelar raja-raja, Anak Agung,cokorda,gusti dan lain lain.)Pola hubungan sosial, pelaksanaan upacara, ritual kerajaan.<ref name=sejarah/>
Walaupun disadari sebagai budaya salah kaprah, dan kekeliruan dalam penafsiran sitem Varna yang bersumber dari ajaran veda, tetapi banyak pula yang berusaha untuk tetap melestarikan sistem ini.Dengan alasan melestarikan adat budaya dan agama, mereka mengungkapkan banyak alasan alasan sebagai pembenar. Seperti yang diungkapkan dalam buku Tata Nama Orang Bali halaman 91 "... Oleh karena itu, warisilah sistem tata nama yang sudah ada ini sebagai warisan budaya tradisi lisan yang meng-ajeg-kan bali,karena soal nama dan tata gelarnya tidak akan mungkin dihapus di jagat bali ini walaupun semua itu dianggap berasal dari cast pemberian penjajah belanda.Wajarlah belanda sebagai penguasa ingin mengatur wilayah yang dijajah dan dijarahnya..." lebih jauh penulis kemudian menambahkan "...Bagi kita di Bali, karena sistem tata nama ini merupakan warisan yang turun temurun berdasar konsep kebudayaan Hindu maka penerapannya hingga kini sudah menjadi merasuk di setiap insan orang Bali.Sistem tata nama dengan tata gelar berdasarkan caturwangsa ini tidak mungkin diubah total dengan caturwarna..."
Baris 41:
{{reflist}}
{{Bali-stub}}▼
[[Kategori:Sistem kasta]]
[[Kategori:Masyarakat Indonesia]]
[[Kategori:Hukum Hindu]]
[[Kategori:Budaya Bali]]
▲{{Bali-stub}}
|